Gadis Pemuas Tuan Grey
Penulis:Blue Butterfly
GenreRomantis
Gadis Pemuas Tuan Grey
Grey menghela napas berat, dia sudah terlalu kesal. Mendekati Noah yang hendak kabur, berdiri di atas sofa siap untuk melompat pergi.
Grey secepat kilat menjangkau putranya, melingkarkan tangan kanan pada tubuh bocah itu, dan mengangkatnya di samping pinggang. Tubuh terbalik dari Noah terus meronta, kaki dan tangan berayun-ayun kencang.
“Lepaskan aku, Daddy! Lepaskan! Daddy tidak bisa melakukan hal ini padaku aku hanya anak-anak yang tidak boleh diperlakukan kasar!” Noah meronta hebat, teriakan-teriakan dibuat olehnya semakin kencang.
“Anak-anak kau bilang?! Kau bahkan tidak disebut sebagai anak dibawah umur, bagaimana bisa kau menyebut dirimu anak-anak?!” sahut Grey, kakinya mengayun lebar keluar.
“Siapa pun tolong aku! Aku akan menjadikanmu ibuku jika kau perempuan, dan akan dijadikan kau ahli waris daddy kalau laki-laki! Tolong akuuuuuuu!” seru Noah, berhasil menghentikan langkah Grey.
“Kau mengatakan apa?! Jangan asal bicara!” sarkas Grey, putranya mendongak.
“Aku akan menjadikan semua itu benar, Dad!” ucapnya.
“Aduh, dasar anak menyebalkan! Lihat saja apa yang bisa daddy lakukan padamu malam ini!” geram Grey melanjutkan kembali langkah.
Noah masih saja memberontak dengan teriakan kencang menyakiti telinga. Tak ada yang berani menolong, atau sekedar mencegah perbuatan dari pemimpin berwajah tegas itu.
Namun, sepertinya tidak dengan Laura, perempuan yang bergegas keluar usai mendengar keributan itu, menghalangi langkah Grey. Ya, meski ia juga menahan ketakutan terlalu besar menyerang.
“Anda tidak bisa memperlakukan anak kecil seperti itu!” tegas Laura.
“Menyingkir!” melotot Grey padanya.
“Saya tidak akan menuruti Anda kali ini! Lepaskan dia!” kata Laura, kedua tangan meremas ujung seragam yang dikenakan kembali.
Grey sepertinya melihat hal itu, diartikan sebagai ketakutan. Dia mendekatkan langkah, mengangkat ujung atas bibir kanan. “Apa yang bisa kau lakukan padaku?!” tutur Grey, mundur langkah Laura. Matanya berkeliaran mencari pelabuhan, jantungnya hampir saja meledak akan tatapan menyeramkan didapat.
“Saya adalah pengasuhnya, jadi saya bertanggung jawab atas dirinya! Saya bisa melakukan apa pun demi keselamatannya!” kata Laura, namun tatapan menunduk ke arah kanan.
Grey tersenyum smirk, Noah menelisik wajah tertahan rasa takut dari perempuan di depannya. “Baumu dan daddy sangat aneh!” ucap Noah. “Ini seperti ….”
“Hentikan ucapanmu!” sarkas Grey, menyingkirkan tubuh Laura dan melewati.
“Tunggu!” Laura berudara tegas, menyusul langkah lelaki berkulit putih yang tetap ingin memberikan efek jera pada putranya.
Laura tidak lagi berkata-kata, dia merebut tubuh Noah begitu saja dan menurunkan. Dia sangat berat, tubuhnya memang gemuk, dan Laura tak mampu menggendong di sisa tenaganya.
“Pergilah.” Laura menunduk, mengusap ujung kepala Noah.
“Jangan menyentuhku!” sinis bocah itu, menyingkirkan tangan Laura. “Aku tidak suka disentuh siapa pun! Menjauhkan dariku!” menatap sangat tajam.
Laura menelan saliva, dia masih membungkuk sampai Noah pergi. Grey mengantongi kedua tangan, memperhatikan. “Satu Minggu! Kalau kau bisa mendapatkan hatinya, kau akan menjadi pengasuh untuknya!” ucap Grey tegas.
Laura menoleh padanya. “Bagaimana dengan uang lima puluh juta itu? Bukankah Anda sudah melihat kalau saya masih perawan?! Apa Anda tidak akan membayar untuk hal itu?!”
“Kau menjual tubuhmu sekarang?” tanya Grey.
