Cinta yang Tersulut Kembali
Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Sang Pemuas
"Pah, Arthan kan belum lulus kuliah masa udah di suruh kerja aja. Jahat banget papa ini!" keluh Arthan, pemuda tampan dengan tinggi 180 cm, dengan rahangnya yang tegas dan kini tengah merengek pada mamanya.
"Ma, Papa tuh!" adunya kembali, sedangkan pria paru baya yang tak lain adalah papanya memijat pelipisnya pelan. Entah sejak kapan putra sulungnya itu akan mandiri dan berhenti membuat ulah yang membuatnya sakit kepala.
Farida, mama dari Arthan mengulas senyum hangat dia memang sosok ibu yang sangat pengertian dan selalu membela Arthan setiap kali berdebat dengan papanya. "Sayang, apa yang papa kamu katakan ada benernya juga, loh. Kamu itu anak satu-satunya, kalau bukan kamu mau siapa lagi?"
Namun, sepertinya kali ini tidak. Mamanya justru bersekongkol dengan papanya.
Arthan menghela napas kasar. "Iya, kan aku bilang nanti, Ma. Aku bukan enggak mau cuma enggak sekarang aja. Arthan itu mau fokus kuliah dulu, kalau sambil kerja kan capek!" ucapnya ngeles.
Bagas menggelengkan kepalanya pelan, susah memang jika harus mengatur anaknya yang bebal itu. "Terserah kamu, tapi ingat ucapan papa kalau sampai nanti kamu nggak datang ke kantor. Papa akan cabut seluruh fasilitas kamu, termasuk mobil dan kartu ATM kamu!" Ancaman mutlak yang tidak lagi bisa Arthan lawan.
"Mah," rengek Arthan.
Namun, sepertinya kali ini mamanya pun tak dapat membantunya. Memang sudah saatnya untuk Arthan belajar mandiri. "Sudahlah, ikuti saja permintaan papamu itu. Lagian apa susahnya tinggal berangkat aja ke kantor!" ucap Farida, ia berlalu pergi menyusul suaminya.
Kini tinggalah Arthan yang merasa sangat frustasi, jika harus ke kantor. Itu artinya waktu bermainnya akan tersita banyak.
"Kalau kayak gini caranya, gue nggak bisa ikut balapan lagi. Sial!" kesal Arthan.
Arthan mengambil jaket dan kunci motornya melenggang keluar dari rumahnya. Berada di rumah justru membuat ia semakin pusing. Lebih baik ia pergi ke markas dan bertemu teman-temannya yang lain.
Cittt
Aaaaaa
Arthan mengerem motornya mendadak. Kurang dua cm saja dia hampir menabrak seseorang. Arthan langsung turun dari motornya menatap tajam pada seorang gadis yang kini tengah menutup wajahnya dengan buku.
"Woi, mata lo katarak apa gimana sih. Kalau jalan lihat-lihat dong, untung aja lo nggak gue tabrak!" sentak Arthan jengkel. Kenapa hari ini ia sangat sial.
"Kamu yang salah malah ganti nyalahin saya. Siapa yang nyuruh naik motor kebut-kebutan, kalau sampai saya tadi ke tabrak saya seret kamu ke penjara!" omel balik wanita itu, ia mendongak menatap tajam ke arah tersangka.
Wajah yang tadinya tertutup buku kini menatap galak ke arah Arthan, yang justru membuat pemuda tampan itu tertegun. Paras yang cantik dan memukau, mata Arthan turun menatap tubuh wanita itu sampai bawah dengan pandangan takjub.
"Ck, gila!" ucapnya lirih.
Plak!
Kedua mata wanita itu berapi-api memukul kepala Arthan dengan buku. "Kurang ajar kamu ya!" sentaknya dengan napas yang memburu kesal, hidungnya kembang kempis dengan wajah yang memerah.
"Woy, sakit tahu! Lagian jadi cewek galak amat sih. Gue bisa laporin lo ke polisi nih, atas tuduhan kekerasan!" ucap Arthan.
"Saya juga bisa laporin kamu atas tuduhan pelecahan. Dasar bocah bau kencur!" ucapnya, lantas pergi. Lebih baik dia tidak lagi berurusan dengan pria seperti itu.
Kedua mata Arthan membulat, tidak salah dengarkan wanita itu memanggil dia bau kencur?
"Woi, tunggu! Lo ngomong apa barusan? Bau kencur? Enak aja, gue udah 21 tahun ini. Udah cukup umur kalau buat nikahin lo mah!" ucap Arthan tengil sembari mengedipkan satu matanya ke arah wanita itu.