icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Malam Gairah: Cinta Adalah Game Pemberani

Malam Gairah: Cinta Adalah Game Pemberani

icon

Bab 1 Membalas Penghinaan

Jumlah Kata:1444    |    Dirilis Pada: 28/06/2023

Camila Trevino seharusnya menikah hari ini. Namun sial baginya, pengantin prianya tidak ada di mana-mana.

Dia melirik ke arah ruangan yang kosong tanpa adanya tanda-tanda sang pengantin pria, dan wajahnya pun memucat. Dia merasa benar-benar dipermalukan. Camila tidak terima dengan penghinaan ini! Tapi memangnya apa yang bisa dia lakukan?

Sejak dia lahir, semua aspek dalam kehidupannya telah diatur oleh orang lain. Tentu saja, itu termasuk masalah pernikahannya.

Camila dipaksa untuk melakukan pernikahan ini oleh ayahnya, seorang pria yang dikuasai oleh keserakahannya sendiri.

Kakek Camila bekerja sebagai sopir Robin Johnston, sang pemimpin di Keluarga Johnston yang sangat berkuasa. Nasib buruk menimpa kakeknya, mereka terlibat dalam kecelakaan mengenaskan dan kakeknya berakhir meninggal demi menyelamatkan nyawa Robin.

Dalam beberapa bulan terakhir, perusahaan kecil yang dijalankan oleh keluarganya memiliki utang besar di mana-mana. Mereka bahkan nyaris bangkrut.

Meski begitu, ayah Camila yang licik menolak meminta bantuan Keluarga Johnston karena tahu hal itu akan menghapus utang budi mereka kepada Keluarga Trevino. Sebaliknya, dia membuat rencana agar cucu Robin yang bernama Isaac Johnston bisa menikah dengan Camila.

Mengingat kekayaan Keluarga Johnston, mereka pasti akan memberikan sejumlah uang yang besar untuk meminang Camila.

Sebagai tambahan, mereka akan membangun koneksi yang kuat dengan Keluarga Johnston, dan hubungan itu diikat oleh hukum melalui pernikahan tersebut.

Tentu saja, Keluarga Johnston tidak bisa menolak tawaran tersebut, mereka tidak mau mengambil risiko kehilangan muka karena menolak hal itu.

Isaac menunjukkan ketidakpuasannya dengan tidak menghadiri pesta perjamuan ini, meskipun tidak ada orang di luar kedua keluarga inti yang hadir. Dia juga tidak membiarkan Camila menggunakan nama Keluarga Johnston, dan melarangnya untuk memberi tahu orang lain bahwa dia adalah istrinya.

Semua hal itu berjalan dari awal hingga akhir tanpa ada satu pun orang yang terlibat yang menanyakan pendapat Camila.

Kini, dia berdiri dengan punggung lurus dan bahu tegak. Bulu matanya sedikit bergetar, tetapi sorot matanya menyiratkan sifat keras kepalanya. Dia tidak akan menerima penghinaan ini begitu saja!

Namun, bagaimana caranya dia membalas penghinaan ini? Dia masih bertanya-tanya bagaimana dia sebaiknya menghabiskan malam pernikahannya saat dia menerima pesan dari seorang rekannya.

Wanita yang mengirim pesan meminta Camila untuk menggantikan shift malamnya.

Camila tanpa ragu menyanggupi. Dia berjalan keluar dari kamar dan memesan taksi untuk membawanya ke rumah sakit.

Beberapa saat kemudian, dia sudah berada di ruang staf rumah sakit dan memeriksa catatan pasien. Gaun malam yang sebelumnya dia kenakan telah berganti dengan snelli berwarna putih.

Dengan suara keras, pintu tempat dia berada tiba-tiba terbuka dari luar dan menabrak dinding.

Sebelum Camila sempat melihat apa yang sedang terjadi, pintu itu kembali dibanting hingga tertutup. Dia mendengar gerakan seseorang menekan saklar, dan ruangan itu pun menjadi gelap.

Bulu kuduknya seketika merinding.

"Siapa ...."

Dia tidak sempat menyelesaikan kalimatnya saat dirinya didorong ke bawah meja. Beberapa alat tulis jatuh ke lantai saat dia merasakan ujung pisau yang dingin dan tajam ditekan ke arah lehernya. "Diam!" bisik penyerangnya dengan garang.

Camila hampir tidak bisa melihat wajah pria itu, meski matanya cukup mencolok. Mata pria itu berkilat di tengah cahaya yang redup, dan tatapannya penuh dengan kewaspadaan.

