Gadis Pemuas Tuan Grey
Penulis:Blue Butterfly
GenreRomantis
Gadis Pemuas Tuan Grey
Tangannya masih bermain ke bawah, bertukar peran dengan lidahnya. Laura hampir mencapai puncak, tubuhnya sedikit terangkat, hingga ia terpaksa mengapit kepala Grey, yang sudah berpindah lagi pada keintiman di mana cairan menyembur hangat. Tanpa jijik, lelaki itu meminum semua cairan, bahkan mulutnya menerkam milik Laura, membiarkan semua mengalir langsung ke dalam mulut.
Terkulai lemas dengan napas tersengal, Laura melepaskan cengkeraman pada rambut Grey. Lelaki itu tersenyum, ketika paha sudah tak mengapit kepalanya. Dia menatap wajah cantik Laura, tanpa aba-aba langsung memasukkan miliknya yang telah dikeluarkan dari celana. Laura membeliak, dia mengerang kesakitan, Grey langsung menanamkan sangat dalam, walau ia tahu bahwa perempuan itu masih perawan.
Terasa robekan-robekan ketika ia menembus lubang kehangatan, itu menyadarkan Grey bahwa lawannya sekarang masih tetap suci. Tidak, lelaki itu tidak peduli akan kesakitan Laura, karena baginya cukup dengan kenikmatan dirasakan. Egois, gila, tak berperasaan. Ya, itulah Grey yang dikenal oleh kebanyakan wanita pernah bersamanya, merengkuh kenikmatan.
Pergerakan pun tak dibuat pelan, Grey menikmati setiap cengkeraman dengan sangat liar. Suara dari Laura semakin kencang, sampai mulut harus dibekap rapat oleh lelaki yang mendengar suara lain. "Diam!" membulatkan mata sempurna, menatap pada Laura.
"Daddy, buka pintunya! Aku ingin masuk ke dalam!" seruan itu menyeruak dengan sangat kencang, Grey memejamkan kedua mata memasang wajah frustrasi.
"Ah, sial! Kenapa harus sekarang?!" umpatnya.
"Daddy!" teriak kembali seseorang di balik pintu.
"Tuan muda, ayo kita pergi saja. Mungkin, tuan besar ada di kamarnya." Seorang pelayan merayu.
"Shut up! I hate you!" sarkas Noah. "Daddy, aku tahu kamu di dalam! Buka pintunya, atau aku akan meminta pengawal mendobrak!" ancamnya sangat keras.
"Ah, persetan denganmu!" kata Grey, dia melanjutkan kembali karena miliknya masih tertanam dalam lubang kenikmatan. Dia tak melepaskan tangan dari mulut Laura, agar perempuan itu tak mengeluarkan suara.
Di depan masih saja terdengar Noah memanggil namanya, menyertakan ancaman. Noah adalah putra dari Grey, dari seorang perempuan yang telah dianggapnya sebagai kesalahan besar, untuk meniduri dalam keadaan mabuk berat. Dia kembali dengan anak di tangan, yang tak lagi mampu dielak oleh Grey, bahwa itu adalah putranya. Tes DNA dilakukan tiga kali dengan pengawasan ketat, berbeda tempat juga negara. Namun, hasilnya masih sama, dan mau atau tidak harus diterima oleh Grey.
Pelepasan didapatkan oleh Grey, dia menanamkan semua benihnya di dalam rahim Laura. Langsung mencabut kasar ketika sudah mengatur pernapasan sejenak, lelaki itu berdiri dan mengambil pakaian milik Laura di atas lantai. "Pakai pakaianmu! Aku tidak ingin anakku melihatmu seperti itu!" melemparkan di atas tubuh Laura, kemudian berbalik dan menuju meja. Ada segelas air putih di sana, Grey meneguknya.
Laura mengenakan satu-persatu pakaian, ditemani bulir air mata juga rasa sakit tak tertahan. Grey berjalan ke arah pintu, lalu membuka. Seketika ia dihantam oleh tangan kecil Noah, bocah berusia tiga tahun yang sudah terlalu kesal. "Apa yang kau lakukan?! Itu sakit!" kata Grey membentak.
"Kenapa daddy membuatku menunggu sangat lama?! Itu sangat menyebalkan, dan aku tidak menyukainya!" sarkas Noah.
"Kau tahu ini ruangan apa?! Daddy bekerja, dan disana ada orang yang terus mengganggu daddy dengan air mata!" menunjuk ke arah Laura.
