Dosenku Mantan Suamiku

Dosenku Mantan Suamiku

caramelsky

5.0
Komentar
763
Penayangan
34
Bab

Ardan menceraikan Luna setelah dia mengira bahwa anak yang dikandung Luna bukanlah darah dagingnya, melainkan anak dari laki-laki lain. Lima tahun kemudian, Ardan dan Luna kembali di pertemukan lagi. Ardan yang dulu menjadi pengusaha besar, kini beralih menjadi Dosen di kampus tempat Luna belajar. "Setelah lima tahun, saya pikir kamu sudah hancur, ternyata masih belum. Entah apa alasannya, Tuhan masih memberi nyawa ke tubuh pengkhianat."- Ardan Willy Kusuma. "Aku curiga sama kamu deh, Mas. Dari tadi ngikutin aku mulu. Kamu masih suka sama aku?"- Drucia Luna.

Bab 1 PROLOG

*Flashback lima tahun yang lalu

Drucia Luna, gadis cantik yang baru saja merayakan kelulusan SMA, tengah bermain bersama saudara-saudaranya di halaman belakang panti asuhan. Suasana sore itu terasa begitu ceria, dengan tawa dan canda yang mengiringi permainan mereka. Namun, keceriaan itu terganggu saat pasangan suami istri yang tidak dikenal mendekat ke arah mereka.

Pasangan itu tidak datang sendiri. Mereka terlihat berjalan bersama Ibu Panti, yang wajahnya tampak serius.

"Luna..." panggil Ibu pantinya dengan suara lembut.

Luna berhenti sejenak dan menatap mereka dengan tatapan bingung. "Ibu mau bicara sebentar," ujar wanita paruh baya itu lagi.

"Ada apa, Ibu?" tanyanya Luna, matanya melirik pasangan suami istri yang tampak serius.

Ibu Panti tersenyum tipis, meski senyumnya terasa dipaksakan. "Ini Tuan dan Nyonya Kusuma. Mereka mau bicara sama kamu," jawabnya.

Luna menghela napas. Kemudian ia mengikuti ketiga orang dewasa itu yang sudah berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, Ibu Panti sudah duduk di kursinya dengan wajah yang tampak tenang, meskipun matanya menyiratkan kekhawatiran. Pasangan suami istri itu duduk di sofa, tepat di depan Luna, menatapnya dengan penuh perhatian dan harap.

"Kami datang ke sini untuk memberikan tawaran kepadamu, Luna." Tuan Kusuma mulai membuka percakapan, sementara Nyonya Kusuma masih terdiam.

"Aku mau di adopsi?" tanya Luna dengan wajah tak suka pada Ibu pantinya.

"Dengerin dulu, Nak," sahut Ibu pantinya dengan lembut.

Luna menghela napas. Kemudian kembali menatap pasangan itu dengan wajah tak nyaman.

"Perkenalkan, saya Ardan, dan ini istri saya, Wulan." Pria itu kembali berbicara, sementara sang istri di sampingnya hanya diam, matanya tetap memandang Luna dengan penuh perhatian.

"Kami ingin menawarkan sesuatu kepadamu, Luna." Kali ini Nyonya Kusuma yang angkat bicara. "Kami sudah tujuh tahun menikah, tetapi kami belum dikaruniai anak."

Luna mendengarnya dengan wajah masam, pikirannya langsung mengarah pada kemungkinan bahwa pasangan ini datang untuk mengadopsinya.

"Aku nggak mau diadopsi. Aku sudah besar, aku masih nyaman tinggal di sini," ujar Luna dengan tegas

"Kami bukan bermaksud mengadopsi kamu, Luna," sahut Nyonya Kusuma.

"Terus?" tanya Luna dengan tatapan sinis.

"Saya ingin menawarkan kamu untuk menjadi istri kedua suami saya dan melahirkan seorang anak untuk keluarga kami," lanjut Nyonya Kusuma. "Kami akan memberi imbalan satu milyar rupiah dan merenovasi seluruh bangunan panti ini. Setelah anak itu lahir, kamu bisa bercerai dari suami saya tanpa membawa anak itu, dan kamu bisa melanjutkan hidupmu seperti biasa."

