Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Seorang wanita bercadar tengah mengajar anak-anak di musholla. Namun kehadiran Pamannya membuatnya terkejut. Pasalnya, Pamannya tidak pernah menemuinya saat sedang mengajar.
"Assalamualaikum Zafirah, bisakah kamu pulang sebentar?" ucap sang Paman.
"Wa'alaikumsalam, Paman ada apa?"
"Bisakah, anak-anak kamu pulangkan lebih awal? Ada yang ingin Paman bicarakan denganmu,"
"Baiklah, Paman. Tunggu sebentar,"
"Kalau begitu, Paman pulang dulu. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatu, hati-hati Paman!"
"Iya Zafirah, kamu juga hati-hati!"
Zafirah memulangkan anak didiknya lebih cepat sesuai keinginan Pamannya. Rasa penasaran yang membuatnya semakin mempercepat langkah kakinya menuju tempat tinggalnya. Jarak musholla ke rumah hanya di tempuh lima belas menit. Sesampaimya di depan rumah sederhana, Zafirah di kejutkan dengan adanya mobil mewah terparkir di depan rumah Pamannya, membuatnya semakin penasaran.
"Assalamualaikum Paman, Zafirah pulang!"
Langkah Zafirah terhenti ketika melihat seorang pria berbaju Koko putih dan celana hitam.
"Wa'alaikumsalam, kamu sudah pulang, Nak? Duduklah di samping Paman!"
"Assalamualaikum Zafirah, apa kabar?"
"Wa'alaikumsalamsalam?"
Zafirah menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Nak Zafirah, apa kamu tidak mengenali pria yang berada di hadapanmu?"
Paman yang mengerti jika, Zafirah tidak akan menatap lawan jenisnya hanya menundukkan wajahnya.
Zafirah menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, bahwa dia tidak mengenali pria di depannya.
"Nak dia adalah Zaki, teman kamu waktu di pesantren. Apa kamu lupa? Coba kamu lihat!"
Zafirah mengangkat wajahnya, mata mereka saling mengunci sesaat. Mereka menyadari jika bukan mahromnya, dengan cepat mereka saling melempar pandangan ke arah lain, dengan mengucap istighfar.
"Apa sekarang kamu sudah ingat siapa dia?" tanya sang Paman.
"Iya Paman, kak Zaki apa kabar?"
"Alhamdulillah, kabar kakak baik. Bagaimana kabarmu Zafirah, lama kita tidak bertemu,"
"Alhamdulillah kak, kabar Zafirah baik. Kapan kakak kembali dari Kairo?"
"Seminggu yang lalu. Zafirah, Paman, ada yang ingin aku sampaikan pada kalian,"
Zafirah saling pandang dengan sang Paman, mereka tidak tahu apa yang akan di katakan oleh Zaki.
"Apa yang ingin Nak Zaki sampaikan pada kami?" tanya Paman pada Zaki.
"Begini Paman, Zafirah. Niat dan maksud kedatangan saya ke sini ingin Ta'aruf Zafirah,"
Zafirah dan Paman kembali saling pandangan, mereka tidak menyangka jika Zaki datang untuk Ta'aruf Zafirah. Begitu pula dengan Zafirah yang terkejut dengan ucapan Zaki.
"Nak Zaki, semua keputusan ada di tangan Zafirah, Paman hanya mengikutinya saja. Zafirah bagaimana pendapatmu?"
"Bismillah, Zafirah mau Paman," sahut Zafirah, tidak semudah Zafirah menerima ta'aruf dari Zaki. Selama ini mereka saling kenal, walau pada saat di pesantren mereka tidak saling mengenal secara pribadi. Tetapi, mereka hanya bertemu berapa kali dalam acara pesantren dan hal itu tidak di sengaja.
"Alhamdulillah, nak Zaki. Bawa saudaramu kemari!"
"Baik Paman, dua hari lagi saya akan menikahi Zafirah. Saya akan datang lagi bersama abang dan rombongan, tidak perlu menyiapkan apapun karena saya akan menyiapkan semuanya.
"Baiklah, Zaki minumlah dulu! Zafirah, Paman ke dalam dulu, kalian pasti ingin mengatakan sesuatu tanpa ada Paman,"
"Tidak ada Paman!"
"Tidak ada Paman!"
Mereka saling mengucapkan kata-kata yang sama. Mereka tidak ingin berdua di ruangan yang sama. Mereka tahu batasan.
"Bicaralah, Paman mengerti kalian pasti ingin mengatakan sesuatu. Bukankah kalian sudah lama tidak bertemu?"
"Paman mengerti kalian bisa membatasi diri kalian," lanjutnya.
Paman meninggalkan ruang tamu, kini baik Zafirah dan Zaki saling diam. Tidak ada yang memulai obrolan sehingga Zaki yang berinsiatif memulai obrolan terlebih dulu. Tanpa menatap wajah Zafirah, Zaki memulai membuka pembicaraan mereka.
"Zafirah, sebaiknya kita keluar. Rasanya tidak enak, jika kita berdua di ruangan ini, meskipun pintu terbuka,"
"Iya kak, silakan!"
Zafirah mengikuti langkah Zaki dari belakang menuju teras rumah. Mereka tetap dengan batasan tanpa saling berhadapan, dan tanpa duduk berdampingan.
"Zafirah apa kamu benar-benar menerimaku?"
"Insya Allah, Zafirah menerima kak Zaki,"
"Alhamdulillah, terima kasih Zafirah. Dua hari lagi aku akan menikahimu. Aku akan datang bersama Abang,"
"Maaf kak Zaki, apa boleh Zafirah bertanya?"
"Tentu Zafirah, tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan. Insya Allah, aku akan menjawabnya,"