Namanya Maya, Maya Ailenn. Gadis cantik bermata bulat itu adalah seorang primadona di sekolahnya. Dengan paras cantik dan tubuhnya yang aduhai, ia mampu membuat semua mata kaum Adam tertuju hanya padanya. Sama seperti pagi ini, saat Maya dan salah seorang temannya berjalan melewati lorong-lorong kelas, terlihat banyak mata lelaki yang menatap ke arahnya dan mengabaikan gadis-gadis lainnya.
"Setiap jalan sama lo pasti semua mata cowok-cowok tertujunya ke lo deh, May. Bikin gue mengiri aja," celetuk Nadine, teman sekelas Maya.
"Makanya lo tuh dandan dong biar mata cowok-cowok juga tertuju ke lo," kekehnya sembari merangkul bahu Nadine.
"Gue mau dandan kayak apapun juga nggak bakalan bisa nyaingin lo May," tukas gadis berponi itu.
Maya mencebik, "Ah lo-nya aja yang nggak mau berusaha," ucapnya.
"Bukannya nggak mau berusaha, tapi gue tuh cuma sadar diri. Mau sebesar apapun usaha gue tetep aja gue nggak akan bisa jadi kayak lo," balas Nadine seraya menarik rambut Maya.
"Aw, perih bego!" sungutnya sambil memukul lengan Nadine.
"Gue nggak bego, ya. Lo tuh yang bego." Sambil menjulurkan lidahnya, Nadine berlari kecil menuju ke kelas, meninggalkan Maya yang masih berjalan santai di belakang.
Maya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah teman karibnya itu.
Sesaat kemudian, Maya pun memasuki kelas dan berjalan menuju tempat duduknya yang kebetulan berada tepat di belakang bangku Nadine.
"Dasar cewek prik," bisiknya dengan sengaja saat melewati meja Nadine.
"Biarin prik daripada lo, cantik doang tapi otaknya kosong," balas Nadine sambil memutar tubuhnya kebelakang.
Maya tertawa mendengar Nadine mengatainya. "Sialan lo," umpatnya.
"Eh Nad, gue nyontek PR Penjas lo dong. Gue belom ngerjain nih," pinta Maya dengan wajah memelas.
Nadine seketika memalingkan wajahnya, "Kerjain sendiri. Kalau urusan Penjas, gue nggak mau nolongin lo,"
"Idih ... pelitnya kambuh." cebik Maya.
Karena tak berhasil merayu Nadine, Maya pun akhirnya beralih ke Rio, lelaki tampan nan gagah yang selalu menjadi tempatnya bersandar.
"Rio, pssstt ..." panggilnya.
Si pemilik nama pun menolehkan wajahnya seraya menatap lembut ke arah Maya.
"Apa sayang?" tanya Rio sembari menopang kepalanya.
"Gue nyontek PR Penjas lo dong, boleh nggak? Gue belom ngerjain satupun nih gara-gara semalem begadang main game online," rengek Maya dengan suara manjanya.
Tanpa berkata-kata lagi, Rio pun segera memberikan buku tugasnya ke Maya, membuat gadis cantik dengan rambut lurus sepinggang itu tersenyum riang.
"Aaah ... Rio, makasih. Lo emang the best deh pokoknya," ucap Maya senang.
Rio tersenyum melihat tingkah menggemaskan gadis cantik di seberang mejanya itu, "Masa makasih doang? Ciumannya mana?" godanya.
Sambil mengerucutkan bibir, Maya dengan imutnya memberikan ciuman jauh ke Rio berulang kali, "Emuah emuah ...."
Rio tertawa keras, "Cuma ciuman jauh doang udah bikin hati gue bergetar, May. Apalagi kalau lo cium beneran," celetuknya.
Maya tersenyum tipis menanggapi candaan Rio, "Kalau beneran mungkin lo bisa kejang-kejang, Yo." kelakarnya.
