Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Godaan Mas Duda Posesif

Godaan Mas Duda Posesif

caramelsky

5.0
Komentar
29
Penayangan
5
Bab

"50 juta perbulan kalau kamu mau menjadi Ibu susu untuk anak saya." Sebagai Mahasiswa semester akhir yang membutuhkan banyak uang, Kaluna tentu saja tergiur. Lagipula, ini bukanlah hal yang sulit baginya, ia masih bisa menghasilkan ASI setelah melahirkan anak di luar nikah yang kini ia titipkan di panti asuhan. Sialnya, pria itu ternyata sosok misterius yang pernah menjadi kekasih online-nya di masa lalu. Kaluna sangat membencinya. Namun ia baru menyadari kenyataan pahit saat ia sudah terlanjur menjadi ibu susu untuk anak pria tersebut. Artinya, ia tak bisa lepas darinya, meskipun rasa sakit hati masih menguasai hatinya. Sekuat tenaga Kaluna berusaha agar tak jatuh cinta kembali pada pria itu. Namun, pada akhirnya, ia tetap kalah. Kaluna tak bisa menghindar dan kembali terjatuh dalam dekapan duda yang begitu mempesona itu.

Bab 1 GMDP-1

Hidup Kaluna ternyata penuh dengan luka. Setelah dua tahun menjalin hubungan dengan pria bejat, hidupnya benar-benar hancur tak karuan.

Ia dipaksa melayani nafsu mantan pacarnya dengan berbagai ancaman. Hingga akhirnya, ketika ia dinyatakan hamil, ia ditinggalkan begitu saja dan diberi luka pengkhianatan yang begitu membekas di hatinya.

Hingga kini, Kaluna masih menyimpan dendam pada mantan pacarnya dan mantan teman baiknya itu.

"Lun, ganti dulu bajumu. ASI-mu merembes," bisik seorang wanita bertubuh gemuk kepada wanita cantik bernama Kaluna.

Saat ini, Kaluna sedang bekerja part-time di sebuah restoran yang cukup ramai pengunjung. Tak ingin membuat dirinya malu, Kaluna buru-buru berlari ke kamar mandi untuk mengganti bajunya.

Selesai berganti, ia kembali ke depan dan melayani beberapa pelanggan yang sudah mengantre.

"Mbak, saya pesan satu burger sama satu chicken crispy, ya," ujar pelanggan yang sedang dilayani.

Kaluna mengangguk sambil tersenyum manis. "Baik, tunggu sebentar ya," ucapnya ramah.

Kaluna terlihat begitu sibuk menyiapkan beberapa makanan, sampai tidak menyadari jika sedari tadi, ada seorang pria yang berdiri di barisan tengah, memandanginya dengan tatapan yang begitu dalam.

Hingga tiba gilirannya untuk memesan, pria itu mendekat dengan senyum tipis di bibirnya.

"Selamat siang, apa yang ingin dipesan?" tanya Kaluna ramah.

Namun, bukannya memesan makanan, pria itu malah menunduk sedikit dan berbisik di dekat kepala Kaluna. "Boleh minta nomornya?"

Kaluna terkejut, tapi ia tetap berusaha profesional. "Maaf, saya di sini hanya untuk melayani pembeli. Kalau tidak ada yang ingin Anda pesan, silakan mundur, karena masih banyak yang antre di belakang," ucapnya sambil memaksakan senyumnya.

Pria itu tidak menyerah. "Ini penting. Ada yang perlu saya bicarakan sama kamu."

Merasa situasi semakin canggung, sementara antrean semakin panjang, Kaluna menghela napas kecil. "Baik, Anda bisa minggir dulu. Kita bisa bicara setelah saya selesai melayani yang lain," ujarnya dengan lembut, meskipun dalam hati ia merasa terganggu.

Pria itu mengangguk dan melangkah ke samping, duduk di kursi sambil memainkan handphone-nya. Sementara Kaluna melanjutkan pekerjaannya, rasa penasaran mulai mengganggunya. Ia tidak mengenal pria itu, namun ada sesuatu yang tampak mendesak dalam tatapannya.

Melihat antrean yang semakin panjang, pria itu mendengus kesal. Berkali-kali ia mencoba memberi kode kepada Kaluna, namun Kaluna tetap tidak memedulikannya.

Hingga setengah jam kemudian, Kaluna baru saja melayangi para pelanggan. Melihat pria itu yang masih duduk menunggunya, ia pun segera berjalan menghampirinya.

"Maaf sudah menunggu lama," ujar Kaluna sambil duduk di depan pria itu.

Pria itu meletakkan ponselnya, lalu menatap Kaluna sambil tersenyum tipis. "Tidak apa-apa," balasnya. Padahal dalam hati merasa sangat kesal, karena banyak waktunya yang terbuang.

"Ingin bicara apa, ya? Sepertinya kita tidak saling mengenal sebelumnya," tanya Kaluna dengan nada hati-hati.

"Benar, kita memang belum pernah bertemu sebelumnya. Tapi ada hal penting yang mau saya bicarakan sama kamu," ujar pria itu.

Kaluna menatapnya dengan kening berkerut. Rasa penasaran dan sedikit waspada bercampur dalam hatinya. "Hal penting apa? Kenapa harus saya?"

Pria itu tersenyum tipis, seolah sudah memperkirakan pertanyaan itu. "Nama saya Liam. Saya sedang mencari seseorang yang bisa membantu anak saya, dan saya yakin kamu adalah orang yang tepat."

