/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
Jas dokter,check!!.
Alat alat periksa gigi, check!!.
Hand sanitizer, check!!.
Peralatan lenong, check!!.
Wait, tapi jangan pikir aku pemain lenong ya!!. Aku mahasiswi kedokteran gigi yang sedang mempersiapkan skripsi, tapi masih harus berjuang supaya mendapatkan izin praktek. Usiaku masih muda, baru juga mau 21 tahun, karena aku sekolah cukup cepat waktu masih kecil dulu. Jadi di usia 17 tahun lebih dikit, aku sudah lulus SMA, lalu masuk universitas kedokteran gigi sebuah universitas negeri ternama almamater mami papiku.
Mamiku seorang dokter gigi juga, bahkan sudah doctoral, karena sempat jadi direktur sebuah rumah sakit swasta rasa rumah sakit negeri, karena konsen memberikan pelayanan kesehatan pada warga tidak mampu yang membutuhkan bantuan kesehatan. Sekarang pun mamiku masih buka praktek gigi di ruko dekat rumahku, dan masih jadi dosen di universitas swasta ternama, karena mulai merasa bosan di rumah saja di saat anak anaknya semakin besar. Papiku pengusaha dalam bidang advertising dan juga pengusaha beberapa pom bensin, karena mamiku adalah putri seorang mantan pejabat perusahaan minyak negara. Jadi papi dan mamiku bisa dengan mudah terjun di bidang usaha pom bensin tadi.
Jadi kehidupan keluarga cukup kayalah ya, walaupun tidak bisa di sebut keluarga konglomerat. Aku punya satu orang adik lelaki, yang masih kelas 2 SMA, namanya Irash Tian Atmadja. Namaku sendiri lupa aku beritahu ya?. Namaku Karra Bella Atmadja. Nanti kalo aku sudah lulus dan dapat surat izin praktek dokter gigi, baru deh bisa di tambah drg, di depan namaku. Mimpiku itu, heheheh.
Nama mamiku, dr. Karina Dwi Mahardika Atmadja, karena nama papiku Toby Surya Atmadja. Tapi papi lebih suka di panggil Obi, karena papi bilang huruf T dari namanya sudah di berikan pada mamiku, yang selalu di panggil Tayang Tayang. Lucu ya?, lucu memang, dan itu romantisme receh ala mami papiku, yang sampai sekarang masih saja berlaku. Jadi jangan kaget kalo papi memanggil mami dengan panggilan Tayang, sampai sekarang dari aku kecil sampai aku sebesar sekarang, masih saja memanggil mami dengan Tayang. Nanti aku cerita lagi deh, sekarang aku harus bersiap ke yayasan rumah singgah untk anak anak jalanan, dan sekaligus panti asuhan yang hanya khusus menampung anak anak bayi yang di buang di jalanan oleh orang tuanya yang tidak bertanggung jawab. Nanti sambil berjalan aku cerita lagi juga.
Sekarang aku harus buru buru keluar kamarku supaya aku tidak terlambat datang ke yayasan tadi untuk melakukan kegiatan rutin bulanan yang di adakan pemilik yayasan. Apalagi kalo bukan pelayanan kesehatan untuk anak anak jalanan dan anak anak panti asuhan tadi. Akan ada tim dokter umum dan anak yang akan bertugas mengecek kesehatan anak anak dan masyarakat sekitar yayasan di setiap inggu pertama setiap bulannya. Aku selalu mengambil bagian karena aku dokter juga, walaupun masih calon. Dan karena rumah sakit yang jadi rekanan yayasan itu juga, merupakan rumah sakit tempat aku kerja part time di poli gigi sebelum nanti aku jadi koas dokter gigi. Ya bisa di bilang sebagai ucapan terima kasihku, juga karena aku suka melakukan kegiatan itu. Seru aja menemukan anak anak yang antusias berceletoh dan bertanya saat aku jelaskan cara menyikat gigi yang baik, atau cara gimana menjaga dan merawat kesehatan gigi. Lalu ada papiku yang setiap bulan selalu menyumbangkan sikat gigi dan pasta gigi pada anak anak yang datang untuk memeriksa gigi mereka di yayasan.
Tapi orang tuaku tidak selalu ikut, mereka punya kesibukan sendiri, jadi terkadang hanya aku yang terlibat dalam kegiatan ini. Tidak masalah, untukku.
