Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Matahari di tengah malam

Matahari di tengah malam

Nurtetti Sijabat

5.0
Komentar
180
Penayangan
4
Bab

Saya mengenalmu sejak kamu bayi, " ucap Gilang. Lany memandang wajah pria yang berbicara kepadanya dengan nanar. "Kamu lucu sekali, mana mungkin orang kaya sepertimi mengenal gadis yang terbuang sepertiku, " ucapnya Lany kemudian memuntahkan seleruh minuman keras yang di tenggaknya ke baju pria tersebut. Lany adalah bayi kecil yang dulu terletak di depan pintu rumah Gilang. Karena kesibukan orangtuanya, akhirnya bayi itu diserahkan orang tuanya ke Panti asuhan terdekat. Sejak melihat wajah bayi itu, Gilang telah jatuh hati kepada bayi perempuan tersebut. Dapatkah Gilang memenangkan hati Lany yang sudah terjerumus begitu dalam kedalam dunia malam dan prostitusi? kita simak sama-sama yukkk..

Bab 1 Bayi di depan pintu

Jam tiga subuh,

Rini berlari dengan sekuat tenaga sambil menggendong bayi yang dilahirkannya dua minggu yang lalu. Rini berusaha melarikan diri dari kejaran suaminya Anto, yang akan merampas bayinya dan menjualnya kepada orang yang tidak bertanggung jawab.Sama seperti suaminya Anto, Junaedi juga selalu mabuk-mabukan dan selalu berada di meja judi.

Anto sudah menjanjikan bayi yang akan dilahirkan Rini, hendak diberikan kepada Junaedi sebagai pelunasan hutang judinya. Istri Junaedi selalu meminta untuk mengadopsi seorang anak. Karena mereka tidak memiliki keturunan.

Dalam keputus asaan, Rini memasuki komplek perumahan elit, yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal kumuhnya.

Dengan mengendap-endap, Rini melewati pos penjagaan. Security yang terlihat mengantuk memuluskan langkah Rini memasuki komplek perumahan tersebut.

Dengan sangat hati-hati, Rini terus melangkah menyusuri perumahan itu. "Anto tidak mungkin menyusulku kemari, " batin Rini sambil terus berlari.

Rini melewati sebuah rumah yang gerbang rumahnya tidak tertutup rapat. Melihat itu, timbul dibenak Rini untuk meletakkan bayinya di depan pintu rumah tersebut. Dengan harapan, si empunya rumah mau memelihara putrinya tersebut dan menyekolahkannya kelak.

Dengan sangat hati-hati, Rini membuka pintu gerbang itu dengan perlahan supaya tidak menimbulkan suara.

Sejenak Rini memberikan ASI kepada putrinya tersebut hingga kenyang sebelum Rini meninggalkan putrinya tersebut disana.

Dengan berurai air mata, Rinipun melangkah keluar dari gerbang rumah itu.

"Semoga kamu baik-baik saja, " ucap Rini pelan.

Rinipun akhirnya meninggalkan putrinya di depan pintu rumah tersebut dalam keadaan tertidur pulas dan dibungkus dengan kain gendongan dan mantel.

Ke esokan harinya, suara tangis bayi itu membangunkan seluruh penghuni Rumah. Dengan tergesa namun juga merinding. Nyonya Bramastio berlari kearah pintu.

"Ayo Pa, cepat! " desak Nyonya Bramastio kepada suaminya yang terlihat lambat bergerak.

"Iya Bu, sabar..., "

Tuan Bramastio pun segera membuka pintu. Dan terlihatlah wujud bayi yang menangis dengan begitu kencangnya.

"Aduh Pa, bagaimana ini? "tanya Nyonya Bramastio dengan suara bergetar.Bukan cuman suara, bahkan tubuh Nyonya Bramastio terlihat gemetar.

" Aduh, Papa juga bingung, kita bawa masuk saja dulu, kasihan, "saran Tuan Bramastio.

Nyonya Bramastio pun segera mengangkat tubuh bayi itu dari lantai dan membawanya masuk kedalam rumah.

Tubuh bayi itu sudah menggigil kedinginan. Pasalnya popok yang dikenakan bayi itu sudah basah oleh air pipisnya.

