Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Mohon maaf jika banyak kalimat yang salah. Semoga kalian suka dengan ceritanya.
####
Pernikahan yang megah, tak selalu menjamin kebahagiaan di baliknya. Susana bahagia nan sakral pagi itu, ternyata menjadi petaka kala malam datang. Pria yang berstatus menjadi suami, mendadak berubah karena suatu hal. Menyerah atau berlanjut?
Malam itu, saat usai pernikahan …
“Beruntung aku belum menjamah kamu!” suara lantang itu memekik gendang telinga Anin. Suaranya terdengar menusuk dan sangat nyaring. “Dasar wanita murahan!” hardiknya lagi penuh hinaan.
“Aku bukan wanita seperti itu, Mas!” sahut Anin membela diri. “Jangan percaya dengan foto itu. Itu hanya salah paham.”
Anin masih terduduk memandangi sang suami yang tengah menyalak.
Bagas mendecih. “Jangan sok polos kamu. Bilang saja padaku, sudah berapa banyak pria yang menidurimu?”
Degh! Dada Anin terasa sakit tatkala kalimat itu menyobek raga. Kalimat yang menurut Anin sangatlah keterlaluan.
“Tega sekali kamu berkata begitu!” sahut Anin. “Aku bukan wanita murahan, Mas.”
Bagas melengos. “Sudahlah, nggak usah mengelak. Bicara saja yang jujur, toh aku tidak akan menceraikan kamu.”
“Apa maksudmu?” Anin menatap serius.
“Aku akan menutupi kelakuan bejatmu. Aku masih membutuhkanmu di sini. Bukan sebagai istri yang akan aku sayang, melainkan sebagai senjataku untuk mendapatkan perusahaan ayahku.”
Bibir Anin lantas bergetar dengan mata berkaca-kaca. Di malam pertama setelah pernikahan, bukan kebahagiaan yang Anin dapatkan, akan tetapi sebuah hinaan dan cacian hanya karena sebuah foto syur. Sebuah foto yang memamerkan Anin sedang dipeluk mesra oleh seorang pria di sebuah kelab.
“Tega sekali kamu padaku,” kata Anin sambil menangis. “Aku bahkan tidak tahu kenapa aku ada di foto itu.”
Bagi wanita, menangis adalah cara utama saat menghadapi masalah.
“Jangan khawatir, tak akan ada orang yang tahu tentang kelakuan buruk kamu. Aku akan menyimpannya rapat-rapat.” Bagas menyeringai. “Yang harus kamu ingat, jangan menyentuhku, aku bahkan tak akan menjamahmu apalagi bersetubuh dengan kamu. Jijik aku!”
Bagas berlalu keluar dari kamar meninggalkan Anin sendirian yang masih menangis.
Sebuah pernikahan yang indah di pagi itu, kini harus sirna saat datang malam hari. Anin menangis sejadi-jadinya kala itu. Dibiarkan oleh sang suami di malam pertama, suatu hal yang tak akan bisa Anin lupakan.
Niatnya Anin tidak ingin mengingat kejadian itu, karena memang Anin sudah terbiasa menjalani pernikahan tanpa ada kata sentuhan. Anin selalu disayang saat di depan keluarga mertua, tapi selalu dicaci saat tiada siapapun.
Satu tahun berlalu, nyatanya tak ada yang berubah. Wanita bernama Hanindiya Saputri atau sering dipanggil Anin, tetap harus pura-pura bahagia dengan pernikahannya, sementara di dalam hatinya sedang menyimpan tangis yang amat pedih rasanya.
Suami yang Anin cintai selama ini, sudah berubah. Pria itu bahkan sudah kehilangan selera untuk sekedar menyentuh sedikit bagian kulit mulus milik Anin. untuk bagian lainnya, Anin tidak akan berharap.
Satu tahun, harusnya sudah cukup untuk menjerat sosok Anin, karena Anin memang ingin bebas.
“Duduk sini, Anin,” perintah Sasmita—mama mertua. “Biar Bibi Niah dan yang lain yang membersihkan semuanya.”
Anin mengangguk kemudian ikut duduk. Namun, baru saja duduk Anin terpaksa harus berdiri lagi.
“Ambilkan aku jus dulu,” perintah Bagas. Tentunya dengan nada bicara yang Bagas buat sehalus mungkin.
Anin tersenyum lalu berdiri dan melangkah ke arah dapur.
“Kamu kan bisa minta ambilkan Bibi Niah. Tidak usah memerintah Anin terus,” kata mama.
Bagas acuh. “Tak apa, Ma. Anin kan istri aku. Sudah sepantasnya dia melayaniku.”
Mama mendesah kasar kemudian bersandar pada dinding sofa. Sementara pandangannya fokus ke arah layar televisi, satu tangannya sedang memegang dan memencet tombol untuk mencari acara yang bagus.
“Mau sampai kapan kamu diam terus?” suara serak mengejutkan Anin. “Kamu nggak bosan?” kata dia lagi.
Anin menoleh. Anin tentu sangat mengenali suara itu. Suara milik pria yang sama tampannya dengan Bagas. Sama-sama berpawakan tegap atletis. Hanya saja pria di hadapan Anin saat ini lebih tinggi dari Bagas.
Namanya Jonan, Jonan Hanggoro. Dia Putra kedua dari pasangan Hanggoro dan Sasmita. Bagas dan Jonan hanya berpaut umur sekitar lima tahun saja.
“Kamu belum menjawab pertanyaanku,” kata Jonan lagi.