TAK MAU DIMADU
ang dia tak pernah menangis, atau pandai menyembunyikannya dariku.
ebih awal dari kantor, sudah
i. Tak ingin kesalah pahaman ini semakin memburuk, lantas
an, apakah ada jaminan bahwa wanita itu akan tetap bertaha
ungguh, aku tidak akan siap un
ahu dia sengaja menekan perasaanya, meskipun banyak pertanyaan yang muncul dalam benak. I
raan. Tersiksa batinku terus-terusan diam selama per
ibirnya. Terlihat dari kaca spion, sepasang netra Ina tengah melih
kan." Aku menghentikan laju motor di depan rum
, Ina suka sekali dengan mak
ak makan di luar selalu rumah makan ini lah tujuannya. Lokasinya di
erhana yang tak suka menghamburkan uang untuk s
embuatku menghentikan aktivitas melepas helm. Untuk sekedar berbali
sama lauk, mubazir nanti,
ening kembali melanda, diamnya membuatku yakin keputusann
en banget makan rendang disini, loh," kataku deng
-buat. Tak biasanya dia begitu, rengekanku selalu membuatnya tersenyum, tapi kin
apa rasa kesal sedikit merasuki. Namun segera kutepis, aku tak boleh terpancing e
tam. Kumatikan mesin kendaraan, hendak membuka gerbang. Namun, kuurungkan niatan itu, setelah merasakan ada
untuk dirinya sendiri, langsung melenggang masuk rumah tanpa menoleh sedikitpun padaku. Ya salam,
*
riku tengah bermanja ria bersama kipas angin di sofa depan TV, kaki selonjor di meja, jilbabnya dilepas,
telah tarikan napas panjan
tercecer di lantai, ngeloyor pergi begitu saja melewatiku. Begini nih kalau
edikit ke arahku. "Mau ke mana?" t
" Netranya melirik tajam, menarik kasar t
a berlalu, masuk ke dalam kamar dengan
berteriak yang langsung mendapat balasan bunyi banti
lam. Satu jam. Dua jam. Kulewati dengan was-was. Ina tak kunjung keluar kamar. S
kebiasaan jika makan di rumah harus berdua bersa
etuk pintu kayu bercat coklat itu. "Dek, makan
aku masih
tak ada sahutan. Baiklah, memang tak
ni, mas dobrak pintunya!" ancamku
di dalam sana m
g juga kalau pintunya rusak.
seorang membuka kunci pintu. Mataku berbinar, seketika bernapas lega
aupun bicaranya ketus, teta
hwa suaminya tak mungkin mengeluarkan biaya tambahan untuk perbaikan," bat
kursi untuk dia duduki, ala-ala makan romantis di restoran berbintang. Lauk p
itnya ke atas nasi putih di piringnya. Tak lupa juga ayam goreng bum
. Aku menghela napas panjang, rasanya dada ini sesak sekali. Tangan
taku sambil mengangkat s
Saat seperti ini, apa yang harus aku lakukan?
ut sendok dari tanganku. Bibir manyunnya yang biasanya terliha
enganku. Apa sebenarnya dia ingin keluar dari tadi, tapi gengsi? Ah, dasa