“Hai semua…morning…” sapaku pada papi mami yang sudah duduk manis di meja makan untuk menungguku sarapan bersama.
“Morning sayang” jawab mami lalu menanggapi ciuman pipiku begitu pun papiku yang duduk di puncak meja makan.
Lalu aku duduk di kursi di hadapan mami.
“Jagoan belum bangun pih?” tanyaku pada papi yang selalu tau apa yang di lakukan anak anaknya.
“Biasa kalo hari minggu seperti apa kegiatan adikmu. Selepas subuh pasti tidur lagi” jawab papi.
“Harusnya mulai kamu tegur Yang, sudah mau kelas 3 SMA, jangan kamu biarkan nongkrong trus dengan teman temannya kalo malam minggu” kata mami bersuara.
Papi berdecak.
“Sudah biar saja Tayang, masih masanya dia bersenang senang di luar dengan teman temannya. Toh aku atau kamu tau, dimana dia menghabiskan waktu. Jangan terlalu bawel kamunya” jawab papiku.
Gantian mami berdecak.
“Kamu sih dari dulu selalu santai menghadapi anak anak. Nanti aja kalo urusan sekolah mereka jeblok, aku yang repot” keluh mami yang memang lebih serius dari papi kalo urusan sekolah anak anak mereka.
Tapi aku suka mami dan papiku yang seperti ini. Mami keras untuk urusan pendidikan sekolah, sementara papi cukup keras urusan pendidikan agama yang menjurus pada urusan moral dan akhirat. Mamiku aja pakai hijab dan gamis panjang semenjak aku SD. Sempat kaget sih dengan keputusan mami yang menurutku dulu terlalu tiba tiba dan tidak bertahap. Langsung aja gitu pakai gamis gombrong dan hijab panjang dan lebar, di saat dua sahabat mami masih pakai baju mengikuti trend fashion kekinian. Tapi ya siapa yang bisa menebak kapan hidayah datang pada diri seseorang. Dari keraguan sekarang malah aku kagum pada keteguhan mami yang tetap istoqomah dengan pakaian muslim syar’i dan urusan ritual keagamaan mami pun sangat disiplin sekali juga mengikuti papiku, walaupun terkadang mulut mami tetap saja terkadang sembarangan. Mamiku tipe yang ceplas ceplos dan blak blakan. Suka gak suka, dia akan tunjukkan dengan jelas dan terang terangan dan bukan di belakang.
“Kalo kamu lihat mami suka bicara keras dan cenderung tidak pakai rem, sadarinyalah hal it umami lakukan karena mami tidak suka bersikap munafik, dimana di depan orangnya bermanis manis, tapi di belakang menusuk. Ketahui jugalah, sekalipun mami hilang respeck pada seseorang, bukan berarti mami membenci orang tersebut. Yang mami tidak suka pasti etitude atau kelakuannya yang tidak baik. Pada orangnya mah mami tidak akan pernah benci kak. Toh mami manusia juga yang punya kekurangan. Hanya berusaha mengingatkan kalo yang di lakukan tidak baik, selebihnya urusan dia dengan Tuhan. Kalo mami benci pada orangnya, mana mungkin mami menjadi dokter yang mengharuskan mami memperlakukan setiap manusia dengan baik, tanpa alasan apa pun. Mau orang kaya atau miskin, mau orang baik atau gembong teroris, mami harus melihat setiap orang dengan kacamata kemanusiaan” kata mami waktu itu.
Mungkin mami takut aku berpikir, mami jahat sekali pada orang, atau takut aku berpikir mami arogan, egosi atau sok paling benar sendiri. Padahal aku tau kok, mamiku orang baik, sekalipun mulutnya itu loh.
“Mukenamu di bawakan sayang?” tegur mami menjeda lamunanku yang jadi berhenti makan karena melamun tadi.
“Pasti dong mih” jawabku buru buru.
“Good, jangan pintar godain bujang saja kerjamu” ejek mami kemudian.
Aku tertawa menanggapi.
“Mami gak masalah soal kamu yang selalu pecicilan ke bujang teman temanmu, kamu tau hal itu dari dulu. Tapi kamu tetap harus punya pakem rem gimana caranya bersikap sebagai anak perawan baik. Ya caranya gimana?, ya dengan kamu disiplin melakukan ritual agamamu, jadi kamu faham ilmu malu, kalo kamu tau kapan waktunya kamu menutup auratmu saat kamu melakukan kewajibanmu sebagai umat Tuhan. Bukan untuk harga diri papi dan mami nak, tapi untuk harga dirimu. Kamu tetap harus bisa membuat batasan mana sikap murahan dan mana sikap ramah tamah” nasihat mami selalu sebenarnya.
Dan aku selalu mengangguk.
“Mami gak lagi bicara dan mengacu pada satu namakan?” gurauku.
Mami tertawa.
“Memang masih belum move on?” ejek mami mengerti siapa yang aku maksud.
Gantian aku tertawa.
“Konsep move on itu kalo tuh bujang pernah jadi pacarku mih, kan mami tau, sampai sekarang kami hanya tetap berteman saja, seperti mami yang juga berteman baik dengan mamanya” balasku.
Mami tertawa lagi.
“Kita sedangkan siapa sih?” jeda papi sudah selesai sarapan karena sudah minum teh hangat miliknya.
“Jangan pura pura Yang, kamu tau siapa yang perawanmu maksud” protes mami.
Papi tertawa juga.
“Bujang Gladis, teman kamu gibah” ejek papi.
Mami tertawa lagi, dan aku ikutan.
“Memangnya kamu masih ngefans sama bujang teman mamimu?, papi pikir kamu sudah punya beralih pada bujang lain, mungkin calon dokter teman kuliahmu” komen papi.
Aku menghela nafas.
“Papi kaya pernah muda aja. Aku faham banget loh gimana papi yang tetap ngefans sama mami sekali pun dulu mami cuekin dan galakin trus. Tante Risda cerita terus sama aku” protesku.
Tante Risda itu adik bontot papiku, dan sering jadi teman curhatku, orangnya menyenangkan dan seru, begitu juga suaminya yang suka aku panggil cing Mamat karena asli orang betawi.
Kali ini papi terbahak dan mami cengar cengir.
/0/12240/coverorgin.jpg?v=20250123144638&imageMogr2/format/webp)
/0/3699/coverorgin.jpg?v=0bcf6168582ea52fb7b4965acdc2b0c8&imageMogr2/format/webp)
/0/2453/coverorgin.jpg?v=96c7673aae26a3b99eca8d7df29c9aad&imageMogr2/format/webp)
/0/3258/coverorgin.jpg?v=5fb6465f89cc6c5a46aff9806f1bba29&imageMogr2/format/webp)
/0/5360/coverorgin.jpg?v=62bd91f4a9813a16945cda2b0151a6ec&imageMogr2/format/webp)
/0/12069/coverorgin.jpg?v=16c2a531c32afeaf3ab6e9b782cf6e34&imageMogr2/format/webp)
/0/3044/coverorgin.jpg?v=0a9554a3a8c988622a9d601b63531dd4&imageMogr2/format/webp)
/0/15060/coverorgin.jpg?v=186205408f203f5ce4501784bff6c570&imageMogr2/format/webp)
/0/6995/coverorgin.jpg?v=477071284bf8dcad96b8a97850f7598f&imageMogr2/format/webp)
/0/24402/coverorgin.jpg?v=d2f264bac30d49e0d66bdcc85dd8ea80&imageMogr2/format/webp)
/0/21624/coverorgin.jpg?v=387f47fc3719e7d447feed111c0c690f&imageMogr2/format/webp)
/0/10965/coverorgin.jpg?v=cd5e42a9ebc6b2029ca137c6afb76348&imageMogr2/format/webp)
/0/13627/coverorgin.jpg?v=f42a85d4e1e134d90aba9e380b1fb4f6&imageMogr2/format/webp)
/0/2676/coverorgin.jpg?v=ba61c0ba527ea42c26f3d2cffb98e973&imageMogr2/format/webp)
/0/19244/coverorgin.jpg?v=d120edfc595220e29f599bab7a546f88&imageMogr2/format/webp)
/0/21618/coverorgin.jpg?v=a7b5668813765121b2e786b3df0b999a&imageMogr2/format/webp)
/0/26554/coverorgin.jpg?v=0692dd6d9b982272e6b4c6b01ce23c66&imageMogr2/format/webp)
/0/30877/coverorgin.jpg?v=1535f1c97480421768dfc5f1c7e9fd86&imageMogr2/format/webp)
/0/17481/coverorgin.jpg?v=8c3027a31b4f8a53203fcfb6b4783cc5&imageMogr2/format/webp)