Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terpikat Pesona Guru Muda

Terpikat Pesona Guru Muda

Aksara Dee

5.0
Komentar
1.4K
Penayangan
22
Bab

Sebuah kisah tentang Maya Ailenn, gadis cantik yang masih duduk di bangku SMA. Di usianya yang masih terbilang remaja, Maya termasuk gadis yang memiliki banyak penggemar di sekolahnya maupun di sekolahan lainnya. Akan tetapi, tak satupun dari teman sepermainannya yang ia sukai karena sebagai seorang remaja dengan hasrat tinggi, Maya lebih tertarik kepada lelaki dewasa. Hal itulah yang menjadikan Maya terseret dalam hubungan cinta segitiga antara Gurunya (Dewangga) dan juga kekasih Gurunya (Sarah). Meskipun, Maya sudah mengetahui jika Dewa hendak melangsungkan pernikahan dengan Sarah, tetap saja tak membuatnya mundur untuk merebut perhatian serta cinta kasih dari Dewa. Segala hal akan Maya lakukan demi mendapatkan seorang Dewa, sekalipun ia harus merelakan sesuatu yang paling berharga dari dirinya. Akankah Maya berhasil mendapatkan Dewa? Atau dia harus menerima kekalahan dari Sarah? Yuk ikuti kisah selengkapnya dalam novel berjudul Terpikat Pesona Guru Muda.

Bab 1 Maya Ailenn

Namanya Maya, Maya Ailenn. Gadis cantik bermata bulat itu adalah seorang primadona di sekolahnya. Dengan paras cantik dan tubuhnya yang aduhai, ia mampu membuat semua mata kaum Adam tertuju hanya padanya. Sama seperti pagi ini, saat Maya dan salah seorang temannya berjalan melewati lorong-lorong kelas, terlihat banyak mata lelaki yang menatap ke arahnya dan mengabaikan gadis-gadis lainnya.

"Setiap jalan sama lo pasti semua mata cowok-cowok tertujunya ke lo deh, May. Bikin gue mengiri aja," celetuk Nadine, teman sekelas Maya.

"Makanya lo tuh dandan dong biar mata cowok-cowok juga tertuju ke lo," kekehnya sembari merangkul bahu Nadine.

"Gue mau dandan kayak apapun juga nggak bakalan bisa nyaingin lo May," tukas gadis berponi itu.

Maya mencebik, "Ah lo-nya aja yang nggak mau berusaha," ucapnya.

"Bukannya nggak mau berusaha, tapi gue tuh cuma sadar diri. Mau sebesar apapun usaha gue tetep aja gue nggak akan bisa jadi kayak lo," balas Nadine seraya menarik rambut Maya.

"Aw, perih bego!" sungutnya sambil memukul lengan Nadine.

"Gue nggak bego, ya. Lo tuh yang bego." Sambil menjulurkan lidahnya, Nadine berlari kecil menuju ke kelas, meninggalkan Maya yang masih berjalan santai di belakang.

Maya tersenyum sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah teman karibnya itu.

Sesaat kemudian, Maya pun memasuki kelas dan berjalan menuju tempat duduknya yang kebetulan berada tepat di belakang bangku Nadine.

"Dasar cewek prik," bisiknya dengan sengaja saat melewati meja Nadine.

"Biarin prik daripada lo, cantik doang tapi otaknya kosong," balas Nadine sambil memutar tubuhnya kebelakang.

Maya tertawa mendengar Nadine mengatainya. "Sialan lo," umpatnya.

"Eh Nad, gue nyontek PR Penjas lo dong. Gue belom ngerjain nih," pinta Maya dengan wajah memelas.

Nadine seketika memalingkan wajahnya, "Kerjain sendiri. Kalau urusan Penjas, gue nggak mau nolongin lo,"

"Idih ... pelitnya kambuh." cebik Maya.

Karena tak berhasil merayu Nadine, Maya pun akhirnya beralih ke Rio, lelaki tampan nan gagah yang selalu menjadi tempatnya bersandar.

"Rio, pssstt ..." panggilnya.

Si pemilik nama pun menolehkan wajahnya seraya menatap lembut ke arah Maya.

"Apa sayang?" tanya Rio sembari menopang kepalanya.

