/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
"Coba kamu periksa ke dokter, mana tau ada yang salah sama rahim kamu. Masa udah rumah tangga tiga tahun tapi belum juga punya anak," ucap Ibu Mertuaku yang katanya hanya sekedar mampir, padahal hal itulah yang selalu ia bahas ketika berkunjung ke rumah.
"Sudah kok, Bu. Dan kata dokter rahimku sehat. Siklus menstruasinya juga teratur. Aku juga sebisa mungkin menghindari stres walaupun selalu dihujani banyak pertanyaan 'kenapa belum hamil?'."
"Jadi, kamu mau bilang Ibu bikin kamu stres?" Nada bicara Ibu Mertuaku terdengar tidak baik-baik saja.
"Aku tidak menuduh Ibu, apa memang Ibu merasa?"
"Ini nih, yang buat kamu susah hamil. Ngeyel jadi orang!"
Ditengah perbincangan dengan Ibu Mertuaku yang terdengar semakin tidak baik, Suamiku malah asyik main game dengan ponselnya. Begitulah kebiasaannya setiap pulang kerja. Bukannya membelai istri, malah sibuk dengan game. Bagaimana bisa aku hamil kalau seperti ini?
Aku menarik napas dalam-dalam. "Bu, coba deh Ibu tanya sama anak Ibu sendiri. Mungkin saja Mas Rendi yang bermasalah. Dokter juga nyaranin supaya kita diperiksa berdua, tapi Mas Rendi selalu nolak," ucapku akhirnya dengan berani.
Selama ini aku diam bukan karena aku tidak punya nyali untuk membela diriku sendiri, hanya saja aku menghormati Ibu Mertuaku yang sudah menjadi Ibu kedua bagiku. Namun, aku sudah tidak tahan lagi jika pembahasan setiap hari hanya seputar anak saja.
"Kok kamu jadi nuduh suami kamu sendiri? Kamu lupa, Rendi sudah punya anak dari istrinya yang dulu. Kamu mau membela diri tapi menuduh Rendi yang bermasalah? Apakah kamu harus diperiksa kejiwaannya juga?"
"Bu, cukup, ya!" Aku sudah benar merasa hilang kesabaran. "Mas Rendi! Ngomong sesuatu dong!"
Tanpa berpikir panjang, aku secara tidak sadar merebut ponsel Mas Rendi.
"Bu, udah. Malu sama tetangga. Ibu pulang aja udah mau malem juga," ucap Mas Rendi yang akhirnya bersuara disaat aktivitasnya aku hentikan secara paksa.
"Dasar, Menantu yang gak tau sopan santun!" ucap Ibu Mertuaku yang langsung keluar dari rumah untuk pulang.
Setelah Ibu pulang, aku pikir Mas Rendi akan meminta maaf atas perbuatan Ibunya padaku. Namun, salah. Aku terlalu berharap saja dibela oleh Suamiku sendiri.
"Sayang, jangan begitulah sama Ibu. Kasihan. Wajar kalau Ibu minta cucu sama kita. Anak Ibu itu cuma Mas. Dan anak Mas kan ikut sama mantan istri Mas, jadi jarang main dan bertemu sama Ibu."
"Aku cape aja, Mas. Selalu itu terus yang dibahas. Bukannya nanya kabar dulu, atau apalah. Ibu pikir aku nggak mau punya anak apa? Umur aku juga udah mau 28 tahun, jelas aku juga mau punya anak kaya orang lain. Makanya ayo kita periksa ke dokter sama-sama."
Suamiku langsung memelukku. "Sabar, ya. Mas nggak pernah maksa kamu buat cepet hamil. Hidup bersama kamu saja Mas sudah sangat senang. Mas juga gak pernah minta kamu buat periksa ke dokter."
"Ya kalau begitu, Mas bicara dong sama Ibu tadi."
"Sttt! Udah pokoknya jangan dibahas lagi hal itu."
Aku pun balas memeluk suamiku, karena aku orang yang mudah luluh.
Jujur saja, aku adalah orang yang gampang bergairah. Selama pernikahan kami, akulah yang selalu meminta jatah terlebih dahulu.
"Mas ...."
Aku mulai menciumi leher suamiku, untuk membangkitkan gairahnya.
"Sayang, Mas lagi cape banget hari ini. Besok lagi, ya."
