/0/15466/coverorgin.jpg?v=61f388f015d702f5b62256a150c5e2a8&imageMogr2/format/webp)
***
Pintu kamar dibuka perlahan. Cahaya dari koridor membuat bayangan sosok pria tampak di lantai kamar yang gelap. Perawakannya tegap, dia berdiri diambang pintu sebelum kemudian kakinya melangkah masuk. Langkah kakinya berhenti di dekat single bed. Lalu dia duduk di tepi ranjang. Tatapannya terpaku pada wajah tidur seorang gadis di sana.
Pria itu hanya diam memperhatikannya lamat-lamat. Dia memperhatikan kelopak mata gadis itu yang nampak tertutup dengan damai. Bulu matanya yang lentik, menyembunyikan permata indah di dalamnya. Lalu bagian bibir gadis itu terlihat sedikit terbuka, membuat wajah tidurnya agak lucu sekaligus menggoda. Menggoda pria ini. Sampai-sampai sebelah tangannya sudah berada di bibir sang gadis.
Ibu jari pria itu mengelus permukaan lembut bibir sang gadis. Bibirnya kecil namun sedikit tebal, memberikan kesan sexy di wajah bak malaikat itu. Bibir kecil ini juga yang seringkali mendesak sisi lain dari seorang pria untuk merasakannya. Namun naluri lain berteriak-teriak, berusaha menahan dirinya agar tetap waras. Karena fakta bahwa gadis ini adalah saudarinya, membuat dia terus berkelahi di dalam dirinya sendiri.
Ketika gadis muda itu mengerutkan dahi, pergerakan kecilnya membuat sang pria tersentak sadar dan seketika menarik tangannya dari bibir ranum itu. Pria itu menarik napas, lalu sontak berdiri. Karena canggung, dia berjalan ke arah tirai untuk membukanya. Cahaya matahari pun menyeruak ke dalam kamar berukuran empat kali empat.
Tampaklah isi kamar gadis itu dengan jelas. Jelas sekali terlihat berantakan. Kondisi kamar yang berbanding terbalik dengan kamar milik dirinya. Kamar gadis ini dipenuhi dengan tumpukan kaset game di lantai, buku-buku dan komik-komik yang tidak disusun dengan rapi ke dalam raknya. Bahkan sampah camilan masih tergeletak di atas meja komputer.
Pria itu menghela napas. Entah tidur jam berapa gadis ini semalam. Tidak mungkin tidur dibawah jam sepuluh. Pasti semalam sempat bermain game online dulu di komputer, kemudian langsung tidur. Begitulah yang dia pikirkan tentang kebiasaan adik perempuannya.
"Emily, bangun. Kau bisa terlambat hari ini!" panggil pria itu dengan tegas membangunkan puteri tidur.
Sang gadis bernama Emily hanya melenguh, lalu berbalik badan sambil menarik selimutnya sampai menutupi kepala untuk menghindari silau terang mentari.
Pria itu mengecek jam tangannya. Mereka bisa terlambat. Akhirnya dia berpindah ke ujung ranjang untuk menggelitik telapak kaki Emily. Sontak saja gadis itu menggeliat terbangun. Sensasi gelinya membuat kaki mulus Emily menendang-nendang udara. "Okey, okey, kak! Aku bangun!" teriak Emily menyerah. Maka, upaya kecil pria itu pun berhasil untuk membuatnya bangun.
"Sekarang, mandi dengan cepat!" perintah Evan, disambut bibir cemberut Emily. "Aku masih mengantuk, kak~" rengeknya dengan manja.
Lalu Evan kembali ke sisi ranjang dan menarik lengan Emily, sampai gadis itu terduduk. "Semalam kau tidur jam berapa, huh?" tanyanya duduk di tepi kasur. Emily jadi bungkam. "Aku tidak ingat," jawab gadis itu kemudian cengengesan.
Seketika raut muka pria itu menjadi datar. "Kakak tahu kau semalam baru tidur dini hari. Apa perlu kakak laporkan pada ibu?" ancamnya.
"Jangan dong kak. Nanti uang jajanku dikurangi," ucap Emily.
"Ya sudah, sekarang cepat mandi. Kakak tunggu di meja makan," kata pria itu beranjak.
Sedangkan Emily yang masih terduduk di dalam bathtub, tampak cemberut dengan wajah basah menatap pintu kamar mandi dengan tajam. "Dasar kakak menyebalkan! Padahal aku baru tidur jam tiga pagi...." keluhnya. "Pasti mataku jadi seperti panda!"
Tiga puluh menit kemudian Emily sudah menuruni anak tangga sambil membawa tas punggung di pundak. Dia menghampiri kakaknya yang terlihat duduk menunggu di kursi makan. Sarapan tersaji mewah di meja porselen.
Emily duduk di hadapan Evan dengan meletakan tasnya di kursi samping. Mereka makan tanpa obrolan. Sesekali manik Evan mengerling ke depan hanya untuk memperhatikan adik perempuan.
"Emily," panggil Evan.
Emily mendongak dari makanannya.
"Rambutmu tidak cocok kalau diikat begitu. Lepas ikat rambutmu," titah Evan sambil menunjuk-nunjuk rambut Emily. Rambut gadis itu diikat ekor kuda. Bagi Emily itu hal yang biasa. Tapi jarang dia lakukan selain hanya dibiarkan tergerai.
"Kenapa?" protes Emily.
/0/17754/coverorgin.jpg?v=4d5a67dc7a5e4d37924eb8d66f2e5cfd&imageMogr2/format/webp)
/0/15475/coverorgin.jpg?v=85b7e6eb8ac4b35a33e08c585de6d1d9&imageMogr2/format/webp)
/0/24955/coverorgin.jpg?v=af2d787bcc8f396fff3d2354316deb53&imageMogr2/format/webp)
/0/2673/coverorgin.jpg?v=01bcae8d5f147832ddb6f44dfb02cfa8&imageMogr2/format/webp)
/0/19021/coverorgin.jpg?v=864d15033d378e15ab560fbe750165bf&imageMogr2/format/webp)
/0/23377/coverorgin.jpg?v=9d7c40a81a4c3d6fb6c283bcbc67269f&imageMogr2/format/webp)
/0/30062/coverorgin.jpg?v=9dbdaeef1d3f2a8a68b7e117235a9b19&imageMogr2/format/webp)
/0/3782/coverorgin.jpg?v=257f762159c1268ce587f41a803191f4&imageMogr2/format/webp)
/0/15565/coverorgin.jpg?v=3cde752980ea4bd5c953ca89bc4cce98&imageMogr2/format/webp)
/0/29124/coverorgin.jpg?v=3652e21125bb7eb84eb182a68e2225b0&imageMogr2/format/webp)
/0/31008/coverorgin.jpg?v=9f9cbbd3ae83a4ddaa68ff168a393da3&imageMogr2/format/webp)
/0/15611/coverorgin.jpg?v=e07f203525618a6f8d7e40b58e3f2b5b&imageMogr2/format/webp)
/0/21481/coverorgin.jpg?v=b5a43945960548a504dce4cb02ad6add&imageMogr2/format/webp)
/0/28247/coverorgin.jpg?v=2da912beeb19ff2cea6a826303248e53&imageMogr2/format/webp)
/0/8442/coverorgin.jpg?v=67c43030a924acfd093bc5b5eaff6630&imageMogr2/format/webp)
/0/21154/coverorgin.jpg?v=c2835f25ab9d458a0e17f5115dd93e12&imageMogr2/format/webp)