"Gue nyontek PR Penjas lo dong, boleh nggak? Gue belom ngerjain satupun nih gara-gara semalem begadang main game online," rengek Maya dengan suara manjanya.

Tanpa berkata-kata lagi, Rio pun segera memberikan buku tugasnya ke Maya, membuat gadis cantik dengan rambut lurus sepinggang itu tersenyum riang.

"Aaah ... Rio, makasih. Lo emang the best deh pokoknya," ucap Maya senang.

Rio tersenyum melihat tingkah menggemaskan gadis cantik di seberang mejanya itu, "Masa makasih doang? Ciumannya mana?" godanya.

Sambil mengerucutkan bibir, Maya dengan imutnya memberikan ciuman jauh ke Rio berulang kali, "Emuah emuah ...."

Rio tertawa keras, "Cuma ciuman jauh doang udah bikin hati gue bergetar, May. Apalagi kalau lo cium beneran," celetuknya.

Maya tersenyum tipis menanggapi candaan Rio, "Kalau beneran mungkin lo bisa kejang-kejang, Yo." kelakarnya.

Rio kembali tertawa sembari menggelengkan kepalanya. Sedangkan Maya, dia terlihat sudah sibuk memenuhi bukunya dengan tulisan-tulisan yang ia salin dari buku Rio.

Di sekolahnya, Maya sendiri memang terkenal suka becanda seperti itu ke teman-teman lelakinya. Namun meskipun begitu, Maya bukanlah gadis sembarangan yang dengan mudahnya bisa tersentuh oleh kaum Adam manapun. Malah sebaliknya, Maya terkenal sangat menjaga tubuhnya dari sentuhan-sentuhan nakal teman-teman sepermainannya yang terkadang dengan sengaja mendekati Maya hanya untuk memanfaatkan tubuhnya saja sebagai objek pikiran tak senonoh mereka.

Tetapi hal itu tak akan berlaku jika yang menyentuh tubuhnya adalah seorang pria yang dia inginkan. Karena sekali Maya menginginkan seorang pria untuk dimilikinya, maka Maya akan melakukan apapun demi mendapatkan perhatian pria itu meskipun harus memancingnya dengan tubuh indahnya.

Bel jam pelajaran pertama pun dimulai. Maya yang belum selesai menyalin tugas Rio, terlihat gugup sambil mempercepat gerakan tangannya.

"Aduh ... mana masih banyak pula, nggak akan kelar ini sih." gumamnya semakin panik.

Sialnya, tak berapa lama kemudian seorang guru pria memasuki ruangan kelas IPS 2, tempat di mana Maya berada. "Selamat pagi semuanya," sapa Dewangga yang biasa dipanggil Pak Dewa oleh murid-muridnya serta rekan kerjanya di sekolah.

"Pagi, Pak." balas seisi kelas bersamaan.

Melihat guru muda itu berdiri tegap di depan kelas membuat Maya harus buru-buru menyelesaikan tugas yang belum dia kerjakan sebelumnya, supaya dia tak dihukum lagi oleh guru idaman murid-murid perempuan di sekolahnya itu.

"Tugas yang saya berikan minggu lalu, apa sudah kalian kerjakan?" tanya guru tampan itu sembari melihat ke sekeliling kelas.

"Sudah Pak ...."

Dengan percaya diri, Maya pun ikut menjawab pertanyaan Dewa sama seperti yang diucapkan teman-temannya yang lain hingga tanpa sengaja mata Dewa tertuju ke meja Maya yang saat itu terlihat sedang sibuk menulis sesuatu di bukunya. Dewa lalu berjalan pelan dengan kedua tangannya dilipat ke belakang, menghampiri meja Maya kemudian berdiri tepat di depannya.

"Sudah selesai, May?" tanya Dewa tiba-tiba.

Mendengar suara Dewa yang begitu dekat dengannya, membuat Maya seketika membeku dan tak lagi melanjutkan kegiatannya menyalin tugas Rio.

"Su- sudah, Pak," jawabnya terbata sembari melirik Dewa.

Tanpa mengucapkan kata-kata lagi, dengan cepat tangan Dewa mendarat di telinga kanan Maya hingga membuat gadis belia itu meringis kesakitan.

