Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta di Jalur Cepat
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Jangan Main-Main Dengan Dia
Aku Jauh di Luar Jangkauanmu
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
"Ada apa, Wi?"
Dewi mengigit pelan bibirnya sembari memainkan jemarinya. Kebiasaan yang dilakukannya ketika sedang gelisah. Perlahan ia mendongak. Pandangan matanya langsung bertemu dengan mata Alex yang juga tengah menatapnya.
"Saya hamil, Pak."
Hening...
Alex terganga keheranan. Bibirnya yang semula terkatup rapat, kini terbuka sedikit. Kedua alisnya saling bertaut dengan mata yang memandang lurus pada wanita dihadapannya. Cukup lama lelaki itu memandangi Dewi, hingga ia mengedikkan kedua bahunya.
"Well, Congrats ya."
Dewi seketika melongo. Wajahnya nampak tertegun melihat respon Alex yang nampak datar dan sangat biasa. Setelah berbasa-basi mengucapkan selamat, lelaki itu bahkan telah kembali menatap layar komputer di samping tempat duduknya. Tidak ada wajah syok seperti dirinya ketika baru pertama kali mendengar kabar ini. Sungguh jauh di luar bayangan wanita itu.
"Janin yang di perut saya ini anak bapak."
"Apa?"
Bagai tersambar petir di siang bolong, Perkataan Dewi barusan serasa menghantam belakang kepala Alex. Lelaki itu terbelalak. Bola matanya membulat, menatap Dewi tak percaya dengan perkataan yang baru saja di dengarnya. Namun sedetik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... Hebat kamu, Wi. Bisa mengerjai saya dengan lelucon seperti itu. Oke. April mop, Right?"
Dewi tersenyum getir begitu menyadari kalau saat ini tanggal 1 April. Wajar saja kalau Alex beranggapan ia sedang melempar lelucon seperti yang banyak dilakukan orang-orang untuk memperingati perayaaan April Fools Day. Sepertinya ia telah berharap terlalu tinggi.
"Saya tidak sedang mengerjai pak Alex. Saya serius, Pak."
Tawa Alex perlahan hilang. Wajahnya yang semula mengejek kini berubah datar. Bola matanya menyorot tajam ke arah Dewi.
"Coba ulangi sekali lagi. Apa yang barusan kau katakan?"
"Anu... Saya...."
Ditatap seperti itu, Dewi jadi tergagap. Lidahnya mendadak kelu. Belum lagi bibirnya yang mengering, seakan membuatnya kehilangan kata-kata yang hendak diucapkan. Ia mengerakkan mulutnya dengan terbata-bata.
"Saya sedang mengandung darah daging bapak," ulang Dewi seraya menunduk.
"Kamu tidak asal bicara bukan?"
Dewi hanya bisa tertunduk sembari mengangguk pelan. Tak sanggup melihat wajah Alex yang terasa sangat mengintimidasi.
"Argh... Sial."
Alex seketika terhuyung, menyandarkan punggung ke sandaran kursi sambil memijat pelipisnya. Kepalanya terasa berdenyut setelah mendengar pengakuan Dewi yang sangat mengejutkan baginya.
"Tidak mungkin. Ini tak masuk akal."
Lelaki itu berulang kali mengeleng. Ia tak bisa percaya begitu saja.
"Jangan mengada-ada, Dewi. Saya bahkan tak pernah menyentuh satu ujung kukumu. Bagaimana bisa anak itu darah daging saya?"
"Tak pernah bagaimana, Pak?"
Dewi menyela dengan cepat. Hatinya seperti tertancap belati. Bagaimana bisa lelaki itu mengelak setelah berusaha memperdayanya.
"Apa Pak Alex sama sekali tak mengingat kejadian waktu itu?"
Dewi mendesah pelan ketika Alex hanya terdiam menatapnya.
"Tiga bulan yang lalu, Pak Alex meminta saya mengantikan rapat client dengan alasan sedang sakit. Saya bahkan menyanggupi datang saat bapak meminta agar saya secepatnya melaporkan hasil rapat itu. Tapi apa yang saya dapatkan ketika menemui pak Alex. Bapak malah..."
Dewi tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Matanya seketika berkaca-kaca ketika menyadari tatapan Alex nampak kosong seperti tak mengingat sama sekali kebersamaan intim mereka.
"Baiklah. Kalau pak Alex tak mengingatnya. Saya kesini hanya sekedar ingin memberitahu kabar kehamilan ini. Permisi."
Dewi membungkuk hormat. Wanita itu berpikir mungkin Alex perlu waktu lebih lama untuk mencerna semuanya. Dengan berat hati ia berbalik badan, berjalan meninggalkan ruang kerja Alex.
☆☆☆