" Ambilkan sarung Bi! "perintah Nyonya Bramastio kepada Bibi Kotimah

Nyonya Bramastio pun segera membuka seluruh pakaian bayi itu, lalu membungkusnya dengan sarung.

Suara tangisan bayi yang tiada henti membuat Gilang anak semata wayang mereka, terjaga dari tidurnya. Begitu juga dengan supir di rumah itu.

Gilang saat itu masih berumur delapan tahun dan duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar.

Dengan berbondong, pengisi rumah mengelilingi bayi tersebut.

"Bi, buatkan susu untuknya, mungkin dia kehausan, " perintah Nyonya Bramastio.

"Tapi kita tidak ada susu untuk bayi Nyonya, " ujar Bibi Kotimah.

"Pakai susu Gilang saja Bu, " usul Gilang. Gilang merasa kasihan melihat bayi tersebut terus menangis.

Spontan orang yang ada di situ saling memandang mendengar usul dari Gilang.

"Iya, Bi. pakai susu Gilang saja dulu, kasihan dia, tapi takarannya di kurangi, " pinta Nyonya Bramastio.

Bibi Kotimah pun segera berlari kedapur untuk membuatkan susu untuk bayi tersebut.

Nyonya Bramastio pun menyuapkan susu tersebut menggunakan sendok kecil ke mulut bayi itu.

Dengan lahap bayi itu terus meminum susu yang disuapkan Nyonya Bramastio kedalam mulutnya. Tangisannya kini sudah tidak terdengar lagi.

"Ma, coba aku dulu yang kasih dedek bayinya minum, " pinta Gilang.

Sedari tadi Gilang memandang bayi itu dengan mata yang berbinar.

Nyonya Bramastio pun memberikan sendok di tangannya kepada Gilang.

"Sedikit-sedikit saja kasihnya, " ucap Nyonya Bramastio mengingatkan.

Dengan semangat, Gilang menyendok susu tersebut ke mulut bayi itu dengan sangat hati-hati. Gilang pun tertawa kala Bayi itu menelan susu yang masuk ke mulutnya.

"Dia meminumnya, Mi! " lapor Gilang girang.

Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihat tingkah Gilang.

"Sudah cukup, " ucap Nyonya Bramastio kala melihat bayi itu cekukan dan mengeluarkan kembali susu dari mulutnya.

"Dia sudah kenyang, " lanjut Nyonya Bramastio, kala melihat wajah Gilang tidak setuju dengan ucapannya yang menghentikan aksinya memberikan susu untuk bayi itu.

Mendengar bayi itu sudah kenyang, akhirnya Gilang pun menyudahi menyuapi bayi itu.

"Mi, boleh aku menggendongnya? "pinta Gilang.

Sejenak Nyonya Bramastio terlihat berpikir sebelum akhirnya memberinya kepada Gilang.

" Sebentar saja, ya? "ucap Nyonya Bramastio sambil meletakkan bayi itu pada pangkuan Gilang dan dalam penjagaan Nyonya Bramastio.

Wajah Gilang tersenyum tatkala bayi itu ada di dalam pangkuannya. Dengan perlahan Gilang mencium wajah bayi itu.

" Bagaimana ini Mi? apa yang harus kita perbuat? "tanya Tuan Bramastio.

" Mami gak tahu, Mami juga bingung, "jawab Nyonya Bramastio.

" Mana ada waktu Mami mengurusnya, "ucap Tuan Bramastio.

Nyonya Bramastio pun membenarkan perkataan suaminya tersebut dengan menganggukkan kepalanya.

" Minggu depan, saya juga harus menghadiri seminar di Jepang selama seminggu, "tutur Nyonya Bramastio mengingat jadwal kerjanya yang selalu padat.

" Bagaimana kalau kita serahkan saja ke panti asuhan? "usul Nyonya Bramastio.

" Saya rasa itu hal yang terbaik untuk bayi ini, "jawab Tuan Bramastio.

Gilang tidak memahami pembicaraan kedua orang tuanya tersebut. Dia sibuk menciumi dan mengelus wajah bayi itu.

"Sudah ya nak, Gilang mandi dulu, kan mau sekolah? " ucap Nyonya Bramastio kepada Gilang.

