Malam Gairah: Cinta Adalah Game Pemberani
Awalnya, Forrest menumpang mobil Isaac untuk menemui Camila.
Karena Debora memiliki urusan dengan Isaac, dia memutuskan untuk keluar dari mobil dan segera pergi. "Aku pamit dulu."
Debora masuk ke mobil dan duduk di seberang Isaac. Dia memainkan tangannya dengan gelisah ketika menyadari bahwa Isaac mungkin salah mengenalinya sebagai orang lain.
Namun, dia sudah merasakan keuntungan dari menjalin hubungan baik dengan pria itu.
Sebelumnya, direktur rumah sakit lebih menyukai Camila dibanding residen lainnya. Debora tahu bahwa dia mendapat posisi magang di RS Military Central karena bantuan Isaac.
Oleh karena itu, Debora tidak mungkin melepaskan Isaac. Dia akan merebut hatinya agar mendapatkan semua keuntungan yang mungkin dia dapatkan dari pria itu.
Kesempatan seperti ini sungguh sulit didapat dan dia tidak akan membiarkannya lolos begitu saja!
Debora menarik napas dalam-dalam, seolah menguatkan diri dan berkata, "Aku sudah mengambil keputusan."
Isaac tidak menyangka wanita itu akan membuat keputusan secepat ini. Dia mencari posisi duduk yang lebih nyaman dan berusaha terlihat santai untuk menutupi rasa penasaran di hatinya.
"Aku tidak menginginkan apa-apa," kata Debora.
Karena Isaac menjanjikan pernikahan, dia pasti sudah pernah berhubungan seks dengan wanita yang ditemuinya.
Jika Debora langsung menerima tawaran pernikahan, dia akan terlihat serakah dan ambisius.
Debora cukup pintar untuk mengetahui kapan harus bersikap fleksibel demi kepentingannya. "Aku hanya berharap kita bisa berteman baik."
Isaac mengerutkan bibirnya dan ada emosi yang tidak bisa diartikan yang melintasi matanya. "Apa kamu yakin?" tanyanya dengan nada datar.
Debora segera mengangguk.
Isaac berpikir bahwa Debora mungkin bertindak impulsif pada malam sebelumnya dan tidak sesuai dengan karakternya. Oleh karena itu, dia tidak akan memaksa Debora.
"Baiklah, aku menghargai keputusanmu."
Di dalam gedung rumah sakit.
Camila tinggal di ruang staf sambil membaca sebuah buku. Jam kerjanya sudah selesai, tetapi dia tidak tertarik pulang ke rumah Isaac.
Dia lebih suka menghabiskan waktu luangnya di rumah sakit agar dapat belajar dengan tenang.
Tiba-tiba, dia mendengar suara pintu diketuk.
Camila mengangkat kepalanya saat pintu didorong terbuka. "Kenapa kamu bersembunyi di sini? Apa kamu sedang bersembunyi dari sesuatu?" tanya Forrest dengan alis terangkat.
Camila menutup bukunya sambil menghela napas pelan. "Aku tidak bersembunyi, kenapa kamu datang ke sini?"
Forrest memberikan senyum khasnya. "Aku sangat menghargai bantuanmu pagi ini. Aku datang untuk mengucapkan terima kasih. Ayo pergi, aku akan mengajakmu makan steik yang enak."
Tapi Camila hanya menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu repot-repot, terima kasih atas tawarannya."
"Kamu kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Forrest menyadari bahwa adik tingkatnya sedang kesal.
"Tidak ada, aku baik-baik saja," kata Camila sambil mengalihkan pandangannya.
Tentu saja, Forrest tidak percaya. "Oh, ayolah. Kamu dapat bercerita jika ada sesuatu yang membebani pikiranmu. Hmm? Apa kamu tidak percaya padaku?"
"Bukan begitu," ucap Camila langsung membantah. Dia mendesah sekali lagi dan kali ini desahannya lebih berat. "Aku khawatir kita tidak akan menjadi rekan kerja."
"Apa maksudmu?" Forrest langsung meledak. "Kenapa? Apa direktur rumah sakit berubah pikiran? Apa dia memberikan kuota magang ke residen lain? Aku akan menemuinya untuk meminta penjelasan."
Camila segera menghentikannya sebelum dia bisa berjalan keluar pintu.
"Bukankah kamu ingin menjadi dokter bedah militer? Bagaimana caranya kamu mencapai impianmu jika kamu tidak mengikuti program magang di RS Military Central?" Forrest marah karena merasa Camila diperlakukan tidak adil, tetapi dia semakin gusar karena wanita itu tampak pasrah.
Camila telah belajar dengan sungguh-sungguh dan bekerja keras untuk mewujudkan impiannya. Kenapa dia menyerah tanpa melakukan perlawanan?
Camila menundukkan kepalanya karena merasa kalah. Bukan karena dia menyerah pada mimpinya, tetapi dia baru menyadari kenyataan pahit bahwa terkadang kerja keras masih tidak cukup.
Selain itu, dia tidak ingin menimbulkan masalah bagi teman baiknya.
Forrest memejamkan mata dan menghela napas dengan frustrasi. "Baiklah, kalau begitu."
Camila memberinya senyum kecil. "Bagaimana kalau aku mentraktirmu makan malam?"
"Lain kali saja." Forrest tahu dia harus menyelesaikan masalah ini. Dia merasa ada pihak yang berusaha menyabotase peluang Camila. Gadis ini terlalu keras kepala dan rendah hati untuk bertanya pada direktur rumah sakit mengenai keputusan yang tiba-tiba, tapi Forrest berbeda. Dia menolak untuk tinggal diam.
"Aku baru ingat masih ada tugas yang harus kuselesaikan. Sampai jumpa, Camila."
Setelah itu, Forrest berbalik dan melangkah keluar dari ruangan.
Saat ini, wajah Forrest terlihat sangat marah. Dia bergegas menuju kantor direktur rumah sakit. Dia tidak terlalu memikirkan konsekuensi tindakannya karena posisinya di dunia kedokteran dan latar belakang keluarganya yang kuat.
Pada saat itu, sang direktur sedang berbicara di telepon dan dia segera mengakhiri telepon ketika melihat Forrest. "Kenapa kamu datang ke sini, Dr. Walters?" sapanya sambil tersenyum sopan.
"Bukankah kamu berencana mengirim Camila untuk magang di RS Military Central? Kenapa tiba-tiba posisi itu diberikan pada orang lain? Siapa yang memintamu mengubah keputusan dan apa tujuan orang itu? Sebaiknya kamu berkata jujur, atau aku tidak bisa menjamin apa yang akan kulakukan padamu."
Direktur rumah sakit berada dalam dilema dan tampak tidak berdaya.
"Maaf, tapi aku tidak punya pilihan," jelasnya dengan suara pelan. "Pak Johnston yang memintaku untuk membantu Dr. Griffith. Apa yang harus kulakukan? Aku tidak punya pilihan lain."
Forrest menyipitkan matanya ketika mendengar penjelasan tersebut. 'Isaac ada hubungannya dengan masalah ini?' pikirnya dalam hati.
"Dr. Walters, tolong jangan marah. Jika kamu tidak menyukai pengaturan ini, silakan berdiskusi dengan Pak Johnston." Direktur rumah sakit itu cukup cerdas. Dia tidak berani menyinggung salah satu pihak, jadi dia menyerahkan keputusan ke tangan mereka berdua.
Forrest semakin marah dan berbalik untuk mencari Isaac. Dia melangkah keluar dari gedung rumah sakit dan melihat Debora turun dari mobil.
Dia langsung mendekati mobil itu.
"Dokter Forrest." Debora mengangguk untuk menyapa sambil tersenyum.
Forrest tidak tahu harus berbuat apa. Dia melirik sekilas ke bagian dalam mobil dan mengangguk dengan acuh tak acuh.
Forrest marah karena Debora merebut kesempatan yang seharusnya menjadi milik Camila, tetapi dia cukup cerdas untuk menyadari bahwa dia tidak bisa menyalahkan wanita itu. Orang yang mengatur segalanya adalah sahabatnya yang bernama Isaac.
Dia tidak pernah melihat Isaac peduli pada seorang wanita, tapi kelihatannya dia memiliki hubungan khusus dengan Debora.
Forrest berada dalam dilema. Hatinya masih terbakar amarah, tetapi dia juga tidak bisa merusak peluang sahabatnya menjalin hubungan asmara.
Baru kali ini Isaac melakukan sesuatu untuk seorang wanita.
"Aku benar-benar tidak mengerti, apa yang kamu sukai dari Debora?"