Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Besok ibu datang lagi jam lima subuh ya. Kita luluran dulu!" Setelah melukis hena di kedua tangan Nahla, juru make up pengantin yang di sewa Bu Martini tiga hari yang lalu.
Nahla beruntung sekali memiliki ibu sebaik Bu Martini dan ayah sebaik Pak Bagas. Mereka selalu melakukan apapun agar Nahla bahagia, termasuk merestui hubungannya dengan Agung.
Meski usianya enam tahun lebih muda dari Agung, Nahla tetap mencintainya tanpa memandang usia. Setelah pertemuan mereka dua tahun yang lalu di acara reuni akbar sekolah tempat mereka mengemban ilmu. Nahla memberanikan diri untuk memulai hubungan dengan laki-laki pilihannya setelah mengalami dua kali gagal melanjutkan perjodohan yang sengaja di rencanakan oleh keluarga besarnya, mengingat Nahla terlahir dari keluarga kaya dan terhormat, tentulah harus memiliki suami yang sebanding dengannya.
"Ya bu. Terima kasih untuk hari ini. Saya suka henanya, cantik" Jawab Nahla dengan wajah sumringah. Wanita yang kemungkinan berusia kepala tiga itu lalu meninggalkan Nahla sendiri di kamar pengantinnya.
Sambil membolak balikkan telapak tangan yang sudah penuh dengan ukiran hena berwarna putih, dia tersenyum membayangkan betapa meriahnya resepsi pernikahannya besok. Sengaja Nahla meminta kedua orangtuanya untuk menyewa gedung megah menjadi tempat resepsi pernikahannya.
Tok, tok, tok…
“Assalamu’alaikum. La?” Sarah sahabat karib Nahla sudah datang. Dia sengaja menginap menemani sahabatnya di malam terakhirnya sebagai perawan, eh gadis mungkin yah “Cieeeee…” Sarah sengaja membuat Nahla tersipu malu.
“Apaan sih sar. Ganggu aja deh!”
“Jangan di liatin terus henanya. Nanti terbakar”
“Tceh. Udah ah sar. Daripada gangguin aku terus, mending telpon Sari gih!”
“Dia belum datang juga?” Sarah lalu menyalakan layar handphone dan melakukan panggilan video pada sahabatnya yang lain “Kirain aku yang telat. Ih. Kebiasaan deh!” Tuuuuut, tuuuuut, tuuuut… Satu panggilan video masih menunggu jawaban.
Sementara menunggu Sari mengangkatnya Nahla kembali asik meniup-niup hena yang masih belum kering maksimal. Sambil sesekali dia tersenyum.
“La. Kamu tuh harus bersyukur bisa menikah dengan laki-laki pilihan sendiri” Sarah merebahkan tubuhnya di kasur empuk milik Nahla “Tidak seperti aku dan Sari. Kita harus menikah dengan laki-laki pilihan orangtua kita” Lanjut Sarah dengan nada pelan agar Nahla merasa iba atas apa yang sudah terjadi pada mereka.
Gadis berusia dua puluh enam tahun itu hanya menatap sahabatnya yang tengah asik memperhatikan layar hp di atas kasur empuk miliknya “Memangnya kamu tidak bahagia?”
“Aku bahagia. Jika tidak. Mana mungkin ada Ali di antara kami” Ali adalah buah hati pernikahan Sarah dan suaminya “Tapi setidaknya kamu tidak harus bersusah payah beradaptasi dengan karakter suamimu nanti” Klik. Sarah menekan tombol merah.
“Loh. Kok di matiin sar?”
“Gak di angkat. Biarin aja, mungkin Sari lagi di jalan” Sarah kemudian menyimpan smartphone berwarna kuning emas miliknya. Kedua tangannya lalu sibuk mengeluarkan sebuah kotak besar dari dalam tote bag “Nih. Kado pernikahan dari aku dan suamiku”
“Waaah. Terima kasih banyak loh Sar, udah repot-repot pakek ngsih kado segala” Sekedar basa-basi Nahda tetap menerima bingkisan besar itu dengan wajah bahagia.
“Mmmm. Pakek basa-basi segala. Bukannya kamu yang minta? Mana barangnya kamu sendiri yang memilih. Kan gak seru” Sarah memasang wajah cemberut meladeni sikap sahabatnya yang ajaib itu.
Ada dua buah barang yang di keluarkan Nahla dari kotak besar pemberian Sarah. Sepasang jaket perasut “Suka deh kamu. Udah ada namanya juga” Ledek Sarah masih dengan wajah cemberut”
“Idih. Kalau gak ikhlas jangan maksain say. Nih bawa lagi aja kadonya!” Sambil menyodorkan kotak besar kembali pada pangkuan Sarah “Tapi kotaknya aja ya. Isinya buat saya sama agung saja”
“Terserah!” Meski sedikit terpaksa karena harus menyisihkan uang belanja demi membeli kado pesanan Nahla. Sarah tetap ikhlas, asalkan sahabatnya bahagia.
“Sari gimana ya?” Seolah teringat sesuatu mengenai Sari, Nahla terdiam sejenak “Jangan-jangan mertuanya gak ngasih ijin?” Mereka saling memandang. Menerka apa yang sebenarnya terjadi pada sahabat yang satu itu terlambat datang memenuhi permintaan Nahla di hari terakhirnya sebagai wanita single.
Drrrreeeed, drrrreeeed…