"Gak mau," jawab Gilang spontan sambil merengkuh erat bayi tersebut.

Melihat aksi Gilang, seketika orang yang berada di ruangan itu merasa panik.

"Jangan di peluk kuat nak, nanti dia kesakitan," ucap Nyonya Bramastio mengingatkan Gilang.

Mendengar penuturan Maminya, Gilang pun mengendurkan pelukannya.

"Nanti Mami kasih Gilang gendong dedek bayi ini, kalau Gilang sudah pulang sekolah, Mami mau beli gendongan dan baju-bajunya dulu, " bujuk Nyonya Bramastio agar anaknya Gilang mau berangkat ke sekolah.

"Betulan ya, Mi? nanti Gilang boleh gendong pakai gendongan? " ucap Gilang kepada Maminya.

"Iya, betulan. Mandi gih, biar berangkat sekolah, " pinta Nyonya Bramastio.

Gilangpun segera berlari mengikuti Bibi Kotimah yang akan membantunya bersiap ke sekolah.

Setelah semua beres, Gilang pun berangkat.

Sejenak sebelum menaiki mobil. Gilang berbalik dan berlari kembali masuk kedalam kamar tamu.

"Tunggu abang ya dedek, abang sekolah dulu, jangan menangis ya, " ucap Gilang lalu menyesap wajah bayi itu dalam. Kemudian Gilang kembali berlari masuk kedalam mobil

Jam delapan, Nyonya Bramastio berangkat ke toko perlengkapan bayi untuk membeli perlengkapan untuk bayi tersebut. Baik pakaian maupun susu diperlengkapi oleh Nyonya Bramastio.

Nyonya Bramastio telah meminta izin kepada pimpinannya untuk tidak masuk kerja hari itu.

Setelah selesai, Nyonya Bramastio langsung ke sekolah Gilang untuk menjemput Gilang pulang dari sekolah.

"Horeee, Mami yang jemput, " teriak Gilang kegirangan, tatkala mendapati yang menjemputnya adalah Maminya. Tidak seperti biasanya Supir yang selalu mengantar jemputnya.

"Dedek bayiku mana Mi? " tanya Gilang antusias.

"Tidur dirumah, " jawab Nyonya Bramastio.

"Cepat Mi, aku mau main dengan dedek bayi, " pinta Gilang kepada Nyonya Bramastio.

Nyonya Bramastio hanya bisa tersenyum melihat tingkah anaknya itu.

Setelah Nyonya Bramastio memarkirkan mobilnya, secepat kilat, Gilang membuka pintu lalu melompat dari mobil kemudian berlari masuk kadalam rumah.

"Hati -hati nak, " teriak Nyonya Bramastio.

Gilang tidak memperdulikan teriakan Maminya tersebut. Dia terus berlari hingga kedalam kamar tamu. Sejenak Gilang berhenti mendapati bayi tersebut sedang tertidur lelap.

Perlahan Gilang mendekati bayi tersebut. Dengan hati-hati Gilang menarik tangan bayi itu lalu menyesapnya dengan dalam.

Hingga beberapa saat, Nyonya Bramastio memperhatikan aksi Gilang tersebut. Ada rasa tidak tega di dalam hatinya untuk menyerahkan bayi itu ke Panti asuhan, bila melihat kebahagiaan anak semata wayangnya, Gilang.

"Kita harus mengantarkan dedek bayi ke Panti asuhan, " ucap Nyonya Bramastio kepada Gilang.

"Siapa Mi, Maminya ya? " tanya Gilang tidak mengerti dengan arti Panti asuhan.

"Iya, disana ada orangtuanya, tapi Gilang diperbolehkan ko' main kesana, asal sekolahnya rajin dan juga PR nya selesai, "tutur Nyonya Bramastio.

" Jadi kita hanya pinjam ya Mi? "tanya Gilang lagi.

"Betul, jadi kita harus mengembalikannya, "jawab Nyonya Bramastio.

" Kalau gitu, kita pulangkan saja. Tapi bilangin sama maminya, kalau Gilang boleh main dengan dedek bayinya. Ya ,Mi? "ucap Gilang.

"Iya, nanti Mami bilangin, " ucap Nyonya Bramastio yang lalu mengangkat Bayi tersebut dari tempat tidur.

