Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Jantung Sarah berdebar kencang saat lembaran tipis itu dibukanya. Tulisan merah di dalamnya mampu membuat tangan dan tubuhnya bergetar. Matanya pun akhirnya tak mampu membendung butiran bening yang turun melintasi pipinya. Hatinya ragu saat membaca lembaran itu. Lembaran yang akan menghancurkan rumah tangganya kelak.
"Tidak, tidak mungkin." Sarah meracau.
Dihentakkan kakinya melangkah menemui sang suami yang kini tengah duduk manis di meja ruang makan. Tak lupa ia membawa lembaran itu dan membuangnya tepat di wajah Kaivan.
"Ini apa, mas?" tanya Sarah tepat saat kertas itu terlempar mengenai wajah suaminya.
Kaivan yang sadar hal ini akan terjadi hanya bisa menatap datar lembaran itu lalu mengacuhkannya. Bibirnya tersenyum sinis, mengejek setiap helaan napas kesal yang Sarah coba tunjukkan.
"Menurutmu?"
Hanya itu kalimat yang keluar dari dalam mulut Kaivan.
Sarah meradang. Bibirnya siap meluncurkan sejuta kalimat sakti cercaan dan makian untuk suaminya yang telah melecehkan kehormatannya sebagai seorang istri. Sarah mendorong bahu Kaivan agar pria itu sadar akan kesalahannya dan meminta maaf padanya.
"Mas selingkuh?" teriak Sarah.
Bukan kali pertama ini Sarah berteriak kencang pada suaminya. Sudah ratusan kali bahkan tak terhitung. Sejak awal pernikahan, Sarah tak pernah berlaku manis sedikitpun. Apa yang dilakukan Kaivan selalu salah di matanya.
Kaivan muak dengan perlakuan kasar Sarah hingga membuatnya lepas kendali. Ia membanting sendok dan mendorong piring berisi nasi goreng ke pinggir meja hingga terjatuh dari sudut dan isinya berantakan.
Kaivan berdiri lalu menunjuk wajah Sarah dan mendorong dahinya dengan telunjuk kanan. Ini baru pertama kalinya. Kaivan pun membalas teriakan Sarah dengan ucapan yang amat menohok. "Selingkuh? Buat apa aku selingkuh?"
"Ini apa? Ini bukti nyatanya." Sarah kembali menunjukkan kertas itu. "Sekarang kamu sudah berani berlaku tidak sopan padaku. Apa ini karena wanita lain?"
Kaivan melepas telunjuknya dari dahi Sarah. Matanya menatap tajam Sarah dan seolah memberi petunjuk agar istrinya tunduk mendengarkan cerita darinya.
"Aku sudah menikah dengan wanita yang kamu sebut selingkuhan. Namanya Hani. Aku dan dia sudah menikah satu tahun yang lalu dan saat ini dia sedang mengandung anakku. Puas dengan jawaban dariku?" Kaivan menantang Sarah. Seringai kecil membentuk lengkungan di bibirnya membuat pria itu serasa di atas angin. Ia berhasil membuat Sarah terdiam.
"Menikah?" Sarah bergumam pelan. Pandangannya tiba-tiba melunak dan menatap nanar isi kertas tipis itu. Kaivan sudah tak peduli, nyatanya Sarah sering seperti ini jika menginginkan sesuatu darinya.
"Kenapa? Ada masalah?" tanya Kaivan. Sarah menggeleng. Kepalanya tertunduk dan dalam sekejap ia menangis sesenggukan lalu menutup matanya dengan tangan.
Kaivan mengerutkan dahinya. Tangannya terangkat ingin memeluk Sarah tapi diurungkan karena di dalam pikirannya, pasti ini drama picisannya lagi.
"Kamu serius?" tanyanya lagi. Kaivan mengangguk. "Kenapa kamu lakukan ini padaku?"
"Aku butuh keturunan. Kamu tidak bisa beri aku keturunan sampai saat ini," jawabnya lantang. Sarah tak terima dan kini menaikkan wajahnya pada Kaivan untuk menantangnya kembali.
"Keputusan dokter kan belum final. Aku masih bisa usaha," pekik Sarah kesal.
"Usaha? Sarah dengarkan aku, rahim kamu sudah tak berfungsi normal. Aku bahkan tidak tahu apa yang kamu lakukan di masa lalu hingga dokter harus mengangkatnya sebagian. Kalau kamu tidak terima, ya sudah kamu angkat kaki dari rumah ini dan kembali menggelandang seperti sepuluh tahun yang lalu," ucapnya final.
Sarah meneteskan lagi air matanya. Ia tak percaya suami yang ia cintai akan berbuat sekejam ini dan menyuruhnya pergi. Kaivan tak peduli dengan tangisan Sarah. Ia menyambar ponsel dan jasnya lalu berjalan keluar rumah dengan santai. Sarah mengikutinya hingga ke halaman. Ia juga menghadangnya hingga Kaivan mengernyitkan dahi karena ulah konyol istrinya.