Luna terkejut. Matanya terbelalak dan mulutnya terbuka lebar. Ia menatap pasangan suami istri itu dengan tatapan tak percaya.

"Kami juga akan menjadi donatur tetap di panti ini jika kamu menerima tawarannya," tambah Tuan Kusuma dengan suara penuh harap.

Tanpa ragu sedikitpun, Luna langsung menjawab dengan lantang. "ENGGAK!"

Tuan Kusuma dan Nyonya Kusuma saling bertukar pandang, lalu menghela napas. Kemudian Tuan Kusuma kembali angkat bicara dengan nada yang lebih serius, "Pikirkan baik-baik, Luna. Kalau kamu merasa ini sangat berat, setidaknya pikirkan Ibu Panti dan adik-adikmu. Dengan uang sebanyak itu, kamu nggak akan hidup susah lagi. Adik-adikmu juga pasti terpenuhi kebutuhannya. Mereka nggak akan lagi tidur di kamar yang bocor, nggak akan kekurangan makanan, dan nggak lagi kekurangan uang jajan."

Luna terdiam. Di satu sisi, tawaran itu bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi panti asuhan dan keluarganya. Namun di sisi lain, tawaran itu sangat melukai harga dirinya.

Ia cantik, muda dan berprestasi. Banyak pria lajang yang menyukainya. Bagaimana mungkin ia harus menyerahkan hidupnya kepada pria tua yang sudah beristri? Meskipun pria itu terlihat masih gagah dan tampan, Luna tetap tidak bisa menerimanya.

"Luna..." Ibu Panti hendak berbicara, namun Luna langsung menyahut dengan cepat. "Nggak mau, Bu. Aku masih kecil. Aku aja kayak anaknya mereka." Mata Luna mulai berkaca-kaca, menahan tangis yang ingin pecah.

"Ibu banyak hutang, Nak. Ibu juga sudah nggak punya uang lagi buat biayain adik-adik kamu. Ibu cuma bisa sekolahin kamu sama Andaru aja. Ibu sudah nggak sanggup lagi, karena buat makan saja Ibu harus hutang ke mana-mana," ucap Ibu Panti dengan mata yang berkaca-kaca. Luna tak tega melihatnya. Mengingat betapa seringnya ibunya sakit-sakitan, Luna semakin bimbang dengan tawaran itu.

Luna bukan anak yang kurang ajar. Ia tahu caranya berbalas budi. Selama ini ia juga selalu membantu ibunya mencari uang dengan berjualan. Namun itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Sekarang, keadaan ekonomi mereka semakin memburuk. Tak ada satupun donatur yang mau berdonasi ke panti ini karena uang yang disumbangkan sering kali diselewengkan oleh bendahara panti yang kini sudah kabur entah ke mana.

Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kehidupan mereka adalah dengan menerima tawaran itu. Luna tak ingin ibunya semakin sakit, dan ia juga tak mau adik-adiknya putus sekolah atau sampai kekurangan makanan setiap harinya.

Mereka tumbuh bersama di sini. Meskipun tak sedarah, Luna sangat menyayangi mereka.

"Bagaimana?" tanya Nyonya Kusuma.

"Kenapa kalian nggak mencoba bayi tabung aja?" Luna balik bertanya, mencoba untuk mencari kejelasan.

Nyonya Kusuma tersenyum tipis, senyum yang penuh keputusasaan. "Kami sudah pernah mencobanya, Luna, tapi gagal. Kami sudah nggak punya harapan untuk memiliki anak lagi, karena rahim saya sudah diangkat."

Luna menatap Nyonya Kusuma dengan mata yang mulai berkaca-kaca, ia merasa terjebak dalam keputusan yang begitu sulit.

"Aku... aku akan coba bantu," kata Luna akhirnya dengan suara yang hampir tak terdengar. "Tapi hanya sekali, hanya untuk anak itu. Setelah itu, aku ingin hidupku kembali seperti semula."

Tuan Kusuma dan Nyonya Kusuma saling berpandangan, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Namun, mereka hanya mengangguk penuh rasa terima kasih.

Luna menunduk, matanya basah, tetapi ia tahu ini adalah satu-satunya cara untuk membantu adik-adiknya dan Ibu panti yang telah merawatnya selama ini. Dengan perasaan berat, ia menerima tawaran itu, meskipun hatinya masih belum ikhlas.

*****

Selama lima bulan pertama pernikahan, Luna masih sering menangis. Ia belum bisa menerima nasibnya yang dinikahi oleh pria yang sudah beristri dan usianya 15 tahun lebih tua darinya. Luna benar-benar merasa tertekan. Meski Ardan selalu baik dan perhatian padanya, ia tidak merasa nyaman menjadi istrinya karena Wulan mulai menampakkan sifat aslinya.

Jika Ardan ada di dekat mereka, Wulan selalu bersikap manis dan perhatian. Namun, jika Ardan tidak ada, Wulan tidak segan-segan memarahinya, bahkan menyiksanya dengan sesuka hati. Ia selalu diperintah layaknya pembantu, padahal posisinya kini sudah mengandung anak Ardan.

"Kehadiran kamu cuma merusak hubungan saya sama Mas Ardan! Kamu nggak tahu diri! Semenjak ada kamu, perhatian Mas Ardan jadi terbagi. Dia bahkan jarang senyum ke saya lagi!" Wulan memarahi Luna sambil menjambak rambutnya dengan keras.

Luna menangis, tak punya daya untuk melawan karena tubuhnya sedang sakit. Ia sudah sering melaporkan kejadian ini ke Ardan, namun Ardan hanya menanggapinya dengan kata-kata tanpa tindakan nyata.

"Tolong aku, Mas. Aku nggak kuat kalau tinggal sama Mbak Wulan terus. Aku disiksa kalau nggak ada kamu, Mas!"

"Udah saya tegur. Wulan memang begitu sikapnya, tapi sebenarnya dia baik. Kamu harus bisa beradaptasi sama dia, nanti lama-lama juga terbiasa."

Semakin hari, Luna semakin menderita. Apalagi saat kandungannya memasuki usia enam bulan, Wulan tidak memberinya kesempatan untuk beristirahat hingga menyebabkan Luna hampir keguguran.

"Kalau pada akhirnya Mbak Wulan cemburu, kenapa dulu Mbak harus memaksa saya untuk jadi istri kedua Mas Ardan? Andai waktu itu Mbak Wulan nggak maksa, mungkin saya nggak akan menderita, dan Mbak Wulan juga nggak akan kehilangan perhatian Mas Ardan," ucap Luna dengan suara lemah.

"Terus kenapa kamu terima?! Dasar mata duitan! Saya melakukan itu karena saya takut diceraikan Mas Ardan!" teriak Wulan dengan emosi yang memuncak.

Luna sudah pernah bertanya pada Wulan, kenapa dari sekian banyak wanita, ia yang dipilih untuk menjadi istri kedua Ardan. Dan Wulan menjawab, bahwa ia dipilih karena anak-anak di panti asuhan dianggap tak berharga dan bisa diperlakukan semena-mena. Selain itu, Wulan mengaku bahwa Luna memiliki wajah yang cantik, yang dianggapnya akan menghasilkan keturunan dengan gen yang baik untuk masa depan mereka.

Sungguh jahat sekali bukan?

Di usia kandungan Luna yang sudah menginjak delapan bulan, menjelang kelahiran anaknya, Wulan semakin cemburu pada perhatian yang diberikan Ardan kepada Luna. Karena rasa cemburunya yang semakin mendalam, Wulan bahkan rela menyewa pria bayaran untuk melancarkan fitnahnya terhadap Luna.

Akibatnya, Ardan marah besar dan berakhir menceraikan Luna karena terpengaruh oleh ucapan Wulan yang mengatakan bahwa anak yang dikandung Luna bukanlah anak Ardan, melainkan anak dari pria lain yang konon tidur bersama Luna setiap kali Ardan tidak ada di rumah.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh caramelsky

Selebihnya

Buku serupa

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gemoy
5.0

Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku