Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Kekasih Satu Malam

Kekasih Satu Malam

Viantblue

5.0
Komentar
567
Penayangan
5
Bab

Semua bermula pada malam itu, malam dimana Ana dijadikan hadiah oleh keluarga Frankestein untuk menjebak tuan muda keluarga Charllotte untuk menikahi sepupu Ana. Di tengah mabuk karena minuman beralkohol dan obat yang diberikan, Rai--tuan muda keluarga Charllotte memasuki kamar itu dan menjalin cinta satu malam dengan Ana. Setelahnya Ana dibuang oleh keluarga Frankestein begitu saja dan Rai terjebak pesta pernikahan antara keluarga Frankestein dan keluarga Charllotte. Ana berniat membalaskan dendam dengan pamannya begitu juga Rai yang sudah merusak masa depannya. Awalnya Ana berencana untuk pergi ke luar kota memulai hidup baru, mengumpulkan uang dan setelahnya menjadi suskses lalu balas dendam. Namun, kenyataan itu tidak terwujud sama sekali. Wanita itu harus menelan pahitnya kenyataan bahwa dia tidak mempunyai apapun karena semua uang tabungan ayah dan ibunya telah diambil Tia--sepupu Ana. Di tengah mencari pekerjaan Ana terpaksa menerima lowongan pekerjaan di perusahaan keluarga Charllotte menjadi cleaning service. Awalnya Ana merasa was-was akan bertemu dengan Rai, tapi beberapa bulan bekerja di sana pria itu sama sekali tidak muncul membuat Ana merasa lega. Tapi, siapa sangka suatu hari kantor tempat Ana bekerja akan menjadi kantor pusat baru dan bertemulah mereka berdua. Sikap Ana yang masa bodoh dan selalu menatap Rai dengan tatapan membenci membuat Rai mulai tertarik kepadanya. Setelahnya pria itu mencari tau lebih banyak tentang Sang pujaan hati terungkaplah sebuah kebenaran yang tidak disangka-sangka. Tidak hanya kebenaran tentang malam pertama itu, tapi juga masih banyak kebenaran lainnya tentang semua orang termasuk istir Rai saat ini. Perjalanan cinta penuh lika-liku akan dimulai!

Bab 1 Hadiah

Ruangan gelap yang sangat asing terlihat samar di mata indah gadis itu. Kepalanya terasa sangat pusing dan semua seperti berputar-putar sampai akhirnya dia tidak sadarkan diri.

"Bagaimana apakah semua sudah beres?" tanya seorang lelaki paruh baya yang berdiri sambil memegang segelas anggur.

"Semuanya aman," jawab orang di depannya. Lelaki paruh baya itu langsung tersenyum, dia mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya dan menyelipkannya di kantung jas Si lelaki sambil menepuk bahunya. Lelaki itu langsung pergi setelah menerimanya.

Lelaki paruh baya itu meminum anggur di gelas sampai tandas lalu meletakkan gelas sembarangan di dekat vas bunga. Dia mengeluarkan ponselnya dan segera menelepon seseorang.

"Hadiah untuk tuan muda sudah selesai kami urus," ucapnya sambil memegang dagu yang ditumbuhi janggut tipis berwarna putih.

"Bagus, bagus. Senang mendengarnya. Tenang saja setelah ini kita akan jadi keluarga besar." Suara tawa terdengar dari telepon, pria yang lebih tua dari Si penelpon.

***

Hiruk-pikuk dengan ruangan yang dipenuhi para tamu terlihat di lantai satu hotel itu. Ada yang berbicara, tertawa, makan, menikmati minuman dan ada juga yang berencana ke lantai atas untuk karaoke.

Semua kemeriahan itu seketika senyap begitu seorang lelaki tampan memasuki ruangan dengan tatapan yang dingin nan tajam. Pria itu melihat ke segala penjuru ruangan tanpa minta sama sekali, semua tamu melihat ke arahnya. Para wanita berdecak kagum sampai terdengar jeritan karena ketampanan lelaki bagaikan pangeran dalam dongeng.

"Tuan muda Rai!" seru pria paruh baya yang baru saja turun karena melihat pria itu.

Rai yang merasa terpanggil langsung melayangkan tatapan tidak suka karena panggilan itu hanya untuk orang istimewa baginya.

