Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
Olivia mematikan layar notebook miliknya. Semua berkas pekerjaannya hari ini buru-buru ia simpan ke dalam map holder besar, menatanya berdasarkan tanggal masuknya berkas, dan menaruhnya di sisi kanan meja atasannya. Tidak seperti biasanya Olivia akan meninggalkan kantor ketika hari masih terang benderang seperti ini. Biasanya bisa pulang tepat waktu saja sudah terbilang bagus.
Olivia menyambar kunci mobil di atas meja lalu terburu-buru menekan tombol lift menuju lantai basement di mana ia biasa memarkirkan mobilnya. Ada segudang janji yang harus Olivia lakukan khusus hari ini. Bahkan ponsel yang sedari tadi bergetar di dalam tasnya pun tidak serta merta langsung Olivia angkat—karena tahu siapa yang meneleponnya membabi buta seperti itu.
Palingan sebentar lagi juga telepon, batin Olivia.
Dugaan Olivia ternyata benar. Tidak sampai lima menit, ponsel Olivia kembali bergetar.
"Via, apa kamu sudah pulang?" sapa laki-laki di seberang.
"Sudah di parkiran basement sih, Pak. Ada yang Bapak perlukan?" Olivia balas bertanya.
"Tidak. Tidak ada. Kamu hati-hati di jalan.”
Dahi Olivia berkerut. Bukan kali ini saja atasannya itu bersikap seperti ini. Sejujurnya tidak semua orang seberuntung Olivia. Atasan Olivia adalah tipe atasan santai dan berwibawa yang memberikan kebebasan pada semua stafnya untuk berani mengemukakan pendapat—apapun. Selagi tidak memberi dampak buruk dan merugikan untuk perusahaan, segala saran dan ide pasti akan dipertimbangkan dengan matang oleh atasannya itu. Tapi ya sudahlah. Yang terpenting sekarang ia bisa pulang cepat dan bertemu keponakan-keponakannya.
"Tumben banget kamu sudah pulang jam segini?" sapa Elok heran ketika melihatnya menampakkan diri dari balik pintu belakang. Rumah Elok adalah rumah kedua bagi Olivia untuk ia kunjungi.
Setelah bercipika-cipiki dengan Elok, Olivia mencomot bakwan jagung yang baru matang di atas meja dan melahapnya sekaligus. "Tante Elok gimana kabarnya? Sehat-sehat saja, kan?" kata Olivia dengan mulut penuh bakwan jagung.
Elok adalah Mama dari teman semasa kecilnya Reihan yang telah Olivia anggap layaknya Mama kandungnya sendiri. Mama yang tidak pernah ada dalam setiap helaan napasnya. Bahkan wajahnya pun Olivia tidak tahu. Hanya sekedar nama yang Olivia tahu.
"Aduuh anak ini. Kelakuannya masih saja kayak anak kecil. Cuci tangan dulu sana," tegur Elok pelan masih dengan celemek berwarna biru yang melekat di tubuhnya yang sudah tidak muda lagi itu.
"Jawab dulu. Tante sehat, kan?"
"Iya Tante sehat, Sayang.”
Olivia meringis menahan malu lalu beralih mencuci tangan serta mengambil piring kosong dan mengisinya dengan nasi dan tertahan beberapa waktu di sana.
"Kamu ke mana saja enam bulan ini? Tante khawatir sekali. Kamu makan teratur juga, kan?" tanya Elok masih dengan kesibukannya menggoreng tanpa berniat meninggalkannya.
"Olivia sehat kok, Tante," timpal Olivia sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. "Yah, lumayan agak sibuk sih akhir-akhir ini. Maklumin ya, Tante namanya juga sekretaris.”
"Kamu perlu ingat kalau tifus bisa kambuh kapan saja. Sibuk sih boleh, tapi tetap harus bisa jaga kesehatan. Tante nggak mau kamu harus masuk rumah sakit lagi karena kecapekan.”
Olivia mengangguk lalu kembali menyuapkan nasi ke mulutnya dalam diam sembari sesekali mengecek pesan Whatsapp dari ponsel miliknya.
From : Pak Bos
Sorry mengganggu waktunya.
Bisa tolong kirimkan draft dan materi untuk presentasi besok?
To : Pak Bos
Saya kirim sekarang, Pak.
From : Pak Bos
Ok. I'm waiting.
Olivia menyalakan notebooknya sejenak kemudian memindahkan semua file dalam bentuk winrar dan mengirimkan secepat kilat. Pesan Whatsapp pun kembali hadir di ponsel Olivia.
From : Pak Bos
Sudah kuterima.
Besok tolong dibantu seperti biasanya ya.