Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Diana menatap keluar dari jendela ruang tamu rumahnya yang megah. Cahaya matahari pagi menyinari halaman depan, memantulkan kilau di atas mobil SUV hitam Adrian yang berkilauan di garasi. Sebuah rumah dua lantai di pinggiran kota, dengan taman bunga yang selalu tertata rapi, kolam renang kecil di belakang, dan ruang tamu yang dipenuhi dengan perabotan mewah. Setiap sudut rumahnya tampak seperti gambar yang diambil langsung dari majalah desain interior. Sempurna.
Di dapur, aroma kopi segar bercampur dengan suara anak-anaknya, Liam dan Ella, yang tertawa ceria sambil menyelesaikan sarapan mereka. Diana tersenyum lembut melihat mereka, dua malaikat kecil yang melengkapi kehidupannya yang tampak tanpa cela.
Adrian, suaminya yang sukses, duduk di ujung meja, mengenakan jas rapi seperti biasanya. Seorang pria yang tidak hanya sukses dalam kariernya sebagai pengusaha properti tetapi juga selalu hadir di sisi keluarganya. Dia tersenyum hangat ketika Diana meletakkan secangkir kopi di depannya.
"Terima kasih, sayang," katanya sambil mencium keningnya ringan.
"Apakah ada sesuatu yang istimewa di kantor hari ini?" tanya Diana, berusaha menjaga percakapan tetap ringan, meskipun ada sesuatu yang jauh di dalam dirinya terasa berat, seperti beban yang sulit dijelaskan.
Adrian mengangguk, mengabaikan sedikit stres yang terlihat samar di wajahnya. "Hanya beberapa rapat biasa. Aku akan pulang agak terlambat malam ini."
Diana mengangguk, meskipun ia tahu bahwa kalimat itu, 'agak terlambat', sudah sering terdengar akhir-akhir ini. Setiap kali Adrian berkata begitu, Diana hanya tersenyum dan berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya baik-baik saja. Bahwa semuanya... sempurna.
Namun, saat dia memandangi keluarganya, menyaksikan rutinitas pagi yang tenang, Diana merasakan sesuatu yang tidak bisa dia abaikan. Itu bukan sekadar kekosongan biasa. Ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang tersembunyi, menekan di balik dinding keindahan ini. Sebuah bayangan yang bergerak perlahan, hampir tidak terlihat, tapi semakin hari semakin nyata.
Setelah Adrian dan anak-anak berangkat, Diana sendirian di rumah yang tiba-tiba terasa terlalu besar dan terlalu sunyi. Dia berjalan ke ruang tamu, merapikan bantal di sofa meski semuanya sudah terlihat rapi. Dia selalu menjaga rumah ini dalam keadaan sempurna, seperti dirinya, seperti keluarganya. Namun, dia tahu, bahwa tidak semua hal bisa dijaga dengan sempurna.
Diana menatap cermin besar di lorong, memperhatikan pantulan dirinya. Wajah yang cantik, kulit yang terawat dengan baik, rambut hitamnya tertata sempurna. Dari luar, dia adalah definisi ibu rumah tangga yang ideal. Tapi di balik mata yang selalu tampak tenang itu, ada kegelisahan. Ada rahasia yang dia sembunyikan.
Sudah lama dia memendam semua ini, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja. Dia menyimpan senyuman untuk Adrian, mencurahkan waktu untuk anak-anak, dan memastikan segala sesuatu berjalan dengan lancar. Namun, saat ini, ketika kesunyian mengambil alih rumah besar ini, pikirannya melayang kembali ke hal-hal yang ingin dia lupakan. Rahasia yang dia sembunyikan begitu dalam sehingga bahkan Adrian tidak pernah mencurigainya.
Diana berjalan ke dapur dan mengambil ponselnya. Ada satu pesan yang belum dibuka. Namanya terpampang di layar, membuat hatinya berdegup kencang. Nama yang sudah lama tidak dia lihat, tapi kini kembali mengusik pikirannya: **Evan**.
Tiba-tiba, semua rasa nyaman yang baru saja dirasakannya lenyap. Napasnya terasa lebih cepat, dan tangannya gemetar saat membuka pesan tersebut.
Aku akan datang ke kota minggu ini. Kita harus bicara.
Sebuah ketukan kecil di dadanya berubah menjadi palu besar yang menggedor dinding ketenangannya. Evan, seseorang dari masa lalunya yang seharusnya sudah terkubur, kembali lagi. Dan Diana tahu, jika dia tidak berhati-hati, rahasia pertamanya bisa terungkap. Rahasia yang bisa menghancurkan kehidupan yang dia bangun dengan susah payah selama bertahun-tahun.
Dia menghapus pesan itu dengan cepat, seperti ingin menghapus jejak keberadaannya. Tapi rasa takut tetap ada. Bukan hanya karena Evan, tetapi juga karena ada dua rahasia lain yang lebih dalam, lebih gelap, yang menunggu untuk muncul ke permukaan.
Kehidupan yang sempurna ini-rumah besar, suami yang sukses, anak-anak yang manis-semua itu hanya ilusi. Di balik setiap senyuman, di balik setiap gerakan tenang, ada tiga rahasia yang dia sembunyikan. Rahasia yang, jika terungkap, akan menghancurkan semuanya.
Diana memejamkan mata, mencoba mengusir bayangan itu. Namun, dia tahu satu hal: kehidupan sempurnanya sedang berada di ujung tanduk, dan waktu untuk bersembunyi semakin singkat.
Diana berdiri diam di dapur, menatap layar ponselnya dengan hati yang berdegup kencang. Pesan dari Evan masih menghantui pikirannya, meskipun ia sudah menghapusnya. Pikirannya melayang ke masa lalu-ke kenangan yang telah lama berusaha ia kubur dalam-dalam.