Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
KESETIAAN DI TENGAH BADAI

KESETIAAN DI TENGAH BADAI

BEGE

5.0
Komentar
Penayangan
5
Bab

Ketika sebuah skandal menghantam karier sang suami, istrinya berdiri di sampingnya meskipun banyak yang memintanya untuk pergi. Bersama, mereka melewati badai tersebut dan membuktikan bahwa cinta sejati dapat mengatasi semua rintangan.

Bab 1 Awal dari Semua

Langit sore itu memancarkan warna keemasan yang merambat hingga balkon apartemen mewah mereka. Lila sibuk menyiapkan makan malam sederhana, sambil sesekali memeriksa ponselnya yang terus bergetar. Ia tersenyum saat melihat foto anak-anak mereka yang baru saja dikirim oleh ibunya. Hari itu, kedua buah hatinya sedang menginap di rumah nenek, dan ia ingin menghabiskan malam yang tenang bersama suaminya, Arya.

Lila terkejut ketika mendengar suara pintu utama dibanting keras. Biasanya, Arya selalu pulang dengan senyuman hangat, namun kali ini, wajahnya tampak tegang dan letih. Mata Arya menerawang, tidak seperti biasanya.

"Arya, kamu baik-baik saja?" tanya Lila, sambil menghampirinya dan menyentuh pundaknya dengan lembut.

Arya menghela napas panjang. Ia duduk di kursi makan, menundukkan kepala, dan kemudian mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Aku... aku nggak tahu harus mulai dari mana, Lila."

Lila merasa jantungnya berdegup kencang. Ia menelan ludah, berusaha menenangkan dirinya. "Ada masalah di kantor?"

"Bukan cuma masalah, ini... lebih dari itu." Arya menghela napas dalam-dalam, lalu menatap Lila dengan mata yang lelah. "Besok pagi, akan ada berita besar di media tentang aku. Mereka... menuduhku terlibat dalam kasus penggelapan dana."

Lila terdiam, berusaha mencerna kata-kata suaminya. "Penggelapan dana? Apa maksudnya, Arya? Kamu nggak melakukan itu, kan?"

"Tentu saja nggak!" Arya meraih tangan Lila, menggenggamnya erat. "Aku nggak bersalah, Lila. Ini jebakan! Ada orang di kantor yang ingin menjatuhkanku."

Lila menggigit bibir, berusaha menahan air matanya. Dia percaya pada Arya, namun kabar ini terlalu mendadak. "Kamu sudah bicarakan ini dengan pengacaramu?"

Arya mengangguk lemah. "Sudah. Tapi... masalahnya, Lila, bukti-bukti yang ada sangat memberatkanku. Mereka memiliki dokumen dan transfer yang seolah-olah aku yang melakukannya."

Lila terkejut. Suaranya bergetar ketika ia berkata, "Mereka pasti memalsukannya, Arya. Kita harus cari tahu siapa yang melakukan ini."

"Benar. Tapi... aku nggak tahu berapa lama semua ini akan selesai. Dan... Lila, aku nggak mau kamu terlibat dalam kekacauan ini," ucap Arya lirih, pandangannya penuh kecemasan.

Lila meraih wajah Arya dan menatapnya dengan penuh keteguhan. "Arya, kita sudah menjalani hidup ini bersama. Bukan cuma dalam keadaan bahagia, tapi juga dalam keadaan sulit. Kamu suamiku, dan aku percaya padamu."

Mata Arya tampak berkaca-kaca. "Aku hanya takut, Lila. Media nggak akan berhenti. Mereka akan menyeret kamu, anak-anak, dan seluruh keluarga kita. Aku nggak mau kamu menderita karena ini."

Lila menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan kekuatan. "Kita akan menghadapi ini bersama, Arya. Aku nggak akan meninggalkanmu di tengah badai seperti ini. Kita akan mencari cara untuk membuktikan bahwa kamu nggak bersalah."

Mendengar kata-kata itu, Arya mengangguk pelan. "Terima kasih, Lila. Aku nggak tahu apa yang akan kulakukan tanpamu."

Lila tersenyum kecil, meskipun hatinya penuh kecemasan. "Yang penting sekarang, kita harus bersiap untuk menghadapi hari esok."

Saat malam semakin larut, mereka duduk di ruang tamu, berdiskusi tentang langkah apa yang harus diambil. Keduanya tahu bahwa ini baru awal dari perjalanan panjang dan penuh tantangan. Badai sudah di depan mata, namun Lila tetap memilih untuk setia, bertahan di samping Arya, apa pun yang terjadi.

Keesokan paginya, ketika Lila sedang merapikan meja makan, teleponnya berdering. Nama teman lamanya, Nina, tertera di layar.

"Lila, kamu nggak apa-apa? Aku baru saja lihat berita pagi ini. Itu Arya, kan?" suara Nina terdengar cemas.

"Iya, itu Arya," jawab Lila tenang, walaupun ada getaran di suaranya.

"Tapi Lila... apa kamu yakin akan tetap bertahan di sampingnya? Kamu tahu, banyak yang bilang...," Nina terdiam, seolah ragu melanjutkan.

Lila tahu ke mana arah pembicaraan ini. "Nina, aku tahu apa yang mereka katakan. Tapi aku kenal Arya, dan aku percaya dia nggak bersalah."

"Lila, aku hanya khawatir. Kasus ini mungkin akan menghancurkan hidupmu, kehidupan anak-anak. Kamu mungkin perlu berpikir ulang," kata Nina dengan nada prihatin.

"Terima kasih atas perhatianmu, Nina," Lila berusaha tersenyum. "Tapi keputusan ini sudah kuambil. Aku akan mendukung Arya."

Setelah menutup telepon, Lila menatap keluar jendela. Badai yang akan dihadapinya tak lagi hanya datang dari media, namun juga dari orang-orang terdekatnya yang meragukan kesetiaannya. Namun, di dalam hatinya, ia merasa mantap. Untuk Arya, ia akan bertahan.

Televisi di ruang tengah menyala, menampilkan berita utama yang membahas skandal yang menghebohkan dunia bisnis. Wajah Arya terpampang di layar, disertai dengan headline sensasional. Para pembawa berita membahas detail yang diberitakan pihak media, mulai dari dugaan penggelapan dana hingga kemungkinan penipuan besar yang dilakukan oleh perusahaannya. Lila merasa hatinya tersayat-sayat mendengar berita itu, namun ia tetap menonton, berusaha memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Saat Arya keluar dari kamar, dia melihat Lila yang menatap layar televisi dengan ekspresi terpukul. Ia tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa ia sembunyikan darinya.

"Lila," panggil Arya lembut, mencoba mengalihkan perhatian istrinya dari layar.

Lila tersentak dan menoleh, lalu menghela napas. "Arya, berita ini... semuanya terdengar sangat mengerikan. Mereka membuatmu terlihat seperti... penjahat."

Arya mengangguk pelan, duduk di sampingnya. "Aku tahu. Mereka memang pandai memainkan kata-kata. Tapi percayalah, aku akan membuktikan bahwa aku nggak bersalah, Lila. Aku hanya perlu waktu untuk mengumpulkan bukti."

Lila menatap suaminya, mencoba menembus segala kekhawatiran di balik wajah tenang itu. "Aku percaya padamu, Arya. Tapi apa kamu yakin bisa melawan semua ini? Sepertinya mereka benar-benar ingin menghancurkanmu."

"Entah siapa yang melakukannya, tapi aku yakin ini bukan sekadar masalah persaingan bisnis. Seseorang... seseorang sangat ingin menjatuhkanku." Arya mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarah yang tersirat.

"Siapa pun mereka, kita akan hadapi bersama, Arya. Aku nggak akan pergi ke mana-mana," kata Lila dengan tegas.