“Tidak. Tapi, Anda yang memaksa saya menjualnya. Jadi, bayar hal itu sekarang juga! Tidak masalah kalau saya dianggap pelacur sekarang, tapi saya tidak akan pernah membiarkan Anda mengambil kesucian itu gratis!” tutur Laura.
Grey tersenyum tipis, seraya membasahi bibir. “Lima puluh juta untuk tubuh sepertimu? Bermimpi saja! Puaskan aku setiap waktu, maka kau akan menerima uang itu! Kalau kau bisa membuatku puas, kau akan kubiarkan hidup nyaman di rumah ini! Setidaknya, kau harus mahir berciuman dan memanjakan tubuhku!”
“Anda tidak bisa melakukan hal ini, semua tidak ada di perkataan awal Anda sama sekali! Apa Anda hanya seorang penipu yang suka memanfaatkan orang lain?!” ucap Laura, dicengkeram langsung kedua sisi wajahnya oleh Grey.
“Jaga ucapanmu, atau kau tidak akan pernah merasakan makanan lagi esok hari!” mengeratkan gigi, menahan suara geram. “Layani aku malam ini sampai pagi, aku akan memberikan uang itu! Aku seorang pengusaha, aku tidak akan mengeluarkan sepeser pun saat aku tidak terpuaskan!” tegasnya menambahkan, lalu mendorong wajah Laura hingga perempuan itu terhempas ke lantai.
Grey pergi dengan langkah angkuh, tanpa lagi menoleh untuk sekedar mengetahui apakah perempuan sudah kesakitan itu, kini merasakan sakit lagi atau tidak. Laura mengiringi kepergian Grey dengan tatapan, di mana genangan air mata sudah terbentuk dan siap tumpah.
Sakit hatinya, haruskah orang miskin terus diperlakukan tanpa harga sama sekali. Jika saja ia bisa mengulang ke beberapa waktu lalu, mungkin tak akan pernah tertarik untuk datang, setelah mendengar pembicaraan orang-orang di mall tentang pengusaha kaya raya yang siap membayar mahal untuk mengasuh anak.
Ya, Laura memang sekedar mendengar dari perkataan ketika dirinya mengepel lantai mall, kemudian tertarik melamar. Berpikir jika bisa menambah uang untuk melanjutkan kehidupan, juga membayar pengobatan dari ayahnya, namun justru semua tak berjalan seperti apa diinginkan, dan malah membuatnya terjebak dalam belenggu lelaki angkuh nan kasar.
Ribuan kata maaf mungkin tak akan pernah berguna untuk memohon pada kedua orang tuanya, tentang apa baru saja dialami dan itu hanya untuk uang. Namun, Laura hanya berharap jika semua yang dilakukan tak pernah menjadi sia-sia, dan Grey menepati ucapannya.
Setidaknya, Tuhan mengetahui bagaimana keadaannya sekarang tanpa perlu menjelaskan apa-apa lagi. Dia hanya terjebak, tanpa memiliki daya untuk meloloskan diri. Apa yang terjadi pun bukan atas keinginan, dan diharapkan pula untuk kedua orang tuanya bisa memahami saat waktu membuka segalanya nanti.
“Maaf, Nona. Tuan Grey meminta Anda untuk membersihkan diri di kamar tamu,” seorang wanita tua menghampiri, seketika Laura menyeka air mata sudah membanjiri wajah. “Pakaian dan semua keperluan Anda telah kami persiapkan di kamar, dan Anda harus mengenakannya sebelum menemui Tuan Grey dua jam lagi.” Sambungnya.
Laura menertawakan dirinya sendiri dalam hati, itu juga terlihat dari pahatan pada bibir bergaris tegas miliknya. “Apa aku bonekanya sekarang?” berbicara lirih.
“Mari saya antarkan Anda ke kamar, Nona. Saya akan menjelaskan apa saja yang harus Anda lakukan di rumah ini selama satu minggu, dan apa yang tidak boleh. Silakan ikut dengan saya,” ucap wanita berusia sekitar enam puluhan tersebut.
“Apa saya tidak bisa pergi dari rumah ini sekarang?” terangkat pandangan Laura, menatap padanya yang masih berdiri dan mengulas senyum pada wajah ditumbuhi beberapa keriput samar.
“Anda yang memasuki rumah ini, Nona. Belum ada sejarahnya, orang bisa keluar dari rumah ini setelah masuk. Begitu pun dengan Anda, karena ini bukanlah rumah yang bisa didatangi oleh siapa pun.” Jelasnya, menyipit kedua mata Laura.