"Oh, maafkan kelancangan saya Tuan muda Charllotte Felixis De Raizel." Menyadari tatapan itu Frankestein--pria paruh baya berjenggot dan berambut putih itu meralat ucapannya. "Silakan nikmati pesta ini, Tuan muda Charllotte Felixis De Raizel," ucap Frankestein Lagi.

Rai mengikuti Frankestein menuju ke tempat yang lebih tenang dari lantai satu, yaitu lantai khusus hotel yang berisi banyak hiburan mulai dari karaoke, dance floor, kartu, mahjong, dan masih banyak permainan lainnya.

"Tempat yang saya pesan ini adalah yang terbaik di kota ini khusu untuk Tuan muda. Silakan diminum sambil kita membicarakan hal penting," oceh Frankestein. Dengan tanpa minta dan tidak berkata apapun, Rai langsung meminum anggur di depannya dalam satu kali tegukan.

Tidak lama kemudian terlihat seorang pria yang merupakan bawahan Frankestein mendekat ke arahnya dan membisikkan sesuatu. Frankestein mengangguk dan meminta pria itu pergi.

"Tuan muda sepertinya kakek Anda sudah datang sebentar lagi," ujar Frankestein yang hanya disahuti anggukan oleh Rai tanpa minta sama sekali. Jikalau saja bukan karena dia menerima tawaran kakeknya itu sudah pasti Rai tidak akan mau hadir malam ini untuk membicarakan pernikahan keluarga Charllotte dan keluarga Frankestein.

Rai tidak berencana menikah, dia hanya akan berpura-pura dan berbohong sambil mencari tau trik apalagi yang akan kakeknya itu mainkan.

Semenit kemudian terlihat pria tua dengan tongkat mendekat ke arah mereka dibantu beberapa pria lainnya. "Maaf membuat kalian sudah lama menunggu," kata Robin De Cherle--kakek jauh Rai. Robin mencoba duduk di kursi tinggi di hadapannya itu.

"Jadi, bagaimana? Apa saj yang sudah kalian bicarakan?" tanya Robin dengan raut wajah senang.

"Ah, belum ada sama sekali karena Tuan muda juga baru datang. Jadi, kita mulai saja rencana pernikahan ini. Sebelum itu mari ganti ke ruangan VVIP yang sudah saya pesankan agar tidak berisik dan nyaman," sahut Frankestein yang diangguki oleh Robin. Mereka lalu pergi ke ruangan lain.

Ruangan kali ini lebih nyaman, kedap suara dan sangat cocok untuk membicarakan hal serius. Bagi dua keluarga besar ini sebelum terjadi pernikhan maka haru ada kesepakatan bisnis yang menguntungkan. Hal itu biasanya akan dibicarakan oleh kepala keluarga masing-masing beserta calon mereka, dan Robin sebagai pemberi nasihat juga ikut di dalamnya.

Cukup lama mereka membicarakan kesepakatan bisnis itu sambil ditemani beberapa botol anggur. Rai hanya minum sedikit, tanpa bicara, dia hanya mendengarkan dengan bosan sedangkan yang sibuk bernegosiasi adalah Robin dan Frankestein.

"Jadi, kesepakatan yang saya buat adalah saham dari bank Charllotte akan diberikan lima persen sebagai hadiah pernikahan dan kami keluarga Frankestein akan menawarkan sebuah gudang di luar negeri, beberapa relasi di luar negeri, juga kerja sama tanpa batas," jelas Frankestein sambil membuka sebuah map berisi kertas yang sudah dia siapkan dari awal.

"Tidak menguntungkan," sahut Rai akhirnya membuka suara.

"Oh, tentu tidak ada untung dan rugi kalau kita menjadi keluarga," jawab Robin sambil tersenyum. Raut wajah Frankestein yang awalnya tidak bersemangat mendengar jawaban Rai akhirnya menjadi cerah kembali.

