Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
One
Wanita itu menatap sekali lagi cermin di hadapannya.
Rambut? ceklis.
Wajah? ceklis.
Lipstik? ceklis.
Dress? ceklis.
Wangi? ceklis.
Okay, cantik dan sexy.
Alona Erisca, gadis berumur dua puluh empat tahun itu sengaja berdandan mencolok malam ini. Jika biasanya dia terlihat natural dengan make up tipis, maka lain untuk kali ini. Wajahnya kini dipoles tebal bedak padat, ada pula perona pipi yang membuat auranya semakin berwarna, serta tak lupa riasan mata indah , dan terakhir bibir tipisnya dipoles lipstik merah menggoda.
Gadis itu menyambar clutch beserta kunci mobil dan bergegas untuk menjalankan misinya. Hingar bingar suara dentuman musik begitu kental di ruangan penuh gemerlap ini. Yeah, club malam adalah surga dunia bagi penikmat kebebasan. Namun, tidak bagi Alona, gadis itu bahkan baru kali ini memasuki tempat yang disebut-sebut sebagai rajanya hiburan ini.
Alona mengedarkan pandangan untuk beradaptasi dengan tempat ini, ternyata banyak sekali pemandangan yang mengotori matanya. Tetapi Alona tidak mempedulikan itu, misinya malam ini harus tuntas.
Dengan melenggok anggun, Alona berjalan menuju meja bartender. Baju merah darah yang melekat pas di tubuh membuat banyak mata lelaki menyorot ke arahnya, belum lagi belahan dada rendah serta dress pendek yang hanya melewati beberapa senti di bawah bokong, sudah barang tentu membuat para pria di sana meneguk ludah susah payah. Akan tetapi, Alona mengacuhkan mereka semua, belum ada seorang pun pria yang masuk standar kualifikasinya.
Gadis itu duduk dengan gerakan anggun serta memesan minuman tanpa alkohol, dia tidak boleh mabuk malam ini. Mata tajamnya kembali berpetualang mencari mangsa, dan mata Alona tertuju pada dua pasangan mesum di ujung ruangan. Tempatnya memang tidak terlalu padat seperti di sini, tapi bukan pasangan itu yang menarik perhatian Alona, melainkan pria yang malah tampak sibuk memainkan ponsel saat tubuh kokohnya ditempeli tiga wanita seksi sekaligus.
Tiba-tiba saja pria itu bangkit dan tampak meninggalkan ketiga wanita merana itu seraya mengumpat kepada dua temannya yang tengah asik bercumbu. Jantung Alona rasanya mulai bergerak liar saat pria itu berjalan ke arahnya. Yeah, inilah pria yang dicarinya, mangsanya. Detak itu semakin menggila ketika pria itu duduk di kursi sebelahnya. Oh, apa yang harus Alona lakukan di saat jalang profesional saja ditolak olehnya?
"Seperti biasa." Suara beratnya seakan mampu menyesatkan jiwa Alona ke alam bawah sadar, aroma maskulin pria tersebut membuat bulu kuduk gadis itu meremang, ia ingin tahu bagaimana rasanya memeluk dada bidang milik pria di sebelahnya ini?
Tiba-tiba pria itu menoleh, Alona tertegun sesaat, ia mengira-ngira kebaikan apa yang sudah diperbuatnya di masa lalu sehingga Tuhan mempertemukan dia dengan pria yang ... ehm, apa ya? Tampan? Bukan-bukan, kata tampan saja tidak mampu mendeskripsikan seperti apa pria itu, ia terlihat mengangumkan dengan garis wajah yang pas di parasnya.
"Kau memandangku seperti kucing kelaparan, Nona." Alona terkejut bukan main karena ketahuan mengagumi wajah tampan pria itu.
"Tidak, hanya saja kau berbeda." Gadis itu nyaris memukul bibirnya yang hampir meneruskan kalimat 'dan tampan'.
Pria itu mengangkat sebelah alisnya dan Alona bersumpah ingin sekali menyentuh alis tebal tersebut. "Kau juga berbeda," ucapnya seraya menarik sebelah sudut bibir.
Seorang bartender datang membawa pesanan pria itu sehingga obrolan mereka terhenti, padahal Alona berharap lebih.
Sang Pria tampan itu menyesap minumannya perlahan, gilanya bagi Alona hal itu sangat mempesona, bahkan ia harus menelan ludah susah payah saat melihat jakun pria itu bergerak naik turun saat meneguk minumannya. Oh, sungguh ini benar-benar pemandangan yang menggoda.