Rio kembali tertawa sembari menggelengkan kepalanya. Sedangkan Maya, dia terlihat sudah sibuk memenuhi bukunya dengan tulisan-tulisan yang ia salin dari buku Rio.
Di sekolahnya, Maya sendiri memang terkenal suka becanda seperti itu ke teman-teman lelakinya. Namun meskipun begitu, Maya bukanlah gadis sembarangan yang dengan mudahnya bisa tersentuh oleh kaum Adam manapun. Malah sebaliknya, Maya terkenal sangat menjaga tubuhnya dari sentuhan-sentuhan nakal teman-teman sepermainannya yang terkadang dengan sengaja mendekati Maya hanya untuk memanfaatkan tubuhnya saja sebagai objek pikiran tak senonoh mereka.
Tetapi hal itu tak akan berlaku jika yang menyentuh tubuhnya adalah seorang pria yang dia inginkan. Karena sekali Maya menginginkan seorang pria untuk dimilikinya, maka Maya akan melakukan apapun demi mendapatkan perhatian pria itu meskipun harus memancingnya dengan tubuh indahnya.
Bel jam pelajaran pertama pun dimulai. Maya yang belum selesai menyalin tugas Rio, terlihat gugup sambil mempercepat gerakan tangannya.
"Aduh ... mana masih banyak pula, nggak akan kelar ini sih." gumamnya semakin panik.
Sialnya, tak berapa lama kemudian seorang guru pria memasuki ruangan kelas IPS 2, tempat di mana Maya berada. "Selamat pagi semuanya," sapa Dewangga yang biasa dipanggil Pak Dewa oleh murid-muridnya serta rekan kerjanya di sekolah.
"Pagi, Pak." balas seisi kelas bersamaan.
/0/12680/coverorgin.jpg?v=a4cc1c4eb03edda691c00b01b01e43ad&imageMogr2/format/webp)
/0/15464/coverorgin.jpg?v=15c4d835dc23743e030f516500379289&imageMogr2/format/webp)
/0/20773/coverorgin.jpg?v=23f9196c9282d589bf7de1e15c05a179&imageMogr2/format/webp)
/0/16023/coverorgin.jpg?v=69d2f9132c92926ac8c1d036a562fb9b&imageMogr2/format/webp)
/0/16751/coverorgin.jpg?v=f612d8dba1185a003f2be71447074c8c&imageMogr2/format/webp)
/0/6113/coverorgin.jpg?v=fc9bcc20ca6d2892ecdca7fb4356e955&imageMogr2/format/webp)
/0/8093/coverorgin.jpg?v=c76c3edc37c6a5539d4bedd13eb0ae8b&imageMogr2/format/webp)
/0/15565/coverorgin.jpg?v=3cde752980ea4bd5c953ca89bc4cce98&imageMogr2/format/webp)
/0/12072/coverorgin.jpg?v=4eab18104d90369d4fb0372bd91d7015&imageMogr2/format/webp)
/0/9153/coverorgin.jpg?v=d739cadec9e6d9f609887335587c2f88&imageMogr2/format/webp)
/0/12716/coverorgin.jpg?v=a3a8082f94dbd5c1a0ea002f26acaa1d&imageMogr2/format/webp)
/0/4018/coverorgin.jpg?v=75ebe4a84c4bd048562a22b8412670d3&imageMogr2/format/webp)
/0/10512/coverorgin.jpg?v=a855cfd9c3d4c9518eda2bee00a4c957&imageMogr2/format/webp)
/0/2958/coverorgin.jpg?v=41f7d5bb6f4e9e1173ee4c6625ac580e&imageMogr2/format/webp)
/0/3577/coverorgin.jpg?v=9a10b40436f7abf9f3b857b8ccdd06e1&imageMogr2/format/webp)
/0/2668/coverorgin.jpg?v=c1701687d0f3dbf427f89dd7bb50d76f&imageMogr2/format/webp)
/0/24056/coverorgin.jpg?v=48457769f8c29c9d02a2cb0194e4f94a&imageMogr2/format/webp)