/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
Broken home, judul kali ini adalah broken home. Siapa sih yang gak tau apa itu broken home, semua orang pasti tau, kebanyakan dari mereka mengira itu hanya masalah sepele, tapi bagi mereka yang merasakan, itu adalah pengalaman terburuk di kehidupan mereka.
Aku, adalah bukti nyata kalau broken home sangat menyeramkan. Bayangkan saja, di masa aku kecil aku kehilangan sosok ibu, sosok yang sangat kuat bagi seorang anak kecil. Banyak yang mengira kalau aku baik-baik saja, ada juga yang mengira kalau aku tidak terpengaruh oleh adanya kerusakan rumah di kala aku kecil.
Semua itu bohong, sewaktu kecil hampir setiap hari aku menangis, hampir setiap kali rasanya Hampa. Kosong. Sunyi. Sepi. Sedih. Apa yang mereka lihat itu hanya alter ego. Kepribadian yang lain dari diriku yang asli atau bisa dikatakan itu adalah sisi lain dari diriku.
Terlalu lama kayaknya prolognya. Tanpa basa-basi lagi, namaku Toto, mungkin sekarang aku lebih baik daripada aku yang dulu. Sudah lama sekali aku tidak menangis, dan sudah lama juga aku tidak merasakan kasih sayang ibu.
Ayah dan ibuku bercerai ketika umurku 4 tahun, masih sangat kecil, bahkan terlalu kecil bagi seorang anak yang harus ditinggalkan ibunya.
Aku masih ingat semua kejadian awal, semua pertengkaran ayah dan ibuku. Semua kejadian di pengadilan, semuanya terekam baik di kepalaku, di otakku, memori itu seakan tidak bisa dihapus. Termasuk kata terakhir ibuku sebelum dia pergi meninggalkanku, ‘Mulai sekarang jadi anak yang baik, jangan nyusahin ayah. Ibu pergi dulu.’ Dengan polosnya aku menjawab, ‘Iya, ibu cepat pulang’.
Jawaban yang terlalu lugu, aku masih umur 4 tahun dan aku hanya berharap bisa ketemu ‘dia’ lagi. Ketika itu aku masih berpikir mungkin ibuku pergi ke luar kota, lalu tiba-tiba pulang bawa mainan besar, tapi kenyataannya tidak. Itu tidak pernah terjadi.
Entah bagaimana aku tahu kalau sebenarnya ibuku tidak pergi, melainkan dia bercerai dengan ayahku. Coba pikirkan apa yang aku bayangkan? Yang saat itu bayangkan adalah kosong. Aku bingung apa itu cerai?.
Ada pertanyaan yang sampai saat ini menjadi misteri di kepalaku. Pernyataannya sederhana, ‘Kenapa kalian cerai? Apa karena kehadiranku? Atau justru ada penyebab lain?’. Ingin sekali aku bertanya kepada ayahku, tapi buat apa juga, biarlah itu jadi masa lalu. Yang lalu biarlah berlalu.
Setelah perceraian itu, aku, ayahku, neneku, tanteku, dan kedua saudaraku pindah. Aku tumbuh sebagai anak yang tidak pernah merasakan sosok ibu. Bahkan ketika pendaftaran masuk ke sekolah dasar aku hanya ditemani tanteku.
/0/5369/coverorgin.jpg?v=828b4626fb2cf3faf0cd82ba5e07e15c&imageMogr2/format/webp)
/0/3778/coverorgin.jpg?v=45659e33fc35fc3013be25deafe72fcf&imageMogr2/format/webp)
/0/18821/coverorgin.jpg?v=9802dce90e46c9f104fb9b58491e42f9&imageMogr2/format/webp)
/0/18949/coverorgin.jpg?v=515c3f1a85fa5f856ca8e7b776a4c52c&imageMogr2/format/webp)
/0/4087/coverorgin.jpg?v=20250121182045&imageMogr2/format/webp)
/0/8074/coverorgin.jpg?v=9ed9f0f8922d4de2e0e7ac5d9024b6ab&imageMogr2/format/webp)
/0/12866/coverorgin.jpg?v=20250122183630&imageMogr2/format/webp)
/0/17274/coverorgin.jpg?v=20240329000207&imageMogr2/format/webp)
/0/21621/coverorgin.jpg?v=20250107185020&imageMogr2/format/webp)
/0/21426/coverorgin.jpg?v=20250117155241&imageMogr2/format/webp)
/0/3059/coverorgin.jpg?v=04d9d0b5016317aa24a92acbae999758&imageMogr2/format/webp)
/0/20876/coverorgin.jpg?v=10f49417b7b9da3ebe41e42fd8581bac&imageMogr2/format/webp)
/0/3136/coverorgin.jpg?v=9b838bdd4164d9acedc9f563b08eb63d&imageMogr2/format/webp)
/0/2943/coverorgin.jpg?v=a78b677a45f4cb6b8c710caee13989e4&imageMogr2/format/webp)
/0/2507/coverorgin.jpg?v=20250120162615&imageMogr2/format/webp)
/0/6161/coverorgin.jpg?v=f4d4548a2b093fb7445f9595cd8a6811&imageMogr2/format/webp)
/0/5931/coverorgin.jpg?v=29fa21b34b75e1c45c85269cf5126231&imageMogr2/format/webp)
/0/2622/coverorgin.jpg?v=56435d3903b95a407666f2cfdbce6cdc&imageMogr2/format/webp)