/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
Seringai senyum tercetak jelas dari bibir seorang pria yang saat ini sedang berada di atas tubuh seorang wanita cantik. Tangan kanannya bergerak menyusuri sisi wajah wanita itu. Pelan, yang mana membuat bulu kuduk si wanita meremang seketika. Sama halnya dengan si pria, wanita cantik berkulit putih itu pun menebar senyum yang menggoda juga gerak tangannya yang melingkar pada leher kokoh pria yang tak lagi muda, tetapi tetap terlihat garis ketampanannya itu seketika mematik hasrat kelaki-lakiannya.
“Malam ini kamu harus jadi milikku, Ayya,” bisiknya lirih tepat di telinga sang wanita yang biasa dipanggil Ayya itu. Embusan napas hangat yang menerpa wajahnya seketika membuat sekujur tubuh sang wanita membeku. Pria itu kembali tersenyum lalu menatap penuh nafsu pada bibir berpemulas merah merona juga seksi itu.
Perlahan dia gerakan bibirnya mendekati bibir wanita itu, tetapi sial. Baru saja kulit bibirnya akan menyentuh bibir seksi yang sedari tadi menggodanya itu, ketukan pintu kamar menginterupsi gerakannya. Mencoba abai, dia teruskan apa yang sempat dia hentikan. Namun, lagi-lagi suara ketukan pintu mengganggunya bahkan kali ini suara itu begitu memekakkan telinganya, pria itu pun mengeram kesal.
“Brengsek! Siapa yang berani mengganggu kesenanganku seperti itu!” umpatnya kesal seraya beranjak dari atas tubuh sang wanita.
“Mungkinkah layanan kamar?” Alayya Farhana Pramudhita bicara sambil beringsut bangkit dari rebahnya. Tubuh atasnya yang menyisakan pakaian dalam itu dia tutupi segera dengan selimut tebal dari ranjang tidurnya.
“Nggak mungkin. Aku nggak pesan apa-apa dan orang hotel tahu aku ke sini bersamamu,” ujar pria bertubuh tinggi dan tegap itu sambil mengancingkan kembali pengait celana panjangnya.
“Buka pintunya! Cepat buka pintu ini atau saya dobrak sekarang!” Mendengar seruan dari luar kamar, Alayya membesarkan bola matanya, tubuhnya tiba-tiba gemetar ketakutan.
“Jangan bilang itu polisi, Tuan.” Bibirnya pun bergetar saat mengucapkan kalimat itu.
“Tuan Hardiawan Daneja! Cepat buka pintu kamar Anda kalau Anda tidak ingin saya buat malu!” Kali ini pria bernama Hardiawan Daneja itu yang terbelalak.
“Kurang ajar! Siapa dia berani memerintahku!” ucapnya dengan kesal yang tak terkira, Hardiawan segera menuju pintu kamar hotel tempatnya menginap. Dia ingin tahu siapa yang sudah berani mengganggu malam yang seharusnya indah buatnya itu.
Saat pintu terbuka, mata Hardiawan kembali melotot sempurna karena bukan hanya satu orang yang berada di balik pintu bercat cokelat kayu itu, melainkan ada sekitar enam orang. Mereka semua memakai jas hitam, tetapi ada satu yang mencolok di antara gerombolan kecil itu. Dia adalah pria yang berdiri paling depan dengan jas slim fit yang membalut tubuh atletisnya, wajahnya tampan dengan cambang tipis di rahangnya, sorot matanya bening tetapi tajam menghunus iris mata Hardiawan yang terkejut saat itu juga.
“Siapa kamu dan apa urusanmu denganku!” tanya Hardiawan dengan mata memincing.
“Saya nggak ada urusan dengan Anda, melainkan dengan wanita yang ada bersama Anda di dalam.” Tegas, lugas, dingin serta raut wajah yang datar itu berbicara.
Hardiawan berdecih. Dia melipat kedua tangan di depan dada yang tidak tertutup sehelai benang pun lalu dengan nada sinis dia menanggapi ucapan sang pria.
“Memangnya kamu siapa? Dia wanita yang aku bayar untuk melayaniku malam ini, kalau kamu mau, tunggulah sampai aku selesai dengannya pria bodoh!”
Rahang pria itu mengeras. Seenaknya saja pria yang lebih tua darinya itu mengatainya pria bodoh. Kedua tangan kanan yang sedari tadi ada di dalam kantong celana bahannya itu pun terkepal dengan kuatnya.
“Kalian masuk dan bawa wanita itu keluar, ingat, jangan sampai melukainya,” titahnya kepada kelima ajudan dengan tubuh berotot dan wajah sangar itu.
/0/18065/coverorgin.jpg?v=e3ea30fe70602114f61553b6357c16d2&imageMogr2/format/webp)
/0/7195/coverorgin.jpg?v=66de677581964fb1265823dbf8169755&imageMogr2/format/webp)
/0/2953/coverorgin.jpg?v=60678ef4de0d2131e5313582859027c8&imageMogr2/format/webp)
/0/2412/coverorgin.jpg?v=2f2d934aececc23f4d4e08a87a49b954&imageMogr2/format/webp)
/0/10887/coverorgin.jpg?v=fa43449dedb7a96610a9331b748acfe1&imageMogr2/format/webp)
/0/6559/coverorgin.jpg?v=45d6c5c69d9d87862b83435260019af8&imageMogr2/format/webp)
/0/14152/coverorgin.jpg?v=20250123115727&imageMogr2/format/webp)
/0/13378/coverorgin.jpg?v=20250123145107&imageMogr2/format/webp)
/0/12295/coverorgin.jpg?v=ae0a2f9e8b8d575d1e2e15375b69ead9&imageMogr2/format/webp)
/0/23913/coverorgin.jpg?v=78ce5c6226ba83fd281cd350e04f6dc1&imageMogr2/format/webp)
/0/19051/coverorgin.jpg?v=e67300697797524500dadbc4d1e1b62a&imageMogr2/format/webp)
/0/2775/coverorgin.jpg?v=20250120160035&imageMogr2/format/webp)
/0/10957/coverorgin.jpg?v=45dd530f0cb93233eac1ac14300c554e&imageMogr2/format/webp)
/0/2268/coverorgin.jpg?v=20250120165833&imageMogr2/format/webp)
/0/4605/coverorgin.jpg?v=dab066a6707c6150a790a9c3ad2c8dbf&imageMogr2/format/webp)
/0/4979/coverorgin.jpg?v=202feb7f1913b98ba89e87e8ab4c66a8&imageMogr2/format/webp)
/0/4056/coverorgin.jpg?v=0428bcf7dca705ee25be30e0599d8620&imageMogr2/format/webp)