"Suara itu, akhirnya aku bisa mendengarkannya. Apa yang dikatakan Bara memang benar. Berisik, tapi sangat dirindukan. Hati ini bukan milikku, tapi Tuhan memberiku kesempatan untuk mengenalnya. Hidupku tak mudah, memilikinya membuatku merasa lebih berarti" Daniel Carson Abraham Sejak kecil Carson tidak bisa hidup layaknya manusia pada umumnya. Hatinya bermasalah hingga ia harus sering keluar masuk Rumah Sakit. Namun semuanya berubah saat Bara mengalami kecelakaan. Bara telah memberinya Hati yang baru hingga ia bisa merasakan hidup Normal. Namun, ada yang menarik saat Carson menyadari bahwa ia mampu mendengar suara hati seseorang. Dewi, orang yang dulu sangat Bara cintai. Kehadiran Dewi membawa warna baru dalam hidupnya. Akankah mereka bahagia bersama? Atau Carson harus membuang Dewi dalam hidupnya?
Seorang pria tampan berbalut jas mahal sedang berjalan tergesa gesa menuju sebuah ruangan. Langkahnya tegas dan lebar – lebar, Ia setengah berlari untuk segera mencapai tempat yang ingin ia tuju. Dalam hati dia sedikit mengumpat karena seseorang telah membuatnya repot dipagi hari. Ia sangat tidak suka bangun pagi. Baginya bangun pagi teramatlah sangatlah menjengkelkan! Kenapa harus terpaksa dengan bangun pagi ketika bisa memilih bangun siang?
Sementara ditempat lain, pria berusia 54 tahun yang masih nampak gagah dan tampan sedang duduk dengan tenang sambil menyesap secangkir kopi. Sesekali dia melihat jam yang melingkar di tangannya sambil terus menggerutu.
"Berengsek satu itu kapan datang? Bagaimana aku bisa mempercayakan perusahaan ini padanya! Benar-benar tidak disiplin!"
Carson sudah sampai di depan lift. Kakinya mengetuk ngetuk dengan tak sabar. Lift belum juga terbuka. Wajahnya gusar, berulang - ulang dia mengecek jam yang melingkar ditangannya. Sungguh orang - orang yang melihat ini sedikit bingung dengannya. Tidak pernah mereka melihat ekspresi seperti itu. Carson yang terkenal dingin dan tanpa ekspresi sekarang menunjukkan ekspresi lain. Sungguh ini hal yang cukup langka! Namun, mereka tidak berani menegur untuk sekedar menyapa.
Carson sudah tidak peduli lagi dengan apa yang orang pikirkan tentang dirinya. Fokusnya adalah cepat sampai ditempat "pria tua" yang menunggunya. Ya, dia suka memanggilnya orang itu dengan sebutan Pria tua. Pria tua? Ah sebenarnya tidak juga, diusianya yang 54 tahun dia tampak tampan dan gagah. Jika dibandingkan, mungkin wajahnya setara seperti Tyo Nugros, si vampire Drummer Dewa 19 yang dijuluki drummer terganteng se-Antariksa. Pria tua yang dimaksud adalah John Abraham, ayah dari Daniel Carson Abraham.
Pintu lift terbuka, Carson segera masuk dan bergegas memencet tombol lift di angka 15. Ia harus menuju lantai 15 tempat John berada. Setelah beberapa saat Carson kemudian sampai di lantai yang dituju. Ia setengah berlari dan segera mendatangi meja Sekretaris lalu meminta wanita itu untuk mengabarkan kepada CEO Wind Group bahwa dia sudah datang. Untuk hal-hal tentang pekerjaan, Carson harus mematuhi apa yang sudah ditetapkan oleh Perusahaan. Dirumah, John memang ayahnya, tapi disini John adalah atasannya. Memisahkan urusan pribadi dengan perusahaan adalah salah satu kewajiban yang harus dia lakukan.