Rai melihat ke arah Voyt Gulzam yang merupakan sekertarisnya. Voy maju selangkah dan kemudian menyalakan tablet di tangannya sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Menurut catatan beberapa tahun ini saham dari pusat perusahaan keluarga Charllotte dibawah kepemimpinan Tuan muda Charllotte Felixis De Raizel mengalami banyak kemajuan dan saham lima persen saja sudah akan memberikan banyak keuntungan. Jika hanya dibandingkan dengan penawaran keluarga dari Tuan besar Frankestein bisa dikatakan rugi. Karena tidak adanya juga jaminan bahwa semua yang diberikan akan mengalami rugi atau untung," jelas Voy panjang lebar. Selesai menjelaskan dia mudur dua langkah, berdiri kembali tepat di belakang Rai.

"Sudahlah, untuk apa dengan keluarga memikirkan untung rugi," sahut Robin dengan raut wajah tidak senang yang ditunjukkan. Frankestein juga secara terang-terangan menunjukkan wajah tidak senangnya.

"Maaf menyela kembali Tuan besar. Tetap saja ini bisnis jadi tidak boleh rugi. Prinsip berbisnis memang begitu, bukan? Kalau memang tulus tidak akan ada seserahan yang menguntungkan kedua belah pihak apalgi ...." Voy tidak melanjutkan kata-katanya karena Rai mengangkat tangan kanannya memberikan sinyal agar Voy berhenti bicara. Jika diteruskan maka masalah ini akan semakin besar, jadi Rai tidak ingin menguras energinya untuk hal tidak penting ini.

"Baiklah, kalau begitu apa yang Anda inginkan Tuan muda?!" tanya Frankestein mencoba menyembunyikan amarahnya. Di bawah meja tangannya sudah terkepal sangat kuat.

Rai mengangkat gelas anggur miliknya, memutarnya perlahan dan melihat ke dasar gelas lalu meminumnya sedikit dengan perlahan dan sangat elegan. Setelahnya dia melihat ke arah Voy, sekertarisnya itu kembali membenarkan letak kacamata kembali maju ke depan kali ini duduk di tempat yang masih kosong.

Voy mulai menjelaskan apa yang mereka inginkan agar kedua belah pihak sama-sama merasa tidak dirugikan. Di tengah perundingan itu Robin melihat ke arah jam tangannya sambil tersenyum miring. Robin lalu melihat ke arah anak buah di belakangnya kemudian saling bertatapan beberapa saat. Tidak lama kemudian anak buah Robin pergi meninggalkan ruangan itu.

Diskusi masih terus berlanjut dan Voy masih di dalam ruangan VVIP itu, Rai yang bosan berencana pergi ke toilet dan akan pulang setelahnya. Tidak disangka keluar dari toilet kepalanya mendadak sangat pusing. "Tuan kenapa?!" tanya salah satu anak buah Rai yang sebenarnya anak buah Robin. "Tuan muda silakan ikuti saya ke kamar hotel untuk istirahat." Bawahan Rai menuntun Rai ke salah satu kamar.

***

Mata abu-abu gadis cantik itu menatap ke arah sekitar. Tempat itu sangat asing dan gelap, terlebih lagi dia merasa sangat pusing dan tidak bertenaga. Gadis itu hanya terduduk di tempat tidur sambil mengumpulkan tenaga.

Detik berikutnya gadis itu kaget karena pintu tiba-tiba dibuka dan terlihat dua orang pria masuk ke dalam, salah satunya adalah Rai dan satu lagi adalah seorang bawahan. Bawahan yang menggunakan jas langsung menutup pintu begitu pria satu lagi masuk satu langkah ke dalam kamar dan menguncinya dari luar.

"Bos, semua sudah aman," ucap pesuruh Rai yang ternyata adalah pesuruh Robin. Pesuruh itu menyamar.

"Bagus," jawab Robin dengan puas. Robin melihat ke arah Frankestein dengan senyuman memberikan tanda.

"Akhirnya hadiah sudah dibuka!" seru Frankestein senang sambil menenggak alkohol dengan sekali tenggak. Perundingan mereka juga sudah selesai satu menit lalu.

Dengan napas tidak beraturan dan sempoyongan Rai menuju ke arah tempat tidur. Gadis di tempat tidur itu hanya bisa memperhatikan sambil terbengong karena tenaga dan kesadarannya belum sepenuhnya pulih. Masih ada sisa obat bius di tubuhnya.

"Panas!" keluh Rai sambil melonggarkan dasi yang diteruskan dengan membuka jas miliknya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku