/0/15466/coverorgin.jpg?v=61f388f015d702f5b62256a150c5e2a8&imageMogr2/format/webp)
Seorang wanita berparas cantik, lembut bak bidadari baru saja keluar dari ruang dokter spesialis kandungan, tapi sayang suasana hatinya mendung seperti langit Kota Birmingham saat ini. Dia sengaja datang seorang diri memeriksakan kehamilannya, belakangan ini sering mengalami pendarahan, pembengkakkan, serta sakit pada sekujur tubuh.
“Mirror syndrome?” ucapnya, bahkan suara wanita itu tercekat. Namanya Naladhira, terus menyeka air mata yang menetes sejak dokter menjelaskan perihal kelainan kandungannya.
Nala membelai perut buncitnya, pikirannya kalut, kebingungan sudah pasti. Sebagai calon ibu, dipenuhi ketakutan yang luar biasa menyangkut keselamatan buah cintanya.
Akibat melamun di tengah lorong, Nala hampir tertabrak sekumpulan orang. Ia melihat keributan, dokter dan perawat berlarian menuju bangsal IGD. Sayup-sayup mendengar percakapan tenaga medis bahwa dua pasien kecelakaan motor, dengan luka sangat serius tiba di depan rumah sakit.
Wanita ini menelan air liur, teringat akan suaminya yang siang tadi pamit hendak mengikuti balapan motor di salah satu sirkuit. “Oh tidak mungkin, bukan Theo. Pasti orang lain. Semoga dia selamat.”
Tak bisa dipungkiri, lubuk hatinya tak tenang, selalu menoleh pada pintu penghubung antara poli dan IGD. Nala meremas kesepuluh jari, cemas sekaligus penarasan, sebab suaminya tidak memberi kabar apapun.
Sedetik kemudian Nala menggelengkan kepala, menepis semua pikiran buruk dalam otaknya. “Aku harus pulang. Pasti Theo di mansion.” Senyum tipis terukir di bibir tipis.
Semula Nala bersikap acuh tak acuh, tetapi dering pada ponselnya membawa kabar buruk.
“Ya? Apa? Ti-tidak mungkin.” Suara Nala bergetar, seketika benda pipih terjatuh dari genggaman.
“Theo.” Jeritnya dalam hati. Suara seseorang di balik telepon meruntuhkan harinya yang sudah hancur berkeping-keping.
Dengan langkah tertatih sembari memegang perut buncitnya, Nala menghampiri sang suami yang tergeletak lemah tak berdaya di atas brankar.
Tubuhnya lemas, dadanya begitu sesak dan sulit menghirup udara. Manik hitam pekatnya terbelalak melihat tetesan darah berjatuhan ke lantai, mengalir dari kepala. Wajah tampan nan rupawan Theo berubah merah.
“Tolong selamatkan suamiku. Theodore.” Tangisnya, jujur Nala tak ingin kehilangan sosok pria yang teramat sangat dicintai.
“Aw … sa-sakit.” Mendadak perut buncit Nala menegang, raganya limbung dan tak sadarkan diri.
"Mrs. Bradley, Ya Tuhan. Tolong bawa ke ruang perawatan, hubungi dokter kandungan."
Dibantu seorang perawat, ibu hamil itu mendapat perawatan intensif. Tekanan darahnya meningkat, suhu tubuh tinggi, bulir keringat memenuhi keningnya.
Kepalanya bergerak gelisah, kedua tangan meremas selimut, hingga selang infus yang sebelumnya berwarna bening berganti menjadi merah, karena pergerakan punggung tangan Nala.
Dalam mimpinya, Nala terbayang wajah Theodore, teringat kalimat terakhir ketika suaminya berpamitan.
“Aku, Theo hanya mencintai Naladhira istriku yang baik hati, manis dan cantik.” Pria itu menciumi perut buncit sang istri. Lalu menitipkan pesan agar Nala menjaga anak dalam kandungannya, berjanji tetap sehat dan bahagia.
“Jaga anak-anak kita. Ingatkan mereka kalau aku menyayangi kalian. Jangan lupa ya. Aku berangkat dulu Nala, podium juara 1 hari ini ku persembahkan untuk kamu.”
Sungguh Nala tak menyangka jika pesan itu memiliki pertanda lain. Ia tidak membutuhkan podium kejuaraan, hanya ingin suaminya sehat seperti sediakala.
Nala pingsan selama beberapa jam, dia tidak mendampingi proses operasi yang dilakukan oleh dokter terhadap Theo. Dokter kandungan melarangnya terlalu larut dalam kesedihan, sebab menimbulkan dampak negatif bagi kandungannya.
Semalaman penuh Nala ditemani Valerie –saudari kembar Theo. Penuh perhatian menghapus peluh dan memeluk raga ringkih itu.
/0/14737/coverorgin.jpg?v=5af97b6c23230bc1be2f4d08de1e83ab&imageMogr2/format/webp)
/0/16428/coverorgin.jpg?v=3d8410225546bfa5035f1dc4b89f685f&imageMogr2/format/webp)
/0/29613/coverorgin.jpg?v=e6e3db8431d11ea34c1cfd6a8a6a4d5b&imageMogr2/format/webp)
/0/27379/coverorgin.jpg?v=f1a0d00f47a49b00bad0ae3ae91765b2&imageMogr2/format/webp)
/0/5774/coverorgin.jpg?v=c4321a0e698161da875110311678e3a9&imageMogr2/format/webp)
/0/15844/coverorgin.jpg?v=20250123121039&imageMogr2/format/webp)
/0/6480/coverorgin.jpg?v=7b42e334b6b42ad5c0d3092eaacb4684&imageMogr2/format/webp)
/0/7073/coverorgin.jpg?v=bd32cbe09214b01b78a8457aafa9b110&imageMogr2/format/webp)
/0/17882/coverorgin.jpg?v=9079b312ff97b8638c0c92c6cce5b2b1&imageMogr2/format/webp)
/0/13806/coverorgin.jpg?v=6dee71f2e8c7e5f6082c315bfbd2d8af&imageMogr2/format/webp)
/0/18393/coverorgin.jpg?v=0b7775b8e564ba647dea03ba63073547&imageMogr2/format/webp)
/0/21059/coverorgin.jpg?v=60eaa175ced393fbcaeba53415722a82&imageMogr2/format/webp)
/0/2889/coverorgin.jpg?v=e01850068f65fbdbdf4ff55d53c9c070&imageMogr2/format/webp)
/0/4714/coverorgin.jpg?v=d0903cbd4f0ab04b5c828ae5e1399f45&imageMogr2/format/webp)
/0/3925/coverorgin.jpg?v=f35beec2a693ab20cde31366697c77fa&imageMogr2/format/webp)
/0/3595/coverorgin.jpg?v=39a2ec8e52ed3086144a1b7671be39a1&imageMogr2/format/webp)
/0/2345/coverorgin.jpg?v=77d2c259fba79165682b15f34d3c47cc&imageMogr2/format/webp)
/0/13767/coverorgin.jpg?v=e28ddbc0c6335d6ecec8daef7912f06c&imageMogr2/format/webp)
/0/6488/coverorgin.jpg?v=68fb57334c996bf8bec4b64d8c6c0a41&imageMogr2/format/webp)
/0/17462/coverorgin.jpg?v=d8c6ceaaaebd914019e70e50febf0c63&imageMogr2/format/webp)