/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
2 hari sebelum berangkat;
Afifa mempunyai tubuh lurus dan ideal. Dia tinggal di Jawa Tengah, di kota Solo. Dia seorang karyawan di sebuah perusahaan fashion, sebagai Leader jabatannya saat itu. Dia orang yang disiplin dan pendiam. Karena kepribadian Afifa selain cantik, tapi juga solehah dan sederhana, banyak pria yang mendekatinya, tapi dia memilih untuk berteman karena masih ingin sendiri. Mengingat kerja keras orang tuanya untuk membiayai dia kuliah dan masih memikirkan karir untuk masa depan. Pekerjaan orang tuanya, bapak Afifa bekerja sebagai petani dan ibunya, penjahit dan pedagang. Terkadang bapaknya mengantikan ibunya berdagang di pasar. Dia mempunyai adik bernama Alvian masih sekolah di Pondok Pesantren dan SMA sekaligus, kelas 2 waktu itu.
Di PT tempat Afifa bekerja, cuma 5 hari kerja, saat itu tanggal merah di hari Jum'at.
"Yay, sebentar lagi, 2 hari libur. Kenapa teman-teman sepi, biasanya mengajak berkemah?" Pikiran Afifa karena merasakan jenuh. Dia setiap hari berangkat pagi pulang sore bahkan malam kalau lembur, hari liburlah untuk mencari udara segar, dan untuk refreshing.
Malam kamis Afifa bermimpi. Saat itu mimpi yang sangat aneh. Dia bermimpi bertemu pria asing, tidak jelas wajahnya, di sebuah desa yang asing baginya, dan dia digigit ular.
"Astaghfirullah," ucap kaget Afifa saat bangun.
"Kenapa aku bermimpi digigit ular dan tempat apa itu, dari seluruh saat aku berkemah tidak ada tempat seperti itu?" gumam Afifa dalam hati.
Dia bangun pagi hari biasa jam 03.00. Dia melakukan aktifitas seperti biasa, beres-beres rumah, dan lainnya sebelum bekerja. Setelah selesai, dia pun berangkat kerja. Dia masih teringat dengan mimpi anehnya dan mengatakan tentang mimpinya kepada Benesh. Karena dia teman seperjuangan saat kuliah dan bekerja, juga teman masa kecilnya. Waktu SMP dan SMA mereka berdua beda sekolah, tapi tidak menjadikan mereka jauh, tetap saja masih saling berkomunikasi, dan bersama. mereka semakin seperti saudara saat menginjak di bangku kuliah. Benesh bertubuh tinggi, berkulit kuning langsat, berbadan seperti berlian, menasehatinya bahwa mimpi adalah bunga tidur dan menyuruhnya jangan terlalu dipikirkan. Benesh terkenal ceroboh, kocak, bijaksana, dan berpikir logis.
Afifa masih memikirkan mimpi tersebut. Karena kata orang jaman dulu mimpi tersebut mempunyai arti dia bertemu dengan jodoh, dekat dengan jodohnya, atau bahkan menikah. Karena Afifa tinggal di sebuah desa yang masih banyak orang yang berpikiran kuno, meski dia sudah lulus kuliah, tapi dia masih sedikit percaya dengan pemikiran tersebut.
"Ah, mungkin benar kata Benesh. Aku tidak seharusnya memikirkan yang belum pasti," kata Afifa untuk menghibur diri sendiri.
Udara dingin di malam hari membuat Afifa, gadis berwajah oval, bermata sipit, berkulit putih, bertubuh tinggi itu tertidur. Suara getar handpone mengusik telinganya.
"Malam-malam siapa yang call?"
kesal Afifa yang hampir terlelap tidur.
"Oh, Andrian, pria berwajah bulat, bermata bulat, bentuk tubuh seperti buah pir. Kenapa malam begini kamu call?" tanya Afifa dengan suara lirih."
"Afifa, besok kami mengadakan kemah ke Pulau Sempu (Segara Anakan). Kamu ikut, kan?" jawab Andrian pria berkulit sawo matang dan bertubuh tinggi.
Mata Afifa terus melebar dan bergegas duduk.
"Daerah mana Pulau Sempu tersebut dan bersama siapa saja?" tanya Afifa.
"Bersama Ivar, dia pria betubuh sedang, berwajah persegi, bermata kecil, bibir lebar, Eben berwajah segitiga mempunyai mata cekung, bibir bulat, dan Benesh bermata belo berwajah diamond mempunyai bibir seperti busur cupid. Di Malang selatan, Jawa Timur," jawab Andrian.
Karena Benesh teman yang selalu berada disisi Afifa. Dia menjadi akrab dengan teman-teman Afifa.
"Oke Andrian, tepatnya jam berapa aku harus bersiap-siap?" tanyanya
"jam 7 pagi," jawab Andrian.
Afifa langsung meneliti wilayah tersebut lewat media sosial. Karena wilayah tersebut masih terdengar asing baginya. Dia pun juga semakin penasaran dengan tempat tersebut, karena sepertinya sangat menantang, dan bagus untuk berpetualang.
Mereka Andrian, Ivar, dan Eben adalah teman SMA. Keculi Benesh teman kuliah Afifa dan rumahnya tidak jauh dari rumah Afifa.
Afifa sering berkemah bersama Benesh dan teman kuliahan, selain untuk reoni juga menyambung silaturrahmi. Tidak terpikirkan oleh Afifa, kenapa Andrian mengajaknya, dan memilih tempat tersebut.
Sumilir angin dan mentari pagi yang menghangatkan tubuh. Afifa membawa barang berkemah dan pamit sama orang tuanya. Rasheed bapaknya, dia pria berwajah kotak dan bermata sipit, bibir tipis, bertubuh tinggi dan bentuk tubuh seperti mentimun dan Fahama ibunya, berkulit putih, berwajah oval, bermata bulat dan sedikit gemuk dengan bentuk badan seperti buah tomat. Mereka dengan berat hati mngizinkan putrinya. Baru pertama kali orang tua Afifa menasehati Afifa, agar tidak berkemah di Pulau Sempu tersebut. Karena belum jadi wisata, masih asing bagi mereka juga, dan rumor banyak orang hilang disana. Tapi Afifa yang keras kepala saat itu dan terus membujuk orang tuanya, mereka pun menyetujui keinginan Afifa.
"Kenapa Afifa yang tadinya penurut sekarang keras kepala, ya Pak?" tanya Fahama, ibunya Afifa kepada suaminya. Mungkin ibunya punya firasat yang tidak seperti biasa terhadap Afifa.
"Anak kita sudah dewasa, Bu? Biarkan saja, meski kita melarang, dia tetap akan pergi. Mungkin karena dia sudah terlanjur janji sama teman-temannya. Berdoa saja, tidak akan terjadi apa-apa terhadap putri kita, Bu?" jawab Bapak Afifa.
"Tapi, ibu memiliki perasaan tidak enak, seperti gelisah tetang putri kita yang akan berkemah disana, Pak?"
"Ah, mungkin cuma firasat ibu saja? Toh, anak kita juga sudah berangkat kan, Bu? Kamu melarang juga dia bersikeras. Sudah jangan memikirkan hal yang buruk tentang anak kita. Dia akan mampu melindungi dirinya sendiri, jika dalam bahaya."
Bapak Afifa menenangkan istrinya dan agar tidak berpikir lebih. Dan mendoakan Afifa agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Bapak Afifa seorang Indigo dan juga memiliki perasaan tidak enak tentang Afifa. Tapi karena rasa kasih sayang yang membuat bapak Afifa berpikir yang penting anaknya bahagia.
Setelah itu orang tua Afifa menyibukkan diri melakukan aktifitas keseharian seperti biasa. Bapak Afifa membawa cangkul untuk ke sawah dan ibu Afifa pergi ke pasar untuk berjualan. Ibu Afifa menanyakan tentang Pulau Sempu tersebut kepada teman yang sedang berjualan di kios sebelahnya.
"Bu Ani, kamu tahu tentang Pulau Sempu?"
"Dimana itu, Bu Fahama? Aku baru tahu namanya pun sekarang?"
"Oh, kirain tahu. Ya sudah, aku cuma penasaran tentang wilayah itu. Soalnya puteriku sedang berkemah disana."
"Ibu tenang saja, kita kurang paham pemikiran anak-anak. Pengetahuan anak sekarang berbeda dengan kita. Melihat kekhawatiran kamu, aku sebagai orang tua bisa merasakan, tapi biarlah anak-anak yang memilih jalan sendiri, yang penting untuk kebaikannya."
Mendengar perkataan teman berdagangnya, Ibu Afifa melanjutkan jualan. Meski orang tua Afifa hidup sederhana, tapi mereka tergolong keluarga harmonis.
Dengan bibir tipis berwarna merah seperti buah berry, Afifa tersenyum. Dia keluar dari rumahnya dan membawa barang-barang keperluannya. Disusul Andrian dengan menawarkan agar dia yang membawa barang-barang Afifa, Afifa menyetujui Andrian. Mereka beranjak naik mobil dan berangkatlah mereka.
/0/3945/coverorgin.jpg?v=130dd3844c362084149454ed134cab7c&imageMogr2/format/webp)
/0/8089/coverorgin.jpg?v=1ed0ae668d47ff7759ab081b82c2145d&imageMogr2/format/webp)
/0/16597/coverorgin.jpg?v=7671acdde2afa7678a9ec790a4948956&imageMogr2/format/webp)
/0/2860/coverorgin.jpg?v=ca7ff0334afb8a520de8069ee0b3715d&imageMogr2/format/webp)
/0/5776/coverorgin.jpg?v=7a87332aa9c79e7f9495659cb23ed8bd&imageMogr2/format/webp)
/0/3778/coverorgin.jpg?v=45659e33fc35fc3013be25deafe72fcf&imageMogr2/format/webp)
/0/9153/coverorgin.jpg?v=d739cadec9e6d9f609887335587c2f88&imageMogr2/format/webp)
/0/6716/coverorgin.jpg?v=aa47d8853cb4fc2d190f699a4e96e89a&imageMogr2/format/webp)
/0/10520/coverorgin.jpg?v=8362ba6365a8e12a64ad0ca121db53d4&imageMogr2/format/webp)
/0/12939/coverorgin.jpg?v=6c174984c8ef1145cdac2fdce22ee108&imageMogr2/format/webp)
/0/14156/coverorgin.jpg?v=0d6bcf5b3aacc35c4be934b534409f0b&imageMogr2/format/webp)
/0/13005/coverorgin.jpg?v=9cd78141f83941c03784c9a5bde701b1&imageMogr2/format/webp)
/0/3149/coverorgin.jpg?v=3f0c9548d342ef9937c0d337c8cc2b32&imageMogr2/format/webp)
/0/4318/coverorgin.jpg?v=20250121182507&imageMogr2/format/webp)
/0/3898/coverorgin.jpg?v=e8c73da8248f56bfc2354a940f0bf48f&imageMogr2/format/webp)
/0/3926/coverorgin.jpg?v=4197dc5431d625fbde309664f6306c13&imageMogr2/format/webp)
/0/14868/coverorgin.jpg?v=ed691902cab62c9f9016d20bc582a957&imageMogr2/format/webp)
/0/20579/coverorgin.jpg?v=2a9ead463aa57c9d48544b5acfa2bce0&imageMogr2/format/webp)
/0/22021/coverorgin.jpg?v=40ba8dce77cf7c4da1bd8af23dfd3d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/28398/coverorgin.jpg?v=b6753d55de50fdeda83199c069830624&imageMogr2/format/webp)