Ling Ling, Sekretaris John segera mengangkat telpon dan mengabarkan bahwa Carson sudah datang. John menjawabnya dan menyuruh Ling Ling memberi tahu Carson untuk segera masuk. Carson masuk dan langsung bertatap muka dengan John.
"Hei boy, kau tahu ini jam berapa?" tampak sekali wajah kemarahan yang menyertai. John sangat disiplin tentang waktu. Ia tidak pernah memberi toleransi kepada siapapun untuk sebuah keterlambatan.
"Tidak kah kau memiliki jam ditanganmu, pria tua? Bukankah kau tahu sekarang jam berapa?" Jawab Carson dengan sinis. Berbanding terbalik dengan ayahnya, Carson adalah pribadi yang tidak terikat dengan waktu. Ia tidak masalah dengan sebuah keterlambatan. Baginya yang penting pekerjaan menjadi beres dan berakhir tanpa masalah.
"Seingatku pria tua ini sudah mengajarimu sopan santun, boy?" John mengingatkan agar Carson lebih sopan kepada Orang tua terlebih ayahnya sendiri.
"Jam sembilan" Carson sedikit mendengus
"Kau tahu apa artinya?" John menatapnya penuh arti
"Terlambat 1 jam"
"Dan kau tahu apa yang harus kau lakukan, boy?"
"Push up 100 kali!" Carson sudah sering menerima hukuman ini. Jadi, ia sudah hafal dengan apa yang harus dilakukan.
"Bagus" John menepuk pundak Carson sambil tersenyum mengejek. Ia memang harus mendisiplinkan Carson! Anaknya harus mulai untuk tidak seenaknya sendiri tentang waktu. Carson akan berdiri di puncak pimpinan. Memberikan contoh yang buruk tentusaja tidak diperbolehkan.
"Aku tidak tahu kenapa pria tua ini senang sekali menghukum dengan hukuman fisik!" guman Carson sambil melonggarkan dasinya dan bersiap mengambil posisi untuk push up.
"Aku masih bisa mendengarnya, Daniel!" John dengan santai menyesap kopinya sambil melihat anaknya yang sedang menjalani hukuman yang ia berikan.
"Kau tahu aku membenci seseorang memanggil ku Daniel bukan?? John?" Carson mulai kesal dengan ayahnya yang memanggilnya dengan sebutan Daniel.
"Well, Daddy sangat suka nama itu." John malah sekarang sedang mengejeknya. Jangan tanya bagaimana perasaan Carson. Ia sangat kesal sekali dengan ayahnya!
"Terserah" Jawab Carson malas. Ia sangat tidak suka dipanggil dengan nama Daniel. Tidak ada alasan khusus. Hanya tidak suka saja!
Carson mulai melakukan push up dan menghitung. John tersenyum tipis dan mengambil handphone untuk memotretnya. Sudah menjadi kebiasaan John mengambil gambar anaknya sejak 31 tahun yang lalu. Ia senang sekali mengkoleksi foto - foto Carson. Baginya Carson masih tetap anak kecil yang lucu dan menggemaskan. Begitulah memang seorang ayah!
Ya, Carson sudah berumur 31 tahun. Pria matang yang sampai sekarang masih saja betah melajang. Betah? Sejujurnya bisa dibilang tidak! siapa yang betah melajang? Tidak ada orang yang ingin sendirian dan kesepian!
Tidak seorangpun yang menginginkan hal itu dihidupnya. Semua ingin bahagia dengan pasangan. Menghabiskan waktu dengan orang yang disayang.
Begitu pula dengan Carson. Tapi, mungkin Semesta sedang tidak bersahabat dengannya. Segalanya tidak berjalan dengan lancar. Masterplan yang sudah dia persiapkan sebelumnya harus dikubur dalam - dalam dilubuk hatinya.
Sedih? tentu saja! Carson masih seorang manusia yang memiliki hati dan cinta. Dunia ini hadir selalu dengan dua sisi. Sisi kebahagiaan dan sisi Luka. Disatu titik kita akan bertemu dengan hal yang menakjubkan tentang Cinta. Disisi lain akan bertemu dengan luka yang mendalam. Luka yang bisa membuat sesak di dada. Bernafaspun harus bersusah payah!.
Di hitungan ke 50, Ling Ling mengetuk pintu dan masuk ke ruangan John. Ekor matanya melirik melihat Carson yang sedang dihukum. Bibirnya tersenyum mengejek kepada Carson. Ling ling memang begitu, ia sama sekali tidak takut dengan Carson. Dulu mereka sempat menjadi teman sekelas dan hubungan pertemanan mereka cukup akrab. Tidak heran meskipun ia hanya Sekretaris namun berani bersikap tidak sopan.
"Ling ling, tidak kah kau sedikit bersimpati kepadaku? Senyummu itu membuatku muak!" Carson menghentikan push up nya menghadap dan mengomeli Ling Ling.
"Apa hak mu untuk mengomentari tentang senyumku, Sir?" Jawab Ling Ling tanpa rasa takut
"Boy, berhenti mengomelinya. Kau tak bisa melampiaskan kekesalanmu padanya. Bukankah yang membuatmu kesal adalah bertemu denganku?" John tertawa meihat Carson yang sedang berdebat dengan Ling – ling. Terlihat imut dan menggemaskan!
"Shit! menyebakan sekali! Kau selalu membelanya!" Carson mengumpat kemudian melanjutkan push up.
Ling Ling kemudian menghampiri John dan memberikan beberapa berkas untuk dipelajari dan ditanda tangani. Mereka berdua fokus bekerja membahas Dokumen yang sedang berada ditangan mereka. Beberapa saat kemudian mereka sudah selesai. Begitu pula dengan Carson. Sebelum Ling Ling pergi, John berpesan untuk membawakan Dokumen yang tempo hari dia minta kepadanya.
Peluh menetes dari dahi Carson, bajunya juga sudah berbentuk tidak karuan. Basah dengan keringat. John kemudian menyuruhnya mandi dulu baru bicara. Sudah malas berbicara dan mendebat, Carson bergegas untuk mandi dan ganti baju.
Diruangan ini sudah dilengkapi dengan kamar tidur dan kamar mandi. Karena sering dihukum, Carson menyimpan juga bajunya di lemari milik ayahnya. Setelah selesai berbersih diri, Carson kemudian duduk di depan ayahnya.
"Pindah ke Indonesia!" Titah John tegas dengan nada penuh ancaman.
"What??..kau bercanda pria tua?" Carson cukup kaget dengan apa yang ayahnya katakan kepadanya. Tidak ada angin dan hujan, tiba – tiba ayahnya membuangnya!
"Apa sekarang aku seperti terlihat bercanda, Daniel Carson Abraham!" John tidak sedang bercanda. Tatapan itu menjelaskan segalanya. Carson tahu itu!
"Tidakkah itu keterlaluan?" Jawab Carson lemah. Ia sedang kalah sekarang.
"Haruskah aku memberimu cermin anak muda?" John mengingatkan kembali untuk lebih tahu diri.
"Aku tak perlu cermin karena aku tahu aku tampan" Carson mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Kau tahu bukan itu yang sedang kita bicarakan kan boy?" John menatapnya malas. Anaknya memang sangat narsis sama seperti dirinya. Tapi, sekarang bukan itu yang sedang dibicarakan.
"Kenapa?" Carson penasaran kenapa Daddynya tiba – tiba berencana memindahkannya ke kantor cabang.
"Kau tahu berapa karyawan yang kita miliki?" John mengingatkan kembali tentang Perusahaan.
"Seingatku 10.000 karyawan dibawah Naungan Wind Group" Perusahaan memang sangat besar.
"Dan kau tahu siapa dimasa depan yang akan memimpin mereka?"
"Tentu saja aku, pria tua! Apa kau sudah pikun?"
"Dan kau pikir kau layak?"
"Layak atau tidak aku tetap pewaris, Dad!" Carson mulai menaikkan nada bicaranya. Ia kesal sekali diremehkan dianggap tidak layak.
"Dan kau akan membuat William Abraham tidak tenang di alam baka?"
"Kenapa mengungkit Raja Neraka?" Carson menjawabnya dengan sengit. Ya, Carson sering menyebut mendiang kakeknya dengan sebutan Raja Neraka. Kakeknya yang sangat tegas dan Diktator.
"Kau tahu kan tidak mudah membesarkan Wind Group?" John mendesah bersabar menghadapi anaknya.
"Apa hubungannya dengan pindah ke Indonesia?" Carson tidak habis pikir dengan pola pikir orang tua yang ada dalam keluarganya.
"Apakah otakmu sudah tidak bekerja? Apa kau sekarang sudah bodoh? Kau sudah tahu benar dengan pasti tradisi keluarga Abraham!" John menaikkan volume suaranya dan menatapnya tajam. Carson tahu Daddynya sekarang sedang tidak bercanda.
"Shit! Daddy akan membuangku ke Unit mana? Kau tahu kan Daddy, aku malas sekali pindah dari Singapore?"
"Gresik"
"Damn!!!" Carson mengumpat dan langsung beranjak berdiri dan bergerak gelisah "Aku bisa belajar disini !! dikantor pusat! Kenapa harus di buang dikota kecil?" Tanya Carson menggebu
"Atau kau mau ke Sumatra atau Sulawesi?atau Kalimantan?"
"Daddy, berhentilah bercanda!" Ucap Carson memelas
"Dan berhentilah mengeluh Daniel, kau itu Abraham!! Darahmu adalah darah Abraham! Berhenti menjaadi pecundang dan hadapi saja!" Bentak John
"Tapi..aku belum siap! Tidak bisakah ditunda?" Carson mencoba bernegosiasi, siapa tahu kali ini berhasil. Patut dicoba bukan?
"Berangkat atau kau tidak lagi mendapatkan semua fasilitas! Daddy dengan senang hati akan membuangmu ke jalanan!"
"Kenapa tega sekali? Aku anakmu satu-satunya jika kau masih mengingatnya, Dad!"
"Kau lupa aku masih memiliki satu pewaris lagi?"
"Olivia Abraham" Desah Carson
"Dan kau akan meletakkan segala tanggung jawab lalu menyerahkan nya pada Olivia Abraham?" Tanya John kembali
"Tidak!!" Jawab Carson tegas. Tidak mungkin ia akan melakukan itu! Olivia harus hidup dengan bahagia tanpa harus ikut campur dengan rumitnya perusahaan.
"Dan kau tahu apa yang harus dilakukan oleh keturunan Abraham bukan?" John kemudian mengangkat telfon meminta Ling Ling membawakan berkasnya.
Ling Ling masuk dan meletakkan berkas di atas meja. John segera mengambilnya dan memberikanya pada Carson.
"Itu data-data tentang Unit Gresik. Besok kau harus sudah berangkat kesana"
"Secepat itu?" Tanya Carson
"Singapore - Gresik hanya 3 jam dan kau mengeluh seolah-olah sedang pergi ke Neraka?" John mulai meninggikan suaranya.
"Baiklah!" Carson mendesah.
Carson keluar dari ruangan John dengan perasaan yang teramat sangat dongkol. Pembicaraan telah selesai. Tidak bisa membantah dan harus melaksanakan apa yang telah dikatakan oleh John, Daddynya. Sebenarnya, Ia tidak terima jika harus bekerja diperusahaan cabang. Ia lebih suka berada disini, di Singapore. Lebih nyaman tinggal di tempat dia dibesarkan. Bagaimana mungkin dia akan betah untuk tinggal di tempat asing? Walau bagaimanapun ia tidak memiliki kuasa untuk menolak. Sudah menjadi kewajiban bagi seorang keturunan Abraham untuk belajar bisnis dari bawah. Bagi keluarga Abraham, setiap pemimpin tertinggi perusahaan harus belajar untuk mengamati dari dekat para pekerjanya. Hal ini dibutuhkan agar saat mengambil keputusan menjadi bijak dan lebih manusiawi.
Selain itu dengan belajar dari perusahaan cabang akan tahu benar masalah masalah yang terjadi di perusahaan. Kantor pusat hanya tentang berkas dan proyek. Tapi perusahaan cabang adalah lini proses yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Carson masih malas bekerja di perusahaan cabang. Baginya, masih belum waktunya!.
*****
Setelah sampai di ruangannya Carson segera mempelajari berkas yang diberikan oleh John. Unit Gresik adalah Unit yang cukup besar yang mereka miliki. Perusahaan Cabang ini spesialisasi mengolah sawit.
Carson merenung mengingat, sepuluh tahun yang lalu kakeknya berkeras untuk membuka Unit di Kota Gresik. Ia dulu tidak memahami kenapa harus membuka perusahaan jauh dari kebun, bukankah lebih efisien jika mendirikan pabrik dekat dengan kebun?
Kakeknya memiliki pemikiran lain. Sumber daya manusia di Gresik cukup bagus, dan fasilitas nya juga cukup lengkap. Alhasil sekarang, Perusahaan berkembang cukup pesat.
Hal yang tidak Carson setujui sebenarnya adalah tentang keturunan Abraham yang harus dilempar ke Unit Cabang untuk belajar Proses Produksi selama beberapa tahun. Menurutnya itu sedikit kuno dan tidak relevan. Pemimpin cukup belajar tentang Manajerial. Tapi kenapa harus susah payah belajar tentang proses?
William Abraham memiliki pemikirannya sendiri. Sesuatu itu akan menjadi besar jika kita memperhatikan hal-hal yang kecil. Hanya berdiri dipuncak tanpa menapak ditanah akan membuat kita menjadi lupa untuk bersikap bijak. Dan sekarang Carson harus melaksanakan tugas itu. Kewajiban setiap keturunan Abraham.
Carson masih terus mengumpat dan tidak terima dengan tradisi konyol yang menurutnya sangat merepotkan. Dibalik tugas itu, yang tidak Carson ketahui bahwa sebenarnya semesta sedang memberikan apa yang ia cari selama ini. Sesuatu yang tersembunyi dikota kecil itu dan yang akan memberikan warna kembali pada hidupnya yang kelabu. Mungkin sekarang Carson sedang sering mengumpat kepada Daddynya. Namun, percayalah bahwa mungkin dimasa depan ia akan berterima kasih dengan pembuangan ini. John secara tidak sadar telah mendekatkan Carson dengan obatnya. Obat yang sangat mujarab untuk penyakitnya yang ia derita selama empat tahun ini. Obat yang tidak pernah ada dalam apotik manapun. Obat yang akan memberikan pintu keluar dari segala pelik yang selalu menghantui. Bagaimana hidupnya akan berjalan lagi? Sungguh menarik untuk diikuti!
Bab 1 Tradisi Abraham
25/09/2023
Bab 2 Suara itu
25/09/2023
Bab 3 Tentang Jakie
25/09/2023
Bab 4 Silaturahmi bibir
25/09/2023
Bab 5 Kalah
25/09/2023
Bab 6 Sentuhan
25/09/2023
Bab 7 Kedatangan Nick
25/09/2023
Bab 8 Mimpi
25/09/2023
Bab 9 Dilabrak
25/09/2023
Bab 10 Club
25/09/2023
Bab 11 Makan siang
25/09/2023
Bab 12 Dilema
07/10/2023
Bab 13 Penguntit
08/10/2023
Bab 14 Manja
12/10/2023
Bab 15 Marah
14/10/2023
Bab 16 40 Days With Mr Carson
17/10/2023
Bab 17 Akhirnya
18/10/2023
Bab 18 Tertangkap Basah
19/10/2023