Kaluna semakin bingung. "Maksud Anda?"

Liam menghela napas sebelum berbicara. "Tadi, saya tidak sengaja melihat ada sesuatu yang merembes di baju kamu. Apakah ASI-mu sedang keluar sekarang? Kalau iya, bolehkah saya membelinya? Sepertinya pasokan ASI kamu cukup banyak sampai terbuang begitu saja."

Kaluna terpaku mendengar permintaan itu, rasa malu dan kaget menyelimuti dirinya. Wajahnya memerah, dan ia langsung menundukkan kepala, mencoba menahan perasaan yang mendalam. "Maaf, saya tidak bisa," jawabnya dengan suara pelan.

Liam tampak sedikit kecewa, tetapi tetap berusaha membujuknya. "Selama ini saya sudah berjuang mencari donor ASI untuk anak saya. Tapi kebanyakan dari mereka yang bersedia, tidak memiliki kualitas ASI yang baik karena pola hidup mereka tidak sehat. Melihat penampilan kamu, saya yakin kamu orang yang sehat dan bisa memberikan ASI yang berkualitas untuk anak saya."

Kaluna merasa bingung dan semakin tidak nyaman dengan percakapan ini. Meski setiap hari ia tersiksa karena ASI, tapi ia masih enggan memberikannya pada bayi orang lain. Ia lebih baik membuangnya, daripada memberikannya kepada orang lain, karena anaknya sendiri tidak pernah merasakannya.

"Saya paham niat anda, tapi saya rasa ini bukan hal yang tepat untuk saya. Maaf, saya tidak bisa melakukannya," tolak Kaluna dengan lembut.

"Kenapa? Suamimu tidak mengizinkan? Tenang saja, saya tidak akan merebutmu, saya hanya butuh ASI-mu saja. Berapapun akan saya bayar, asal kamu bersedia."

Kaluna memaksakan senyumnya. "Saya tidak bisa menjelaskan alasannya pada anda. Intinya, saya tidak bisa membantu anda dalam hal ini. Jika anda benar-benar membutuhkan, anda bisa pergi ke Bank ASI," ucapnya tegas.

"Saya tidak bisa sembarangan memberi anak saya ASI dari pendonor lain. Jika kamu masih merasa keberatan, saya akan berbicara dengan suamimu sendiri," katanya, mencoba menunjukkan keseriusannya.

"Saya tidak punya suami," sahut Kaluna dengan cepat dan tegas.

Liam hanya tersenyum tipis. Raut wajahnya tampak sangat tenang menanggapi ucapan Kaluna.

Tanpa menunggu respons lebih lanjut, Kaluna berdiri dan berbalik, berniat untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun, langkahnya terhenti ketika tangan Liam menahan pergelangan tangannya dengan lembut.

"50 juta per bulan kalau kamu menjadi Ibu susu untuk anak saya," ucap Liam dengan tegas.

Kaluna langsung menoleh, matanya membulat lebar karena terkejut mendengar tawaran itu. "Apa?" gumamnya pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

50 juta per bulan katanya? Bahkan dalam satu tahun, Kaluna tidak bisa mengumpulkan uang sebanyak itu.

"Pikirkan baik-baik. Tawaran seperti ini tidak akan kamu dapatkan di tempat lain," ujar Liam.

Bagi William Edward, mengeluarkan uang 50 juta per bulan untuk orang lain bukanlah perkara besar. Sebagai CEO dari Zenith Insurance, salah satu perusahaan asuransi terkemuka, jumlah tersebut hanyalah setetes air di tengah lautan kekayaannya. Ia juga memiliki berbagai bisnis di sektor lain, yang membuat kekayaannya diperkirakan mencapai angka triliunan. Diversifikasi usahanya mencakup investasi di properti, teknologi, hingga saham internasional, menjadikannya salah satu pengusaha muda paling sukses di negaranya.

"Kontrak berapa tahun?" tanya Kaluna.

Sebagai mahasiswa semester akhir yang membutuhkan banyak uang untuk berbagai keperluan, Kaluna tentu saja merasa tergiur. Apalagi, sudah hampir setahun skripsinya terbengkalai akibat insiden hamil di luar nikah, dan kini ia harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Ia sangat membutuhkan dukungan finansial agar bisa fokus menyelesaikan skripsinya tanpa harus khawatir akan kehabisan uang.

"Sampai anak saya bisa minum susu formula," jawab Liam.

Kaluna terdiam sejenak, mencerna jawaban itu. Ia merasa bingung dan cemas, namun di sisi lain, tawaran itu begitu menggiurkan, terutama mengingat situasi finansialnya yang begitu sulit. Ia tidak ingin hidup lebih lama dalam garis kemiskinan, ia menginginkan kehidupan yang lebih baik. Namun di balik keinginan itu, ketakutan yang begitu besar masih menghantuinya.

"Apa istrimu tidak bisa mengeluarkan ASI?" pertanyaan itu akhirnya muncul juga dari mulut Kaluna.

"Saya tidak punya istri," jawab Liam dengan cepat dan tegas seperti jawaban Kaluna tadi.

Kaluna terkejut. Namun ia hanya bisa terdiam.

"Datanglah ke rumah saya jika kamu bersedia," ujar Liam sambil meletakkan selembar kertas kecil yang berisi alamat rumah di telapak tangan Kaluna.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh caramelsky

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku