/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
Rasa yang salah. Atau orang yang dituju sang rasa kiranya kurang tepat. Haruskah ini terjadi? Gadis 20 tahun yang kerap disapa Bella itu yang kini tengah dibelenggu dilema. Ada sebuah perasaan yang mungkin bisa ia katakan sebagai rasa yang terlarang, menghinggapi dirinya. Yang orang-orang bilang namanya jatuh cinta. Tentunya, ini cinta yang nyata. Bukan sekadar cinta monyet anak-anak remaja, sebab usia gadis itu pun kini sudah bukan di rentang itu lagi. Namun, yang Bella sendiri tak habis pikir, mengapa mesti cinta terlarang yang ia rasakan?
Semuanya berawal dari kepergian papanya untuk perjalanan bisnis ke luar kota dalam waktu yang terbilang cukup lama. Bella adalah anak satu-satunya, terlebih ia sudah ditinggal tiada sang mama sejak masih usia kanak-kanak. Oleh karena itu, Zadik—papa Bella—amat sangat menyayangi buah hati tunggalnya itu. Zadik tak bisa tenang meninggalkan Bella sendirian di rumah megah mereka, sekalipun di rumah itu masih ada pembantu dan Bella sudah mahasiswa, bukan anak kecil lagi.
Akhirnya, Zadik meminta Bella untuk tinggal bersama adik papa Bella—paman Bella—yang bernama Zafran. Kebetulan, adik Zadik itu baru pindah ke kota ini setelah lama tinggal di luar kota. Zafran adalah pria lajang berusia 33 tahun. Ya, terlihat sangat timpang dengan sang kakak yang bahkan sudah memiliki putri yang hampir dewasa, Zafran justru belum memikirkan soal tambatan hati sampai detik ini.
Jadilah, Bella diajak tinggal bersama Zafran di apartemennya untuk sementara waktu. Sebenarnya Zafran bahkan juga sudah memiliki rumah sendiri di kota ini, tetapi ia lebih memilih tinggal di apartemen agar lebih dekat dengan kantornya. Kali pertama perjumpaan Zafran dan Bella setelah sekian lama, keduanya terlihat sama-sama terkejut, sama-sama pangling. Maklum, terakhir kali mereka bertemu dulu ketika Bella masih anak-anak. Zafran tak menyangka kini sang keponakan sudah tumbuh sedewasa ini, menjadi mahasiswa yang cantik dan manis. Postur tubuh yang tak terlalu tinggi membuatnya terlihat lebih imut. Kulitnya putih bersih, dengan berat badan cukup proporsional, juga rambut lurus panjang yang makin menambah anggunnya. Bella sendiri juga cukup mengagumi omnya yang terlihat makin tampan di usianya yang makin bertambah. Apalagi dengan tubuh kekarnya dan gayanya yang selalu terlihat keren.
Selama beberapa hari tinggal bersama, Zafran benar-benar mencurahkan perhatiannya untuk Bella. Ia berusaha menyayangi Bella selayaknya bagaimana Zadik sayang padanya agar Bella tak sampai begitu merindukan sang ayah. Meskipun Zafran punya kesibukannya sendiri, ia tetap meluangkan waktu untuk bicara dengan keponakannya. Zafran juga beberapa kali menyempatkan mengantar jemput Bella ke kampusnya. Mereka bahkan jadi sering berbagi candaan berdua. Di saat Bella terlihat bosan, Zafran selalu siap mengajak Bella jalan-jalan ke manapun, entah sambil belanja di mall, sekadar menikmati suasana taman, bahkan menonton film di bioskop. Mereka makin hari makin dekat dan akrab. Memang ini yang Zafran inginkan. Ia tak ingin keponakannya merasa canggung ketika bersamanya sekalipun mereka sempat terpisah jarak dan waktu cukup lama.
Namun, lambat laun, kebersamaan mereka, juga perhatian-perhatian Zafran selama ini justru membuat Bella memiliki perasaan yang tidak seharusnya ada. Bagaimana mungkin ia bisa jatuh cinta pada omnya sendiri? Awalnya, Bella pikir ini hanyalah distraksi rasa sesaat akibat intensitas kedekatannya dengan Zafran, tetapi nyatanya, seiring waktu terus berlalu, maunya ia halau rasa itu, tetap saja tak mampu. Rasa hatinya semakin menjadi-jadi. Ia merasa ingin selalu dekat dengan Zafran, tak tahan terlalu lama jauh darinya, bahkan ia berharap Zafran juga bisa sayang padanya lebih dari sekadar kepada keponakan. Padahal, Bella sendiri sadar, tentunya amat mustahil rasanya bisa berbalas dan berjalan mulus. Ini konyol, ini aneh, ini tidak boleh, sungguh-sungguh terlarang.
***
Entah bagaimana, keberanian Bella mendorong tekadnya untuk menyatakan cintanya pada Zafran. Ia tak sanggup lebih lama menahan ini sendiri. Pikirnya, setidaknya ia sudah bilang. Urusan bagaimana reaksi Zafran dan apa yang akan terjadi nanti akibat pernyataan Bella ini bisa dipikir belakangan.
Kebetulan, malam ini Zafran mengecek Bella di kamarnya. Niat hati sekaligus ingin pamit keluar sebentar untuk bertemu kawannya karena ia sudah punya janji.
“Bella, om tinggal sebentar gapapa, ya. Om ada janji ketemu temen.”
“Temen cewek?”
“Gak. Mereka pria.”
“Oh, oke.”
“Kalo ada apa-apa, langsung telepon om aja, ya.”
Bella mengangguk.
Zafran sudah hampir keluar dari kamar Bella, tetapi tiba-tiba Bella mencegahnya ketika Zafran berada di dekat pintu. Bella pun beranjak dari kasurnya dan mendekat ke arah Zafran.
“Tunggu, Om.”
“Ya, ada apa, Bell?”
“Em, aku ... aku sayang sama Om.”
Zafran tersenyum. “Om juga sayang sama kamu, Bella,” sahutnya sembari sedikit mengacak rambut Bella.
“Om, bukan begitu. Maksud aku ... aku sayang sama Om Zaf lebih dari itu. Bukan sebagai kerabat. Aku jatuh cinta sama Om.”
“Haha, astaga, Bella. Kamu mulai nakal, ya, mau ngerjain om. Kenapa bercanda kayak gini?” Zafran masih menganggap omongan Bella tak serius.
“Om Zaf, aku serius, gak bercanda. Aku sungguh-sungguh punya perasaan itu buat Om. Aku mencintai Om sebagai lawan jenis. Aku punya keinginan bisa menjalin hubungan yang lebih sama Om. Jadi kekasih Om.”
Ekspresi Zafran berubah serius, pria itu kini sungguh terkejut. Antara syok dan tak habis pikir.
“Bell, kamu tau itu gak mungkin, kan? Om kerabat kamu, adik papa kamu. Mana mungkin kita—“
“Ya, aku sadar ini gak mungkin. Aku juga gak tau kenapa bisa-bisanya aku ngerasain ini. Kenapa harus ke Om Zaf. Ini memang mustahil. Aku bahkan udah duga, Om pasti bakal seterkejut ini. Aku hanya gak tahan terus simpen ini sendiri, Om. Aku pengin kasih tau Om Zaf.” Bella sudah sampai berkaca-kaca, tangis kecilnya pun mulai mengalir.
“Bella... kamu—“
Bella menggeleng cepat. “Gak. Aku gapapa, Om. Maaf, aku udah buang waktu Om dengan bicarain omong kosong kayak gini. Om bisa lupain aja, gak perlu dipikirin. Aku gak akan bahas ini lagi sama Om. Yang penting, seenggaknya aku udah bilang sama Om, aku gak terlalu tersiksa lagi. Maaf Om Zaf. Om bisa pergi sekarang.” Bela menyeka air matanya, lantas sedikit mendorong Zafran keluar dan langsung mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Sedangkan Zafran sendiri saat ini sungguh tak bisa berkata-kata lagi.
***
Pernyataan cinta dari Bella membuat Zafran terus kepikiran. Meskipun mereka sudah sepakat tak lagi membahas itu, tetap saja rasanya berbeda. Mereka jadi tak bisa seakrab biasanya, bahkan lebih ke arah canggung. Bella jadi tak begitu ceria seperti sebelumnya, ia lebih suka menyendiri. Bisa dibilang mungkin Bella memang sengaja menghindari kontak yang lebih intens dengan Zafran agar perasaan cintanya tak lebih berkembang, bisa segera lenyap. Dan, di saat sikap Bella menunjukkan perubahan seperti itu, Zafran justru merasa seperti ada yang hilang dari dunianya. Ia rindu keceriaan Bella, canda dan tawa renyah mereka, juga manjanya Bella padanya.
Kontak mereka sekarang begitu jarang. Bahkan, meski tinggal satu atap, mereka tak bisa saling sapa terkecuali karena memang ada masalah penting. Jujur saja, Zafran tak suka dengan perubahan Bella.
Butuh hampir satu bulan sampai Zafran akhirnya mulai merasakan percikan-percikan berbeda dalam hatinya juga. Bahkan, melihat Bella yang tengah tertidur dengan pakaian minim pun kini mudah menggoda hasratnya. Terlebih, Zafran adalah pria dewasa yang begitu kesepian tanpa tambatan hati selama ini sampai usianya 33 tahun sekarang ini. Namun, rasa Zafran kepada Bella tentunya bukan sebatas tergoda hasrat laki-lakinya saja. Nyatanya, Zafran juga ingin bersama Bella lebih lama lagi. Hatinya begitu terusik ketika melihat Bella merasa sakit. Ia tak suka Bella sedih dan menangis. Ia ingin menjadi pria yang bisa membuat Bella selalu tersenyum. Baginya, mungkin ini cukup dikatakan sebagai jatuh cinta juga. Ya, apa-apaan ini? Perasaan terlarang Bella akhirnya berbalas juga oleh cinta Zafran.
/0/16206/coverorgin.jpg?v=ed702fe70aa194a1bbb981fbacd27172&imageMogr2/format/webp)
/0/6833/coverorgin.jpg?v=99b4abed11a2b5d9895003010bbd8ce3&imageMogr2/format/webp)
/0/2319/coverorgin.jpg?v=f48cfc372903c56157fecd1b59756e50&imageMogr2/format/webp)
/0/10793/coverorgin.jpg?v=8d32b9faa983eae1625f7e3eebd5f289&imageMogr2/format/webp)
/0/6637/coverorgin.jpg?v=a530a5398bc61eb694f5ea42202f4e80&imageMogr2/format/webp)
/0/24570/coverorgin.jpg?v=8c31daa6eac4ffbe32c2510e4cacdb94&imageMogr2/format/webp)
/0/3058/coverorgin.jpg?v=501a380751715c5bad8393c43ad5509a&imageMogr2/format/webp)
/0/16096/coverorgin.jpg?v=15c0e24c8a7ad12a41541555859cb02b&imageMogr2/format/webp)
/0/4822/coverorgin.jpg?v=e9d510ef16f7e302a138846ffa26a335&imageMogr2/format/webp)
/0/10104/coverorgin.jpg?v=8e3d277fbf390d46b876f25adf010ff8&imageMogr2/format/webp)
/0/14988/coverorgin.jpg?v=96649f24eccea481859106330c8752d3&imageMogr2/format/webp)
/0/15322/coverorgin.jpg?v=bfc33bac2d9b27d675ab58eef0b2831c&imageMogr2/format/webp)
/0/8081/coverorgin.jpg?v=65a4e1417a8c0bbadf2c2c66896ae835&imageMogr2/format/webp)
/0/5579/coverorgin.jpg?v=8451cc3231d03f5ae1bfcd5aa5500814&imageMogr2/format/webp)
/0/5990/coverorgin.jpg?v=cf8e85a15d831094e7493879013ec767&imageMogr2/format/webp)