"Kalau gitu, kamu ganti baju gih, biar kita berangkat, " ucap Nyonya Bramastio.

Gilang pun langsung bergerak dengan cepat mengikuti Bibi Kotimah yang sudah menunggunya sedari tadi di kamar tamu tersebut.

Supirpun mengantarkan Nyonya Bramastio kepanti Asuhan untuk menyerahkan bayi tersebut kesana.

"Pak, kalau Gilang minta datang ke panti, Bapak antarkan ya, kapanpun dia mau, " pinta Nyonya Bramastio kepada supir yang mengantar jemput Gilang kesekolah.

"Baik Bu, " jawab sang supir.

Pihak Panti asuhan terkejut melihat kedatangan Nyonya Brastio kali ini, yang membawa dua serta anak-anak.

"Assalamualsikum Ibu..., " sapa Nyonya Bramastio kepada pemilik Panti Asuhan itu.

"Walaikumsalam.Tumben bawa abak Bu? "

"Maaf Bu. Saya kesini mau mengantarkan bayi ini. Tadi pagi, seseorang meletakkannya di depan pintu rumah kami, " tutur Nyonya Bramastio.

"Astaqhfirullahaladjim! " seru Ibu Panti.

"Kalau ini,anak saya Gilang. Katanya dia mau ikut ngantar bayi ini, "

"Ohhh, ini Gilang anak Ibu? Gantengnyaaa, " puji Ibu Panti melihat ketampanan pada wajah Gilang.

Akhirnya, Bayi tersebutpun di serahkan ke Panti asuhan oleh Nyonya Bramastio.Hal itu sudah hasil kesepakatan Nyonya Bramastio dan Tuan Bramastio, tadi pagi.

Nyonya Bramastio memperlengkapi semua keperluan bayi tersebut. Pada kenyataannya keluarga Bramastio adalah penyumbang Donatur tetap di Panti asuhan itu.

Nyonya Bramastio pun meminta Izin kepada pengurus Panti asuhan, supaya mengizinkan Gilang apabila datang menjenguk bayi itu kapanpun Gilang mau.

Dengan senang hati, pengurus Panti itu menyetujui permintaan Nyonya Bramastio.

Gilang menangis memberontak ketika Nyonya Bramastio mengajaknya pulang kerumah.

"Mami pulang saja, saya mau disini sama dedek bayi, " teriaknya terus menerus.

"Besok Gilang, boleh datang kemari lagi sepulang sekolah, Pak Mun akan mengantarkanmu kemari, " ucap Nyonya Bramastio.

"Gilang gak mau, pokonya Gilang mau sama dedek bayi, " jawab Gilang kepada Maminya.

Nyonya Bramastio pun pusing dengan tingkah anaknya tersebut. Dia kehabisan akal untuk membujuk Gilang supaya bersedia meninggalkan tempat itu.

"Biarkan saya membujuknya sebentar Bu, " ucap kepala Panti.

Nyonya Bramastio pun bergerak kepinggir memberi ruang kepada kepala Panti untuk membujuk Gilang.

"Begini saja, Ibu akan memperbolehkan Gilang bermain dengan dedek bayi sebentar lagi. Tapi setelah itu Gilang harus bersedia pulang kerumah,supaya Ibu mengijinkan Gilang bermain dengan dedek bayi besok, gimana? " tanya Kepala panti.

Gilang terdiam berusaha mencerna perkataan si Ibu tersebut.

"Kalau Gilang tidak mau pulang, besok Ibu tidak mengijinkan Gilang bermain dengan dedek bayi. Pilih mana? disini? tapi tidak boleh lagi datang kemari, atau pulang? tapi besok-besok Gilang boleh bermain dengan dedek bayi setiap hari, " ucap kepala Panti memberi pilihan.

"Pulang, tapi besok boleh ya Bu main dengan dedek bayi, " ucap Gilang.

Gilang memang mempunyai otak yang sangat cemerlang.Di umurnya yang ke tiga tahun, Gilang sudah pandai membaca dan menjumlahkan penjumlahan ringan.

Akhirnya, Gilangpun bersedia naik kedalam mobil

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Nurtetti Sijabat

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku