Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
"Dafaaaa," teriak Aruna.
"Iya, ma," ucap Daffa tersengal-sengal.
Daffa baru saja selesai mandi setengah berlari mendekati wanita yang telah melahirkannya memanggil. Dengan nafas yang terengah-engah Daffa melirik ke arah sang istri yang baru lima bulan yang lalu dia nikahin. Berkenalan lewat sosial media, bertemu, dan meminang sang istri.
"Kamu lihat istri kamu itu, masa pergi kondangan penampilan seperti itu. Gimana sih. Malu-maluin, nanti teman-teman mama pada ngatain mama lagi," celetuk Aruna seraya menyilangkan tangan di dada.
"Kamu kasih tau dong sama istri kamu itu, kalau pergi kondangan itu dandan yang cantik. Pakai make-up, lipstik, gaun yang cantik. Ini nggak, cuma pakai gamis polos nggak ada modelnya. Kampungan banget sih. Makanya cari istri itu yang pintar dandan," cerocos Aruna dengan mata melotot penuh intimidasi.
Aruna adalah ibu kandung Daffa. Dia selalu tampil cetar membahana jika bepergian. Dan istrinya Daffa selalu jadi bahan caciannya.
Sabira dan Daffa baru lima bulan menikah. Gadis yang di nikahi Daffa tinggal di pelosok daerah.
Awalnya Daffa sering mengirim pesan chat lewat sosmed pada Sabira. Lalu mereka bertemu. Daffa mendatangi rumah Sabira.
Perjalanan ke rumah Sabira membutuhkan waktu delapan jam. Di pertemuan pertama itu lah ternyata Daffa jatuh hati pada gadis kampung polos seperti Sabira. Lalu memutuskan meminang Sabira dua bulan lagi.
Karena acara pernikahan di laksanakan di rumah Sabira, keluarga dari pihak Daffa hanya beberapa orang saja yang datang termasuk orang tuanya Daffa.
Setelah menikah, mereka awalnya tinggal di rumah orang tua Sabira. Lima bulan setelah menikah, Daffa mengajak sang istri untuk pindah ke kota dan tinggal di rumah orang tuanya.
Dengan izin dari orang tua Sabira, akhirnya mereka pindah ke rumah orang tua Daffa. Sabira tidak menyangka, ternyata setibanya di sana, keluarga suaminya seolah menganggapnya asisten rumah tangga. Semua pekerjaan rumah di berikan pada Sabira, padahal di rumah itu juga ada adik dan istri adiknya Daffa.
"Dek," panggil Daffa seraya memegang bahu Sabira.
Seketika itu Sabira terperanjat dari lamunannya.
"I-iya, mas," jawab Sabira tertunduk lesu.
"Kamu ganti baju sana, ganti baju yang bagus. Kamu pakai celana jeans atau apa gitu. Gaya dikit dong. Kalau perlu kamu nggak usah pakai jilbab. Malu-maluin aja tau," celetuk Daffa.
Netra Sabira membulat sempurna saat mendengar ucapan sang suami yang memintanya memakai celana jeans. Jelas-jelas Sabira yang notabanenya adalah wanita saat. Kemana-mana selalu pakai gamis dan jilbab panjang.
"Apa mas? kamu menyuruh ku untuk memakai jeans. Maaf, mas, aku nggak bisa. Kewajiban seorang muslimah harus menutup aurat bukan mengumbar aurat. Lagipula penampilan aku seperti ini, jauh sebelum mengenal kamu, mas. Kamu itu kepala keluarga, seharusnya kamu bangga karena aku sudah menolong kamu dari dosa. Mas tahu kan, dosa seorang suami itu membiarkan istrinya mengumbar aurat di depan orang lain," cerocos Sabira.
Sabira tau pasti ini karena hasutan ibu mertuanya untuk membuat mas Daffa mengomentari penampilannya.
Penampilan Sabira sangat sederhana. Ia memakai gamis polos, jilbab panjang, make-up tipis. Karena memang seorang muslimah tidak boleh terlalu berlebihan memakai make up jika keluar rumah.
"Iya sudah, terserah kamu. Aku malas dengar ceramah mu. Itu saja yang kamu ucapkan kepadaku. Sampai panas telingaku dengarnya," sungut Daffa.
"Kalau kamu kepanasan, itu artinya ada setan di dalam diri kamu, mas," seloroh Sabira berlalu pergi.
Tampak dari raut wajah Daffa, ia menyimpan amarah setelah mendengar ucapan Sabira. Namun Sabira tak melihat ekspresi wajah suaminya.
"Loh, kok kamu gak ganti baju?" tanya Aruna yang berdiri di teras rumah.
"Nggak, ma. Baju ku ini masih bagus, untuk apa di ganti," cicit Sabira melengos.