TAK MAU DIMADU
di sofa ruang tamu seketika berdiri. Menatap bi
n. Berharap apa yang baru saja melewati
ambar tepat di ubun-ubunku. Wajah menegang, telinga pun ras
siapapun boleh melakukannya, tapi jangan suamiku. Aku nggak mau. Nggak akan per
kok!" kataku berapi-api. Sebelum-sebelumnya tidak ada pertanda apapun yang menjurus ke arah sana. Suamiku
ya bagai sembilu yang menusuk-nusuk t
api, kenapa harus nikah lagi, sih? Banyak cara yang bisa dilakukan untuk
gimana, Mas? Pikir dong! Jangan mau enaknya a
elakangan," katanya
keuanganmu, setelah itu barulah memikirkan menamba
umur, bisa digilir seenaknya. Iya kalau adil, kalau con
arah tepat ke wajahku. Pertama kalinya, pria yang kuhormati selama ini sebagai imam saat salat,
i apa wanita yang berhasil
Dia punya keputu
n," ungkapnya semaki
ayang." Kepalanya
melayang, kini disematkan juga pada si j
a. Kulitnya putih, bersih, mengkilap bak porselen. Badan lenggak-lenggoknya yang
hat siluetnya saja sudah seperti bidadari yang digambarkan di buku-buku d
lihan siapa dulu, Ilham." Tangannya menepuk-nepuk dad
netra, wajah sosok bidadari di depan pintu
saja, wajah --yang kata suamiku-- sempurna itu tak terlihat sedikitpun. Mata, hidung, bah
anya dibandingkan dengannya! Dia langsing, kamu ... meskipun bisa dibilang nggak gemuk, tapi pipi tembe
g-terangan membandingkan istrinya d
ih mengusap-usap netra dengan keras. Bagaimana mungk
ang iri hati!" ucap suamiku sambil b
tu tetap maju tanpa menoleh sedikitpun padaku. Merangkul
lham!" meraung pun tak ada arti. S
a lutut yang tertekuk. Aku tak kuat lagi untuk tidak menangis. Hatiku sakit, peri
Ilham
*
ng. Perlahan, netra yang tertutup mulai terbu
ihat lelaki itu masih setia mengguncang-guncang tubuh ini. Mencoba membangu
rku!" Aku terbangun dengan berderai air mata. Ta
mimpi apa sih sampai nangis sesenggukan begitu? Manggi
anya mimpi? Mas Ilham mau poligami, dan wanita i
, Mas, aku mimpi kamu bawa calon madu k
ton sinetron ikan terbang sih." Tawa suamiku semakin be
eratku lima puluh delapan kilo dengan tinggi bada
i." Mas Ilham menunjuk dadanya, te
meremas tangannya yang
," kata Mas Ilham meninggalkan kecupan di keningku. Lalu turun ke hidung, turun lagi
suami yang begitu lembut memperlakukanku bakal tega berpaling, selingkuh,
utan kami terlepas. Kembali merebahkan diri,
ngku berkerut dalam. Bangun? Astag
lagi, Mas. Masih gelap gulita ini loh." Aku berpu
terasa semakin mendekat. Bahkan, embusan napas hangatnya
siapa mau poligami," ka
cuma mimp
sanya seperti ada yang mengganjal dalam
wa calon madu lagi." Aku masih engga
ngeknya semakin m
ata sambil terus cekikikan. Du
ak mau bo
ung yang kian menjadi-jadi. "Iya, iya." Ak
terhitung lagi sudah berapa kali kuserahkan raga ini untuknya, tapi setiap kali memulai aku masih s
ya mulai memberikan sentuh
awa yang bersarang di rahimku. Janin yang akan kukandung selama
endala dalam kesuburan, semua hasil medis tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bagus semua, kata beberapa dokte
um menghendaki semua itu tidak akan terjadi. Aku yakin, Allah memil
tirkan, hanya sebatas kekh