Senyum kecil menghiasi wajah Arya. "Terima kasih, Lila. Kamu nggak tahu betapa berartinya dukunganmu bagiku."

Lila menggenggam tangan Arya erat. "Aku janji, Arya. Sekuat apa pun badai ini, aku akan tetap di sini."

Beberapa saat kemudian, bel pintu apartemen mereka berbunyi. Arya bangkit dan berjalan ke arah pintu dengan kerutan di dahi. Di luar pintu, berdiri seorang pria dengan pakaian rapi, wajahnya serius, membawa berkas-berkas di tangannya.

"Pak Arya, saya Dimas, pengacara yang disarankan Pak Prasetyo," katanya sambil memperkenalkan diri. "Bolehkah saya masuk?"

"Silakan, Pak Dimas," Arya mempersilakan pria itu masuk. Lila hanya bisa menatap dengan cemas, bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah mereka duduk, Dimas membuka berkasnya dan langsung to the point. "Saya sudah meninjau kasus ini, dan saya rasa ada celah yang bisa kita manfaatkan. Tapi, ini akan memerlukan waktu, Pak Arya."

"Maksudnya, celah seperti apa?" tanya Arya.

"Saya rasa ini adalah jebakan yang sangat terencana. Ada beberapa dokumen yang terlihat jelas-jelas seperti direkayasa, namun untuk membuktikannya tidak mudah," jawab Dimas. "Kita perlu mendapatkan dokumen-dokumen asli dan menggali lebih dalam siapa yang terlibat dalam penipuan ini."

Lila mengangguk, berusaha memahami. "Apakah itu berarti Arya masih punya kesempatan untuk bebas dari semua tuduhan ini, Pak Dimas?"

"Ya, tapi ini tidak akan mudah. Kami perlu menyusun rencana pertahanan yang kuat. Media akan terus menekan dan membuat semuanya semakin sulit." Dimas melihat ke arah Arya, lalu menambahkan, "Dan saya ingin Pak Arya bersiap menghadapi publikasi yang lebih buruk dari ini."

Arya menghela napas panjang. "Sejak berita ini tersebar, hidup kami sudah seperti mimpi buruk. Saya nggak tahu bagaimana lagi harus menghadapi semua ini."

Lila menatap Arya, lalu meraih tangan suaminya lagi. "Arya, kita akan melalui ini bersama. Pak Dimas, tolong beri tahu kami langkah apa saja yang harus kami lakukan."

Dimas menatap pasangan itu dengan ekspresi penuh simpati. "Langkah pertama, kita harus menenangkan media. Jangan memberikan komentar apa pun yang bisa dijadikan bahan berita. Pak Arya, Anda perlu menahan diri untuk tidak memberikan tanggapan publik sampai kami benar-benar siap."

Arya mengangguk paham, meskipun terlihat jelas bahwa ia tak nyaman diam dan hanya menunggu. Sementara itu, Lila merasa semakin kuat bahwa keputusan untuk tetap setia pada Arya adalah keputusan yang benar, meski risiko yang harus dihadapi tidaklah kecil.

Saat Dimas pamit, Arya menatap istrinya dan tersenyum lemah. "Aku nggak tahu bagaimana kamu bisa bertahan di sisiku, Lila."

Lila tersenyum dan menjawab, "Karena aku mencintaimu, Arya. Dan karena aku percaya bahwa kebenaran akan selalu menang. Kita hanya perlu sabar."

Malam itu, Lila dan Arya berbicara panjang lebar tentang masa depan mereka, tentang keluarga dan harapan-harapan yang mereka miliki. Di dalam hati, Lila tahu badai yang mereka hadapi bukanlah sesuatu yang mudah, tapi cinta dan kesetiaannya akan menjadi jangkar yang menahan mereka di tengah samudera masalah ini.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh BEGE

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku