Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Jam tiga subuh,
Rini berlari dengan sekuat tenaga sambil menggendong bayi yang dilahirkannya dua minggu yang lalu. Rini berusaha melarikan diri dari kejaran suaminya Anto, yang akan merampas bayinya dan menjualnya kepada orang yang tidak bertanggung jawab.Sama seperti suaminya Anto, Junaedi juga selalu mabuk-mabukan dan selalu berada di meja judi.
Anto sudah menjanjikan bayi yang akan dilahirkan Rini, hendak diberikan kepada Junaedi sebagai pelunasan hutang judinya. Istri Junaedi selalu meminta untuk mengadopsi seorang anak. Karena mereka tidak memiliki keturunan.
Dalam keputus asaan, Rini memasuki komplek perumahan elit, yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal kumuhnya.
Dengan mengendap-endap, Rini melewati pos penjagaan. Security yang terlihat mengantuk memuluskan langkah Rini memasuki komplek perumahan tersebut.
Dengan sangat hati-hati, Rini terus melangkah menyusuri perumahan itu. "Anto tidak mungkin menyusulku kemari, " batin Rini sambil terus berlari.
Rini melewati sebuah rumah yang gerbang rumahnya tidak tertutup rapat. Melihat itu, timbul dibenak Rini untuk meletakkan bayinya di depan pintu rumah tersebut. Dengan harapan, si empunya rumah mau memelihara putrinya tersebut dan menyekolahkannya kelak.
Dengan sangat hati-hati, Rini membuka pintu gerbang itu dengan perlahan supaya tidak menimbulkan suara.
Sejenak Rini memberikan ASI kepada putrinya tersebut hingga kenyang sebelum Rini meninggalkan putrinya tersebut disana.
Dengan berurai air mata, Rinipun melangkah keluar dari gerbang rumah itu.
"Semoga kamu baik-baik saja, " ucap Rini pelan.
Rinipun akhirnya meninggalkan putrinya di depan pintu rumah tersebut dalam keadaan tertidur pulas dan dibungkus dengan kain gendongan dan mantel.
Ke esokan harinya, suara tangis bayi itu membangunkan seluruh penghuni Rumah. Dengan tergesa namun juga merinding. Nyonya Bramastio berlari kearah pintu.
"Ayo Pa, cepat! " desak Nyonya Bramastio kepada suaminya yang terlihat lambat bergerak.
"Iya Bu, sabar..., "
Tuan Bramastio pun segera membuka pintu. Dan terlihatlah wujud bayi yang menangis dengan begitu kencangnya.
"Aduh Pa, bagaimana ini? "tanya Nyonya Bramastio dengan suara bergetar.Bukan cuman suara, bahkan tubuh Nyonya Bramastio terlihat gemetar.
" Aduh, Papa juga bingung, kita bawa masuk saja dulu, kasihan, "saran Tuan Bramastio.
Nyonya Bramastio pun segera mengangkat tubuh bayi itu dari lantai dan membawanya masuk kedalam rumah.
Tubuh bayi itu sudah menggigil kedinginan. Pasalnya popok yang dikenakan bayi itu sudah basah oleh air pipisnya.
" Ambilkan sarung Bi! "perintah Nyonya Bramastio kepada Bibi Kotimah
Nyonya Bramastio pun segera membuka seluruh pakaian bayi itu, lalu membungkusnya dengan sarung.
Suara tangisan bayi yang tiada henti membuat Gilang anak semata wayang mereka, terjaga dari tidurnya. Begitu juga dengan supir di rumah itu.
Gilang saat itu masih berumur delapan tahun dan duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar.
Dengan berbondong, pengisi rumah mengelilingi bayi tersebut.
"Bi, buatkan susu untuknya, mungkin dia kehausan, " perintah Nyonya Bramastio.
"Tapi kita tidak ada susu untuk bayi Nyonya, " ujar Bibi Kotimah.
"Pakai susu Gilang saja Bu, " usul Gilang. Gilang merasa kasihan melihat bayi tersebut terus menangis.
Spontan orang yang ada di situ saling memandang mendengar usul dari Gilang.
"Iya, Bi. pakai susu Gilang saja dulu, kasihan dia, tapi takarannya di kurangi, " pinta Nyonya Bramastio.
Bibi Kotimah pun segera berlari kedapur untuk membuatkan susu untuk bayi tersebut.
Nyonya Bramastio pun menyuapkan susu tersebut menggunakan sendok kecil ke mulut bayi itu.
Dengan lahap bayi itu terus meminum susu yang disuapkan Nyonya Bramastio kedalam mulutnya. Tangisannya kini sudah tidak terdengar lagi.
"Ma, coba aku dulu yang kasih dedek bayinya minum, " pinta Gilang.
Sedari tadi Gilang memandang bayi itu dengan mata yang berbinar.
Nyonya Bramastio pun memberikan sendok di tangannya kepada Gilang.
"Sedikit-sedikit saja kasihnya, " ucap Nyonya Bramastio mengingatkan.
Dengan semangat, Gilang menyendok susu tersebut ke mulut bayi itu dengan sangat hati-hati. Gilang pun tertawa kala Bayi itu menelan susu yang masuk ke mulutnya.
"Dia meminumnya, Mi! " lapor Gilang girang.
Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihat tingkah Gilang.
"Sudah cukup, " ucap Nyonya Bramastio kala melihat bayi itu cekukan dan mengeluarkan kembali susu dari mulutnya.
"Dia sudah kenyang, " lanjut Nyonya Bramastio, kala melihat wajah Gilang tidak setuju dengan ucapannya yang menghentikan aksinya memberikan susu untuk bayi itu.
Mendengar bayi itu sudah kenyang, akhirnya Gilang pun menyudahi menyuapi bayi itu.
"Mi, boleh aku menggendongnya? "pinta Gilang.
Sejenak Nyonya Bramastio terlihat berpikir sebelum akhirnya memberinya kepada Gilang.
" Sebentar saja, ya? "ucap Nyonya Bramastio sambil meletakkan bayi itu pada pangkuan Gilang dan dalam penjagaan Nyonya Bramastio.
Wajah Gilang tersenyum tatkala bayi itu ada di dalam pangkuannya. Dengan perlahan Gilang mencium wajah bayi itu.
" Bagaimana ini Mi? apa yang harus kita perbuat? "tanya Tuan Bramastio.
" Mami gak tahu, Mami juga bingung, "jawab Nyonya Bramastio.
" Mana ada waktu Mami mengurusnya, "ucap Tuan Bramastio.
Nyonya Bramastio pun membenarkan perkataan suaminya tersebut dengan menganggukkan kepalanya.
" Minggu depan, saya juga harus menghadiri seminar di Jepang selama seminggu, "tutur Nyonya Bramastio mengingat jadwal kerjanya yang selalu padat.
" Bagaimana kalau kita serahkan saja ke panti asuhan? "usul Nyonya Bramastio.
" Saya rasa itu hal yang terbaik untuk bayi ini, "jawab Tuan Bramastio.
Gilang tidak memahami pembicaraan kedua orang tuanya tersebut. Dia sibuk menciumi dan mengelus wajah bayi itu.
"Sudah ya nak, Gilang mandi dulu, kan mau sekolah? " ucap Nyonya Bramastio kepada Gilang.
"Gak mau," jawab Gilang spontan sambil merengkuh erat bayi tersebut.
Melihat aksi Gilang, seketika orang yang berada di ruangan itu merasa panik.