"Jam segini kamu baru mengerjakan tugas dari saya? Kemarin-kemarin apa saja yang kamu lakukan selama di rumah?" tanya Dewa dengan geramnya.

"Aduh aduh, Pak. Sakit lho," ucap Maya seraya memegangi tangan Dewa.

"Kamu itu anak perempuan tapi bandelnya minta ampun!" tukas Dewa. "Sudah berapa kali kamu tidak mengerjakan tugas yang saya berikan?" tanyanya lagi.

"Ba- baru tiga kali, Pak," jawab Maya tanpa merasa bersalah.

Dewa berdecak sambil menggelengkan kepala, "Baru tiga kali kamu bilang? Apa hanya itu yang kamu ingat?" tanyanya.

Maya mengangguk pelan, "I-iya, Pak,"

"Kamu itu hampir setiap hari saya hukum karena tidak mengerjakan tugas dari saya. Dan ini entah minggu ke berapa kamu saya hukum lagi dan lagi. Herannya, kamu itu kenapa tidak pernah jera?" Dewa menghela nafas panjang lalu melepas jeweran di telinga Maya.

"Ma- maafkan saya, Pak," Maya memberikan tatapan memelasnya.

Dewa berkacak pinggang sambil menatap kesal ke Maya, "Keluar kamu! Kamu tidak saya izinkan ikut mata pelajaran saya sampai satu jam mendatang," tegasnya.

"Iya..iya, Pak. Saya keluar kelas tapi, saya tidak disuruh lari keliling lapangan lagi kan?" Maya berusaha mendapatkan keringanan dengan tatapan yang sama seperti sebelumnya.

"Kali ini saya tidak akan menghukum kamu seperti hari biasanya. Tapi, hukumanmu bertambah menjadi dua jam mata pelajaran saya," jawab Dewa seraya menunjukkan dua jemarinya ke arah Maya.

"Tidak apa-apalah, Pak. Daripada saya harus lari-lari di tengah lapangan lagi." balas Maya dengan tersenyum manis sembari berjalan melewati Dewa.

Dewa menggeleng pelan sambil menatap punggung Maya, "Anak perempuan kok bandelnya melebihi anak laki-laki. Heran saya," gumamnya.

"Yang lainnya, keluarkan buku tugas kalian dan tumpuk satu persatu di meja guru supaya saya nanti bisa mengoreksi pekerjaan kalian," perintah Dewa.

Mendengar ucapan sang Guru, Rio tiba-tiba saja mengangkat tangannya dan memanggil Dewa.

"Pak Dewa. Maaf, Pak ... saya lupa mengerjakan tugas minggu lalu," ucap Rio berbohong.

Dewa seketika menoleh ke arah Rio lalu berkata, "Sana keluar. Dan jangan masuk ke dalam kelas saya selama dua jam mendatang," geramnya.

Rio dengan senang hati menuruti perintah Dewa, seolah memang itulah yang ia inginkan. Tak lupa sebelum Rio keluar dari kelasnya, dia sesegera mungkin menyingkirkan buku tugasnya ke dalam laci meja Maya supaya tidak ketahuan oleh sang Guru jika dia sebenarnya sudah mengerjakan tugasnya.

Di luar kelas, terlihat Maya yang tengah berdiri di samping pintu kelasnya seorang diri hingga tiba-tiba sosok Rio muncul dari balik pintu dan mengejutkannya.

"May," panggil Rio.

Maya menoleh sambil mengernyitkan dahi, "Ngapain lo ikutan keluar kelas, Yo?" tanyanya bingung.

"Gue disuruh keluar sama Pak Dewa gara-gara gue bilang belom ngerjain tugas dari dia," jawab Rio sembari menghampiri Maya dan berdiri di sebelahnya.

Maya tersenyum miring melihat tingkah Rio, "Segitu bucinnya ya lo ke gue? Sampai rela dikeluarin dari kelas," ledeknya.

Rio balik menatap Maya, "Apapun gue relain, May. Demi bisa deketan terus sama lo," ucapnya.

Maya cekikikan mendengar omong kosong lelaki di sebelahnya itu, "Jijik gue dengernya, Yo." ucapnya sembari menepuk bahu Rio.

Di tengah gurauan keduanya tanpa mereka sadari dari balik jendela kelas ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan tatapan tak suka.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku