Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Hal yang tak pernah ku bayangkan dalam hidupku adalah saat pria yang menyandang status sebagai tunanganku itu memukulku dengan keras hingga aku terlempar dan terjatuh tepat di atas sofa panjang yang ada di apartemennya. Aku tak pernah melihatnya memancarkan tatapan tajam dan mengerikan seperti yang ia tunjukan sekarang, selama kami menjalin hubungan sebagai pasangan kekasih, ia selalu memberiku tatapan teduh yang berhasil membuatku nyaman. Namun hari ini, entah hanya firasatku saja, aku merasakan ia berbeda.
Aura yang ia keluarkan, tatapan yang ia berikan, serta perasaan asing yang kurasakan seketika berhasil membuatku merasa ketakutan.
Aku memegang pipiku yang terasa sakit akibat satu pukulan yang ia berikan dan berhasil merobek sudut bibirku. Ku tatap pria yang selama beberapa bulan setelah statusnya berganti menjadi tunanganku dengan tatapan berkaca - kaca, jujur melihatnya saat ini membuatku merasa amat ketakutan dengan sosok lain yang ada pada dirinya dan baru ia tunjukan saat ini.
"Na Na ..." panggilnya dengan suara terkejut seakan - akan ia baru saja sadar dari perbuatan yang ia lakukan padaku.
Aku menatapnya takut - takut, tubuhku bahkan telah bergetar ketakutan karna perbuatannya padaku. Aku tak tahu hal apa yang membuatnya memukulku hari ini, padahal yang ku tahu, aku tak melakukan kesalahan apapun yang membuatnya lantas merah dan memukulku.
"Na Na.. mengapa kau menjauh?" tanyanya saat aku beranjak bangun dari sofa dan terus melangkah mundur dan menjauh darinya "Na Na.. aku minta maaf, aku tak bermaksud menyakitimu, percayalah padaku" pintanya yang entah mengapa membuat hatiku hampir saja luluh.
Aku lantas menggeleng kuat bagaimanapun kewarasanku menolakku percaya dengan perkataannya bahkan bujukan dan rayuan yang ia lontarkan, saat ini yang terbesit dalam benakku hanyalah ingin segera pergi dari sini. Sebab jujur saja aku mulai takut dengan sosok tunanganku.
"Na Na, aku minta maaf" katanya
Tatapan memohonnya perlahan berubah, ia dengan kasar menghampiriku dan menarikku dalam dekapannya, ia memelukku dengan sangat erat hingga aku kesulitan bernafas. Aku lantas memukul dadanya kuat, lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga. Aku menatapnya dengan tatapan nyalang, bahkan aku tak tahu dari mana keberanian itu muncul untuk menatapnya demikian.
"Jun Jie, apakah kau sudah gila dengan ingin membunuhku?" teriakku
He Jun Jie lantas tertawa, ia lalu memberiku senyum miring yang entah mengapa berhasil membuatku kehilangan nyaliku. Ia lalu berkata "Aku memang berniat membunuhmu" balasnya yang entah mengapa membuatku merinding ketakutan karnanya.
He Jun Jie, laki-laki yang bekerja sebagai seorang manejer di perusahan keluargaku itu lantas melangkah mendekat. Aku yang menyadari kedatangannya lantas mendapat peringatan tanda bahaya, aku dengan cepat lantas meraih tas selempangku dan bergegas berlari keluar dari apartemen tunanganku.
Namun belum jauh aku berlari, He Jun Jie berhasil menangkapku. Ia lalu dengan kasar menarik rambutku hingga aku meringis. Rasa sakit yang kudapatkan dari tarikannya berhasil membuatku menangis saat merasakan rambut yang begitu ku jaga dan kurawat pada akhirnya harus tercabut dari ubung - ubungku.
"Jun Jie, lepaskan!"
"Tolong!"
"Tolong...!"
Aku terus saja berteriak, namun lorong apartemen Jun Jie saat ini sangat sepi. Mungkin dikarenakan para penghuni unit apartemen yang lain sedang bekerja, atau mereka tak mendengar teriakanku.
Jun Jie menyeretku kembali menuju unit apartemennya, ia berusaha membuka pintu dengan cepat sebelum para penghuni apartemen lain keluar dari apartemennya karna teriakanku. Merasa frustrasi karna apartemennya tak kunjung terbuka, sedangkan aku terus meronta dan meminta tolong, Jun Jie lantas dengan kasar dan keras membenturkan kepalaku pada pintu unit apartemennya yang terbuat dari besi.
Kejadian itu terlalu cepat sehingga aku tak mampu menghindar, suara 'Buk!' terdengar begitu nyaring di telingaku seiring dengan rasa sakit, nyeri dan pusing mulai melandaku. Jun Jie membenturkan kepalaku berulang - ulang, hingga aku merasakan kepalaku mulai terluka dan mengeluarkan darah. Meskipun aku memohon, pria itu bahkan tak mendengar permohonan dan pintaku meminta maaf. Ia malah hanya membalas ucapanku dengan tawa dan racauan bak orang gila yang begitu senang menyaksikanku terluka dan tersiksa karnanya.