Lagi?
Lagi-lagi aku ditolak!
Malam kemarin karena pulang lembur. Sekarang karena capek.
"Tapi, Mas ...."
Namun Mas Rendi benar-benar tidak mempedulikan keinginan sederhanaku itu. Ia masuk ke dalam kamar sambil membawa ponselnya yang aku rampas tadi dan meninggalkanku sendirian.
Pada akhirnya, aku yang harus mengurusnya sendiri. Bermain dengan jariku sampai aku merasa puas. Selalu begini, kapan aku hamilnya?
***
Sebagai seorang Ibu rumah tangga, terkadang bosan juga hampir setiap hari di rumah apalagi aku belum mempunyai anak yang harus aku jaga.
Kadang aku berpikir lebih baik stres karena pekerjaan tetapi tetap menghasilkan uang. Daripada stres di rumah, uang pun menunggu pemberian dari suami ketika gajian.
Sekarang jadwalku untuk belanja bulanan. Ya, aku berangkat sendiri. Tidak pernah mengandalkan Suamiku yang selalu ogah-ogahan jika aku memintanya untuk antar ke supermarket. Suamiku terlalu gila pekerjaan, sekalinya pulang lupa istri karena sibuk bermain game.
Waktunya aku mengantre di kasir, memang bukan akhir pekan tetapi cukup ramai karena aku belanja sore hari dimana bertepatan dengan jam pulang kantor.
Sekarang tiba untuk menghitung berapa total belanjaanku yang hanya satu troli kecil saja. Sebagai seorang istri, aku sudah pandai me-manage uang. Walaupun belum punya anak, tetapi aku selalu menyisihkan penghasilan Suamiku untuk dana pendidikan anak kami nanti.
"Totalnya jadi 564.300 rupiah, Mbak."
Aku yang sedari tadi tengah sibuk mencari dompet, mulai merasa panas dingin setelah kasir itu selesai men-scan barang belanjaanku.
Astaga! Di mana dompetku? Apa aku lupa membawanya?
/0/15495/coverorgin.jpg?v=e15539b189f234c79c413e493d94169e&imageMogr2/format/webp)
/0/15475/coverorgin.jpg?v=85b7e6eb8ac4b35a33e08c585de6d1d9&imageMogr2/format/webp)
/0/29535/coverorgin.jpg?v=8245052ec40bfed6c217618f092beb8a&imageMogr2/format/webp)
/0/8442/coverorgin.jpg?v=67c43030a924acfd093bc5b5eaff6630&imageMogr2/format/webp)
/0/21154/coverorgin.jpg?v=c2835f25ab9d458a0e17f5115dd93e12&imageMogr2/format/webp)
/0/20420/coverorgin.jpg?v=f3f8e9d646b8c8f4ed851d99feb9418c&imageMogr2/format/webp)
/0/10756/coverorgin.jpg?v=3ee4f31b7180293031102e707680e6a6&imageMogr2/format/webp)
/0/19296/coverorgin.jpg?v=4cc6ec713ecf34cc8609dfb1c3efab2a&imageMogr2/format/webp)
/0/29163/coverorgin.jpg?v=c354ec2c6aed2db5390990818807a52d&imageMogr2/format/webp)
/0/16824/coverorgin.jpg?v=ede1f76b400f3cfd57bd9b253e5f1fd4&imageMogr2/format/webp)
/0/4130/coverorgin.jpg?v=08e0ea24a3929e076e664ac257a3f876&imageMogr2/format/webp)
/0/7961/coverorgin.jpg?v=3aefd5b47b4d2e03f55f880acb7f5972&imageMogr2/format/webp)
/0/10207/coverorgin.jpg?v=4ac57fc539ea6cc5f0b42d1ee095a5da&imageMogr2/format/webp)
/0/13075/coverorgin.jpg?v=0fafbe39bbd554beefe90b32f4b37124&imageMogr2/format/webp)
/0/13104/coverorgin.jpg?v=bdd767dfe4ccbcd919c9d423c9e4c222&imageMogr2/format/webp)
/0/22021/coverorgin.jpg?v=40ba8dce77cf7c4da1bd8af23dfd3d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/24869/coverorgin.jpg?v=a7408a3a8e3b3ce5f754a4790abf2604&imageMogr2/format/webp)