Bau logam yang tidak asing tercium di udara di sekitar mereka, membuat Camila menyadari bahwa pria ini sedang terluka.

Berkat pelatihan dan pengalaman Camila selama bertahun-tahun sebagai dokter, dia bisa tetap tenang dalam situasi seperti ini.

Perlahan dia melengkungkan salah satu kakinya, berencana untuk menyerang pria itu dengan menggunakan lututnya.

Namun, pria itu bisa membaca pikirannya. Begitu dia merasakan gerakan Camila, dia menjepit kedua kaki Camila secara paksa dan menekankannya ke meja dengan pahanya yang kuat.

Tiba-tiba saja, mereka mendengar suara langkah kaki di lorong di luar ruangan. Langkah kaki itu langsung menuju ke ruang staf.

"Cepat, aku melihatnya pergi ke arah sini!"

Hanya butuh satu jeritan untuk meminta tolong, dan orang-orang di luar sana pasti akan menerobos masuk ke dalam ruangan.

Tidak punya pilihan lain, pria itu menundukkan kepalanya dan mencium Camila.

Camila meronta, dia terkejut saat dia sanggup mendorong pria itu menjauh dengan mudah. Dia semakin terkejut melihat pria itu tidak lagi mengancamnya dengan pisau.

Pikiran Camila berpacu dengan liar.

Pada saat ini, orang yang berada di luar sana sudah memegang kenop pintu dan akan membukanya.

Camila membuat keputusan dalam kepalanya dan segera menarik pria itu ke arahnya dan melingkarkan lengan pria itu di lehernya. Kali ini, giliran Camila yang balas menciumnya.

"Aku bisa membantumu," gumamnya pelan, berharap pria itu tidak bisa melihat ketakutannya.

Pria itu menelan ludah. Butuh beberapa detik hingga dia memutuskan, dan Camila bisa merasakan napasnya yang hangat di telinganya. "Aku akan bertanggung jawab untuk ini." Suaranya rendah dan menawan.

Namun tampaknya pria ini salah paham. Camila hanya bermaksud melakukan semua ini dengan pura-pura. Pria itu tidak perlu bertanggung jawab atas apa pun.

Detik berikutnya, pintu itu kembali terbuka.

Camila dan pria itu langsung beradu ciuman kembali. Camila bahkan mengerang keras dengan suara desahan yang menggoda, seperti yang pernah dia dengar di video porno. Meski mereka berada di tengah kesulitan, pria itu dapat merasakan tubuhnya bereaksi terhadap suara Camila. Dia mungkin akan kehilangan kendali jika orang-orang di pintu itu tidak berbicara.

"Sialan! Ternyata hanya pasangan yang sedang bermesraan. Astaga, mereka bahkan berani berbuat tindakan senonoh di rumah sakit. Dasar tidak tahu malu!"

Cahaya dari lorong memasuki ruangan dan memperlihatkan sosok yang menempel satu sama lain. Tubuh pria itu tertutupi oleh Camila, sehingga wajahnya tersembunyi dari mata orang-orang yang mendobrak pintu.

"Yah, itu jelas bukan Isaac, bajingan itu terluka parah. Tidak peduli seberapa menggodanya wanita itu, aku ragu dia punya tenaga untuk melakukan apa pun padanya."

"Tapi suara wanita itu sangat menggairahkan, bukan?"

"Tutup mulutmu dan keluar dari sini! Kita harus menemukan Isaac secepat mungkin, atau kita bisa dibunuh!"

Terdengar suara derap kaki saat orang-orang itu bergegas pergi, meninggalkan pintu itu tertutup kembali dengan sendirinya.

Pria itu tahu bahwa pengejarnya telah pergi, tetapi saat menyadari bahwa kini mereka sudah ditinggalkan sendiri, dia pun kehilangan kendali. Akalnya berhenti bekerja untuk sesaat, digantikan oleh gelombang nafsu yang menguasai dirinya.

Gelombang nafsu tersebut juga melanda Camila. Entah apakah itu karena kedekatan mereka, atau posisi mereka yang intim, atau mungkin karena pacuan adrenalin yang tiba-tiba, tapi yang jelas, ada sifat memberontak yang tidak pernah Camila rasakan sebelumnya yang kini muncul ke permukaan.

Hingga saat ini, dia selalu menjalani kehidupan abu-abu yang monoton, selalu mematuhi aturan dan rencana yang telah ditetapkan oleh orang lain untuknya.

Kali ini—untuk sekali saja—dia ingin memanjakan dirinya sendiri.

Camila melepaskan semua hal yang menahannya dan membebaskan pria itu untuk melakukan apa pun yang dia mau. Demikianlah, Camila melepaskan keperawanannya dengan pria itu begitu saja, melalui hubungan seks yang kasar dan menyakitkan sebagai pengalaman pertamanya.

Saat mereka selesai, pria itu mencium pipinya. "Aku akan datang padamu," ujarnya dengan suara yang dipenuhi dengan sisa-sisa kenikmatan. Setelah itu, dia pergi begitu saja, sama seperti kedatangannya yang tiba-tiba.

Butuh waktu beberapa saat hingga Camila dapat berdiri kembali. Pinggang dan punggungnya sakit, belum lagi selangkangannya.

Keheningan di ruangan itu dipecahkan oleh suara dering teleponnya. Dia melihat sekeliling dan mendapati ponselnya berada di ujung meja.

Camila mengambilnya sebelum ponsel itu jatuh, lalu menjawab telepon tersebut. "Dokter!" Terdengar suara panik dari seberang telepon. "Seorang pasien baru saja diantar ke ruang gawat darurat. Dia mengalami kecelakaan mobil dan terluka parah. Kami butuh kehadiran Anda di sini untuk memberikan perawatan segera!"

Camila berdeham untuk menstabilkan suaranya. "Baiklah, aku akan segera ke sana."

Dia menutup telepon dan melangkah menuju pintu, tetapi segera menghentikan langkahnya untuk sesaat. Dia menatap dirinya sendiri. Pakaiannya berantakan dan kusut, ditambah lagi ada sesuatu yang lengket di antara kedua kakinya.

Camila tersentak saat menyadari kondisinya saat ini. Dia benar-benar baru saja berhubungan seks dengan orang tak dikenal di malam pernikahannya.

Itu adalah hal paling berani yang pernah dia lakukan!

Namun, sekarang bukan saatnya untuk merayakan perbuatannya ataupun memikirkan akibatnya. Camila merapikan dirinya dan pergi ke unit gawat darurat.

Dia sibuk bekerja sepanjang malam itu.

Pada saat dia akhirnya selesai, waktu sudah hampir pagi. Dia kembali ke ruang staf dan mendapati bahwa ruangan itu masih berantakan seperti saat dia meninggalkannya.

Camila mengepalkan tangannya saat kenangan malam sebelumnya—yang sebenarnya baru beberapa jam yang lalu—memenuhi pikirannya.

"Terima kasih sudah mengambil alih shift-ku, Dr. Trevino." Rekan Camila, Debora Griffith, masuk ke dalam dengan senyum penuh terima kasih.

Camila memaksakan diri untuk tersenyum. "Sama-sama."

"Urusanku sudah selesai, jadi kamu sebaiknya pulang dan beristirahatlah." Debora melirik ke arah kertas-kertas yang berserakan di lantai dan mengangkat alisnya. "Apa yang terjadi di sini? Kenapa lantainya berantakan sekali?"

Camila mengalihkan pandangannya dengan panik dan berkata, "Oh, aku tidak sengaja menjatuhkan semuanya. Tolong bantu aku membereskan semua kekacauan ini. Aku sangat lelah, jadi aku akan pulang lebih dulu."

Debora merasa tanggapan Camila sedikit aneh, tetapi dia tidak terlalu memikirkannya. Mereka saling mengucapkan selamat tinggal, dan dia mulai mengumpulkan barang-barang yang berserakan di lantai.

Debora baru saja mulai bekerja ketika direktur rumah sakit muncul di pintu, diikuti oleh asisten Isaac.

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka
1 Bab 1 Membalas Penghinaan2 Bab 2 Merasa Bersalah3 Bab 3 Pasien Penting4 Bab 4 Magang5 Bab 5 Impian Seumur Hidup6 Bab 6 Pil Kontrasepsi Darurat7 Bab 7 Wanita yang Kotor8 Bab 8 Menginginkan Wanita yang Tidak Bermoral9 Bab 9 Carilah Wanita Itu Sendiri10 Bab 10 Sebuah Kebetulan11 Bab 11 Sesuatu yang Berharga12 Bab 12 Tujuan Utama13 Bab 13 Dilarang14 Bab 14 Apa Kamu Menyukainya 15 Bab 15 Apa Kamu Mencoba Merayuku 16 Bab 16 Ciuman Tidak Langsung17 Bab 17 Siapa Gadis Malam Itu 18 Bab 18 Trik yang Sama 19 Bab 19 Wanita Itu Bukan Debora20 Bab 20 Tidak Pantas Mendapatkan Perhatiannya21 Bab 21 Raja Selingkuh22 Bab 22 Tidak Ada yang Boleh Mendambakannya23 Bab 23 Permintaan yang Tidak Biasa24 Bab 24 Aku Ingin Bercerai!25 Bab 25 Apa Kamu Jatuh Cinta Padaku 26 Bab 26 Konsultasi Daring Pertamanya27 Bab 27 Hamil Anak Kembar28 Bab 28 Apa Kamu Cemburu 29 Bab 29 Sebaiknya Kamu Melakukan Aborsi30 Bab 30 Sesuatu yang Menyenangkan31 Bab 31 Isaac Berpura-pura32 Bab 32 Berhentilah Berpura-pura33 Bab 33 Sesuatu yang Mencurigakan34 Bab 34 Keguguran35 Bab 35 Kebetulan36 Bab 36 Pengemudi Tabrak Lari37 Bab 37 Mengulur waktu38 Bab 38 Dia Tidak Akan Menyukaiku39 Bab 39 Keindahan Dalam Kegelapan40 Bab 40 Argumen Antara Ayah dan Putri41 Bab 41 Suamiku Akan Menafkahiku42 Bab 42 Salah Strategi43 Bab 43 Kamu Menyukai Camila44 Bab 44 Menabur Perselisihan45 Bab 45 Perubahan Rencana46 Bab 46 Cemburu47 Bab 47 Rencana Melarikan Diri48 Bab 48 Menangkapnya49 Bab 49 Tidak Akan Membiarkannya Pergi50 Bab 50 Mengubah Situasi51 Bab 51 Di Mana Kuncinya 52 Bab 52 Pingsan53 Bab 53 Tas Bekal54 Bab 54 Kesepakatan55 Bab 55 Tidak Ada Janji Malam Ini56 Bab 56 Duplikat57 Bab 57 Pil Pencernaan58 Bab 58 Pria Menyukai Wanita yang Lembut59 Bab 59 Pemeriksaan Kehamilan60 Bab 60 Camila Yang Memberitahuku61 Bab 61 Siapa Kekasihnya 62 Bab 62 Seperti Orang Asing63 Bab 63 Apa Kamu Menyesalinya 64 Bab 64 Pertengkaran65 Bab 65 Dia Tidak Bisa Mencintainya66 Bab 66 Menangis67 Bab 67 Lupakan Pria Itu68 Bab 68 Pasangannya69 Bab 69 Camila Menghilang70 Bab 70 Mengkhawatirkannya71 Bab 71 Ke Mana Kamu Pergi di Malam Pernikahan Kita 72 Bab 72 Berhenti Mengawasinya73 Bab 73 Dia Impoten74 Bab 74 Kencan ke Bioskop75 Bab 75 Apa Isaac Impoten 76 Bab 76 Pelakunya Debora77 Bab 77 Tertipu78 Bab 78 Menampar Wajahnya Sendiri79 Bab 79 Dia Memiliki Seorang Ayah yang Baik80 Bab 80 Mencari Keadilan Untuknya81 Bab 81 Mengirimnya ke Luar Negeri82 Bab 82 Memutuskan Untuknya83 Bab 83 Hukuman84 Bab 84 Kejutan Camila Untuk Isaac85 Bab 85 Hadiah Seratus Juta Rupiah86 Bab 86 Kelaparan Sampai Mati di Sini87 Bab 87 Memperlakukanmu dengan Baik88 Bab 88 Jejak Camila89 Bab 89 Membuat Hidupmu Seperti di Neraka90 Bab 90 Kebenaran Terungkap91 Bab 91 Kamu Membohongiku92 Bab 92 Aku Tidak Ingin Kamu Mati Untuk Saat Ini93 Bab 93 Dia Mirip Siapa 94 Bab 94 Apa Kamu Tidak Menginginkanku Lagi 95 Bab 95 Pameran96 Bab 96 Bersikap Sombong97 Bab 97 Apa Itu Sakit 98 Bab 98 Alasan Laura99 Bab 99 Pasangan yang Sudah Menikah Harus Tidur Bersama100 Bab 100 Menyetujui Tawaran