Noah menoleh padanya, mata menyipit tapi juga dipertajam. "Dia tidak jelek, siapa? Pembantu baru?" tanya Noah seraya menyilangkan tangan di depan dada.
"Pengasuhmu!" singkat Grey.
"What?! Oh, come on, Daddy! Aku tidak butuh pengasuh, itu sangat merepotkan! Mereka akan mengomel sepanjang waktu, memintaku untuk melakukan banyak hal, dan aku tidak menyukainya! Usir dia!" kata Noah.
"Ini rumah siapa?" tanyanya.
"Daddy!"
"Siapa yang berkuasa di sini?!"
"Daddy!"
"Siapa Daddy?!"
"Big boss!"
"Oke! Kau tahu dengan pasti, dan kau tahu kalau daddy tidak menyukai bantahan! Kau ingin masuk kandang singa di depan?"
"No! I hate you, Dad! Really!" berbalik badan Noah, kemudian berlari pergi. "Aku tidak ingin pengasuh! Kecuali daddy mencarikanku yang seksi dan cantik untuk menemaniku tidur!" Menoleh dan menunjuk.
"Kau sudah gila mengatakan hal itu padaku?!" teriak Grey.
Tidak ada jawaban, Noah melengos dan berlalu pergi dengan raut wajah kesal. Grey mengeratkan gigi, bertolak belakang menatap kepergian putranya. "Lihatlah kelakuannya itu! Apa dia benar-benar anakku?!" gumam Grey. "He, kau! Keluar dari ruang kerjaku dan ganti pakaianmu, sebelum menemui putraku! Bersihkan tubuh menjijikkanmu lebih dulu!" menatap Laura—perempuan yang tak mampu untuk berdiri dan tetap berada di sofa.
"Ah, ada apa dengan hari ini?! Kepalaku sakit!" Grey memijat kepala. "Hubungi Nora, minta dia ke kamarku saat tiba!" berlalu Grey, setelah berpesan pada pelayan.
"Baik, Tuan." Membungkuk pada punggung lelaki sudah berlalu dengan terus memijat kepalanya.
Grey memasuki lift untuk menuju kamarnya di lantai tiga, tanpa henti ia memijat kepala. Selalu seperti itu, ketika Noah sudah berulah, siap meledakkan kepalanya. Entah sudah berapa banyak barang mewah dihancurkan, juga pengasuh dikerjai hingga masuk rumah sakit, rasanya itu sudah tak terhitung lagi. Menyusuri lantai atas, dia menuju kamar. Menekan pintu hendel, memasuki kamar.
Baru sampai ambang pintu, lelaki bertubuh tinggi sekitar 186cm itu langsung membulatkan sempurna kedua mata, melihat kekacauan di kamarnya. "NOAAAAAAAAAAAH!" teriaknya begitu kencang, membelah udara dan mengisi setiap sudut rumah.
Bocah di ruang TV itu mendengar, ia tertawa cekikikan dalam kepuasan. Ya, dia memang sudah membuat berantakan kamar daddy-nya, seprei dan selimut tebal disiram dengan air berwarna merah, campuran dari cat melukis miliknya. Bahkan, di sana juga terdapat banyak pakaian, jam tangan mewah dan banyak lagi barang-barang milik lelaki yang kini kembali lagi ke bawah dengan langkah cepat.
"Dasar anak menyebalkan! Apa yang sudah dilakukannya sekarang?! Kalau saja dia bukan anakku, maka aku sudah menghabisinya dari dulu!" bergumam seraya melangkah.
"NOAH!" teriaknya begitu keluar dari lift. "Di mana dia?!" bertanya pada pelayan.
"A-ada di ruang TV, Tuan." Terbata ketakutan, suara didengar memang sanggup menghentikan detak jantung siapa pun.
Grey melebarkan langkahnya kembali menuju ruang TV, dia melihat anaknya sedang berbaring santai, mengayunkan kaki telah ditumpuk menyilang. "Apa yang kau lakukan di kamar daddy?!" tegurnya.
"Tidak ada, hanya sedikit kesenangan saja. Apa yang salah? Bukankah daddy selalu mengatakan, untuk aku bisa melakukan apa saja di rumah ini?" santai bocah berkaos putih itu menjawab.
"Tuhan, hukuman apa yang Kau berikan padaku sekarang?" mengurut kening dan bertolak pinggang. "Bangun! Bersihkan kamar daddy, atau kau akan benar-benar tidur di kandang singa malam ini!" bentaknya.
"Tidak mau!" tajam Noah menatap.