Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gairah Tersembunyi Kakakku

Gairah Tersembunyi Kakakku

Elga Cadistira dR

5.0
Komentar
1.5K
Penayangan
10
Bab

Emily adalah gadis lugu yang lucu, sedangkan Evan adalah pria dewasa dengan aura maskulin yang memikat lawan jenis. Mereka bersama dalam ikatan saudara sebagai kakak dan adik. Suatu hari Emily dikejutkan dirinya tertidur di samping Evan tanpa busana!

Bab 1 Kakak Yang Bisa Dimanfaatkan

***

Pintu kamar dibuka perlahan. Cahaya dari koridor membuat bayangan sosok pria tampak di lantai kamar yang gelap. Perawakannya tegap, dia berdiri diambang pintu sebelum kemudian kakinya melangkah masuk. Langkah kakinya berhenti di dekat single bed. Lalu dia duduk di tepi ranjang. Tatapannya terpaku pada wajah tidur seorang gadis di sana.

Pria itu hanya diam memperhatikannya lamat-lamat. Dia memperhatikan kelopak mata gadis itu yang nampak tertutup dengan damai. Bulu matanya yang lentik, menyembunyikan permata indah di dalamnya. Lalu bagian bibir gadis itu terlihat sedikit terbuka, membuat wajah tidurnya agak lucu sekaligus menggoda. Menggoda pria ini. Sampai-sampai sebelah tangannya sudah berada di bibir sang gadis.

Ibu jari pria itu mengelus permukaan lembut bibir sang gadis. Bibirnya kecil namun sedikit tebal, memberikan kesan sexy di wajah bak malaikat itu. Bibir kecil ini juga yang seringkali mendesak sisi lain dari seorang pria untuk merasakannya. Namun naluri lain berteriak-teriak, berusaha menahan dirinya agar tetap waras. Karena fakta bahwa gadis ini adalah saudarinya, membuat dia terus berkelahi di dalam dirinya sendiri.

Ketika gadis muda itu mengerutkan dahi, pergerakan kecilnya membuat sang pria tersentak sadar dan seketika menarik tangannya dari bibir ranum itu. Pria itu menarik napas, lalu sontak berdiri. Karena canggung, dia berjalan ke arah tirai untuk membukanya. Cahaya matahari pun menyeruak ke dalam kamar berukuran empat kali empat.

Tampaklah isi kamar gadis itu dengan jelas. Jelas sekali terlihat berantakan. Kondisi kamar yang berbanding terbalik dengan kamar milik dirinya. Kamar gadis ini dipenuhi dengan tumpukan kaset game di lantai, buku-buku dan komik-komik yang tidak disusun dengan rapi ke dalam raknya. Bahkan sampah camilan masih tergeletak di atas meja komputer.

Pria itu menghela napas. Entah tidur jam berapa gadis ini semalam. Tidak mungkin tidur dibawah jam sepuluh. Pasti semalam sempat bermain game online dulu di komputer, kemudian langsung tidur. Begitulah yang dia pikirkan tentang kebiasaan adik perempuannya.

"Emily, bangun. Kau bisa terlambat hari ini!" panggil pria itu dengan tegas membangunkan puteri tidur.

Sang gadis bernama Emily hanya melenguh, lalu berbalik badan sambil menarik selimutnya sampai menutupi kepala untuk menghindari silau terang mentari.

Pria itu mengecek jam tangannya. Mereka bisa terlambat. Akhirnya dia berpindah ke ujung ranjang untuk menggelitik telapak kaki Emily. Sontak saja gadis itu menggeliat terbangun. Sensasi gelinya membuat kaki mulus Emily menendang-nendang udara. "Okey, okey, kak! Aku bangun!" teriak Emily menyerah. Maka, upaya kecil pria itu pun berhasil untuk membuatnya bangun.

"Sekarang, mandi dengan cepat!" perintah Evan, disambut bibir cemberut Emily. "Aku masih mengantuk, kak~" rengeknya dengan manja.

Lalu Evan kembali ke sisi ranjang dan menarik lengan Emily, sampai gadis itu terduduk. "Semalam kau tidur jam berapa, huh?" tanyanya duduk di tepi kasur. Emily jadi bungkam. "Aku tidak ingat," jawab gadis itu kemudian cengengesan.

Seketika raut muka pria itu menjadi datar. "Kakak tahu kau semalam baru tidur dini hari. Apa perlu kakak laporkan pada ibu?" ancamnya.

"Jangan dong kak. Nanti uang jajanku dikurangi," ucap Emily.

"Ya sudah, sekarang cepat mandi. Kakak tunggu di meja makan," kata pria itu beranjak.

Sedangkan Emily yang masih terduduk di dalam bathtub, tampak cemberut dengan wajah basah menatap pintu kamar mandi dengan tajam. "Dasar kakak menyebalkan! Padahal aku baru tidur jam tiga pagi...." keluhnya. "Pasti mataku jadi seperti panda!"

Tiga puluh menit kemudian Emily sudah menuruni anak tangga sambil membawa tas punggung di pundak. Dia menghampiri kakaknya yang terlihat duduk menunggu di kursi makan. Sarapan tersaji mewah di meja porselen.

Emily duduk di hadapan Evan dengan meletakan tasnya di kursi samping. Mereka makan tanpa obrolan. Sesekali manik Evan mengerling ke depan hanya untuk memperhatikan adik perempuan.

"Emily," panggil Evan.

Emily mendongak dari makanannya.

"Rambutmu tidak cocok kalau diikat begitu. Lepas ikat rambutmu," titah Evan sambil menunjuk-nunjuk rambut Emily. Rambut gadis itu diikat ekor kuda. Bagi Emily itu hal yang biasa. Tapi jarang dia lakukan selain hanya dibiarkan tergerai.

"Kenapa?" protes Emily.

"Wajahmu jadi jelek," ejek Evan.

Emily memelotot kaget. "Tidak mau. Sekarang musim panas, aku mudah gerah," elak Emily membantah perintahnya.

Lalu, Evan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Pria itu menyodorkan beberapa lembar dollar pada sang adik.

Uang itu berjumlah lima ratus dolar. Diberikan oleh tangan Evan dari hadapan. Karenanya, Emily menatap Evan dengan ekspresi bersemringah.

"Uang itu untuk jatah jajanmu dalam sehari kecuali hari libur," ucap Evan. Jumlah uang jajan Emily bertambah dua lembar dari normalnya.

"Sungguh, kak? Asik!" Emily langsung mengambil uang itu. Dia menghitungnya lagi dengan senyum lebar. Lima ratus dolar, lumayan cukup untuk membeli kebutuhan hobinya nanti. Itulah yang Emily rencanakan ketika menerima uang jajan lebih dari kakak.

"Terima kasih, kakak!" riang Emily begitu senang.

Tapi tunggu, kenapa tiba-tiba kakaknya menambahkan jatah uang jajan? Emily mendadak curiga pada Evan. Apakah ada maksud terselubung?

"Ngomong-ngomong, nih. Kakak sedang tumben apa?" kata Emily bertanya.

"Itu tambahan dari uang pribadi kakak. Jadi, gunakan dengan bijak. Ingat, aku maupun ayah dan ibu tidak mengajarimu untuk menghamburkan uang dengan sia-sia," ucap Evan mengingatkan nasihat orang tua mereka.

"Baik, kakak!"

Senyum tulus terukir di bibir datar Evan.

Mereka berangkat bersama menggunakan mobil Bugatti hitam. Ketika lajunya berhenti di depan gerbang sekolah yang ramai akan murid-murid, sebelum melangkah turun ke luar, Emily mencium pipi Evan dengan sangat cepat. Sampai-sampai Evan terdiam beku hingga mobil melanjutkan lajunya lagi. Diam-diam dia memegang pipi sebelah kiri yang barusan disinggahi bibir lembut Emily.

Sedangkan Emily segera bertemu teman akrabnya bernama Sherin, dan mereka berjalan bersama menuju gedung sekolah. "Apa tadi diantar kakakmu lagi?" tanya Sherin, setelah melihat sekilas sosok kakak Emily di dalam mobil tadi.

Emily mengangguk mantap. "Ya. Kenapa?" balasnya bertanya.

"Bisa tidak sih ketampanan kakakmu dibagi rata? Bisa-bisanya kau punya kakak setampan aktor begitu. Tahu tidak, bisa bahaya kalau anak sesekolahan tahu." Sherin namanya. Dia adalah sahabat dekat Emily sejak tahun pertama high school. Rambutnya yang pendek, dan jaket yang tak ketinggalan di pinggangnya menjadi ciri khas Sherin sebagai gadis tomboy.

Emily mengeryitkan dahi. "Bukankah ada banyak pria tampan yang pasti sering mereka lihat di internet sebagai aktor ataupun idol, bukan? Harusnya melihat pria taman adalah hal biasa bagi mereka."

Gelengan kepala Sherin menjawab pendapat Emily. "Mereka menyukai pria tampan. Terlebih kakakmu benar-benar terlihat seperti figur animasi yang sempurna yang mustahil hidup di dunia ini." Sherin sudah pernah melihat rupa kakak Emily sewaktu pertama kali ke rumahnya untuk mengerjakan tugas sekolah bersama. Sudah dapat ditebak bagaimana reaksi Sherin saat itu. Emily hanya mendengus menyadarkan lamunannya.

Emily merotasikan mata dengan jengah. Pujian terhadap kakaknya membuat dia merasa kian sebal. "Jangan tertipu pada ketampanan kakakku. Sebenarnya dia sangat menyebalkan," cibir Emily.

"Meskipun menyebalkan, kau sangat membutuhkannya, bukan?" goda Sherin dengan senyum menyeringai. Emily melirik dengan kaget seolah perkataannya itu terdengar menggelikan.

"Yaa! Aku membutuhkannya untuk kumanfaatkan dengan baik~" rengek Emily menyerah. Tidak salah juga, akan tetapi sebagai adik, Emily sering dibuat kesal oleh Evan selaku kakak yang terkadang bersikap semaunya sendiri seperti halnya memerintah dia untuk hal-hal yang tidak penting sama sekali.

***

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Elga Cadistira dR

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku