Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Loving Because Baby

Loving Because Baby

cloveriestar

5.0
Komentar
25
Penayangan
6
Bab

Ullya dihadapkan pada permasalahan mengenai keuangan, tapi justru disaat bersamaan dia dikeluarkan dari pekerjaannya karena kontraknya sudah habis. Hingga pada akhirnya pun kedua sahabatnya memberikan informasi jika saat ini ada lowongan pekerjaan untuknya. Di sisi lain, Samuel yang dihadapkan dengan masalah kedatangan seorang bayi. Dia tidak akan sanggup bagaimana pertanyaan dari kedua orang tua angkatnya. Terlebih lagi, dia belum menikah. Mereka akan sangat marah padanya saat mengetahui keberadaan bayi itu di luar nikah. Kalau pun mengatakan jika dia menemukannya di depan pintu pasti tidak akan mendengarkannya dengan baik. Maka dari itu, Lyra sebagai sahabatnya memberikan saran padanya untuk membuat sebuah sayembara pemilihan Ibu untuk Welcome. Di mana dia akan menikahinya dan menjadikan istri sekaligus Ibu untuk putra angkatnya. Permasalahan tersebut pun pada akhirnya mempertemukan keduanya, karena Ullya datang ke lowongan kerja yang dimaksud oleh kedua sahabatnya ternyata sebuah sayembara. Apa yang akan terjadi pada keduanya? Apakah Samuel akan memilih wanita berparas cantik nan manis bernama Ullya itu? Bagaimana penampilan Ullya saat hendak melamar pekerjaan yang ternyata itu adalah sebuah sayembara seperti halnya biro jodoh?

Bab 1 Chapter Satu

"Bayi siapa?" tanya seorang wanita berambut ikal yang kini menutup mulutnya dengan sebelah tangan kanan begitu melihat di depan pintu rumah sahabatnya ada seorang bayi mungil yang dililit dengan kain berwarna biru corak boneka lucu.

Lelaki di sampingnya menggedikkan kedua bahunya begitu dilempari banyak pertanyaan yang kini membuatnya kebingungan.

Kedua mata lelaki itu juga membulat saking kagetnya dengan apa yang dilihatnya. Bayi mungil yang entah siapa namanya, bahkan dia juga tidak tahu apa jenis kelaminnya, tapi sepertinya bayi mungil itu terlihat tampan. Artinya, dia seorang laki-laki menggemaskan.

"Mana aku tahu. Kamu tahu sendiri kan jika aku sedari tadi memainkan ini?" tanya lelaki berperawakan jangkung, dia memperlihatkan barbel berukuran kecil di tangannya.

Bayi itu menangis, hal itu membuat wanita berambut ikal yang sedari tadi membiarkannya kini segera meraihnya. Dia pula mengelus pipi anak itu dengan sangat lembut.

"Eits. Jangan kamu ambil!" sergah lelaki yang kini menunjukkan jari telunjuknya ke arah wanita di depannya.

"Kasian. Dia nangis lho." Wanita itu pun segera mengusap lembut pipi bayi tersebut.

"Gimana kalau ternyata anak itu hasil penculikan? Terus nanti ada polisi yang ke sini cari dia. Kita juga yang keseret kena kasus ini ya kan?"

Jemarinya menyugar rambutnya yang lumayan gondrong, dia memang belum sempat untuk memotongnya meski waktunya banyak untuk pergi ke barbershop apalagi jaraknya juga yang tidak begitu jauh.

"Kita kasih tahu aja kronologinya. Selagi bayi ini belum menemukan titik terang di mana keberadaan orang tuanya, dan kenapa dia berada di depan pintu, kita wajib urus dia!" sergahnya.

Wanita itu memutuskan seenak jidatnya, hal tersebut justru membuat si lelaki yang tidak paham dengan jalan pikir sahabatnya. Beberapa kali dia menepuk-nepuk jidatnya pelan.

"Enggak bisa gitu dong! Jangan main urus-urus aja!" sergah si lelaki yang kini meletakkan alat olahraganya. Makanan sehari-harinya memang barbel, dia tidak akan pernah melupakan kegiatan utamanya itu.

Meski pun lelah karena setelah bekerja, tapi tetap saja dia selalu ada waktunya untuk terus berlatih. Makanya, tidak heran jika kedua ototnya begitu besar juga kuat karena memang terurus.

"Samuel, coba deh kamu pikirkan lagi. Dia masih bayi, enggak tahu apa-apa. Emangnya tega biarin dia gitu aja?"

Pertanyaan dari sahabatnya yang bernama Lyra itu terus saja memberikan nasihat berupa peringatan pada lelaki yang kini memijat pelipisnya.

Bagi Samuel, keberadaan bayi itu di depan pintu rumahnya suatu permasalahan yang membuat syaraf di otaknya belibet.

"Gimana kalau kita simpan aja tuh bayi di kantor kepolisian? Kita bilang aja sama mereka kejelasan kronologinya kenapa tuh si bayi bisa ada di depan pintu rumah." Samuel masih saja berusaha memberi saran yang membuat sahabatnya kembali menggeleng. Ya, nyatanya wanita itu tidak setuju dengan apa yang diucapkannya.

"Coba pikir deh. Lo dulu juga kayak dia kan? Bahkan lebih sadis ceritanya karena orang tua lo meninggalkan seorang Samuel di depan tong sampah. Masih untung sih bayi ini, dia berada di depan rumah yang terhormat." Lyra mengusap lembut pipi gembul bayi mungil dalam gendongannya. Tiada henti dia mengatakan kalimat takjubnya karena melihat bayi yang begitu sangat tampan.

"Bisa-bisanya lo bandingin gue sama dia."

Pada akhirnya pun keduanya saling menyebut lo-gue. Tidak ada lagi panggilan seperti sebelumnya aku-kamu karena mungkin hal ini keduanya lakukan karena emosinya mulai terpancing, makanya mereka saling beradu mulut seperti demikian.

"Lagian. Kalau emang lo enggak mau urus nih bayi ganteng, udah aja biar gue yang urus." Wanita itu pun mendengus kesal karena sahabatnya sangat menyebalkan.

Akan tetapi, Samuel pula kembali berpikir dengan keras. Ada benarnya juga ucapan Lyra, seharusnya dia bersyukur dengan kehidupannya yang berawal dari kisah lara, tapi kini berbahagia karena ketekunannya juga kesabaran yang mendorongnya untuk terus maju dan berjuang. Melihat bayi yang digendong sahabatnya membuatnya mengingat dirinya sendiri.

"Emangnya lo bisa urus bayi?" tanya Samuel akhirnya.

Lyra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Jujur saja wanita itu belum mempunyai pengalaman apa-apa dalam hal mengurusi bayi apalagi masih merah karena kelihatannya baru lahir.

"Kalau zaman sekarang sih gampang tinggal lihat aja Mbah Google langsung ada deh." Perkataan Lyra membuat Samuel tergelak tawa.

"Contohnya kayak gimana coba?" tanyanya, alisnya naik sebelah ke atas.

"Oke Mbah Google, tutorial urus bayi yang baru lahir. Terus cari deh, enggak lama kemudian pun Mbah Google memperlihatkan sarannya setelah menekan figur pencarian." Kalau ngomong memang mudah, tapi setelah dipraktekkan terkadang selalu saja susah.

Akan tetapi, Lyra tetap saja kekeuh pada pendiriannya. Dia hanya ingin bayi itu terawat dengan sangat baik. Kalau pun keduanya menyerahkan pada kantor polisi mungkin saja mereka mengurusinya dalam waktu yang terbatas, kurang maksimal. Dan kalau pun tidak ada orang yang menanggapinya sebagai orang tua si bayi itu artinya dia akan dititipkan di sebuah lembaga yang bernama panti sosial khusus teruntuk anak-anak yang tidak begitu beruntung karena beberapa di antaranya sudah kehilangan termasuk Samuel.

Tiba-tiba si bayi kembali bersuara, terdengar melengking sama seperti halnya sebuah halilintar yang membuat kepala Samuel nyaris pecah karena tidak terbiasa dengan suara rengekan bayi di rumahnya.

"Aduh, dia kenapa ya, Sam?" tanya Lyra kebingungan.

Lyra memang sudah bisa menggendong seorang bayi, hanya saja dia tidak tahu bagaimana cara merawatnya. Bahkan saat bayi menangis pun wanita itu tidak tahu harus bagaimana. Entah memberinya susu, makan atau pula mengganti popoknya.

"Kayaknya dia lapar." Samuel mengomentarinya.

"Ya, kayaknya sih gitu. Dia lapar."

Samuel pun pergi beberapa saat ke dapur, begitu kembali lelaki itu sudah membawa sepiring nasi dengan sepotong paha ayam.

Lalu, lelaki itu pun menyodorkannya pada Lyra yang kini terbengong memandangi sepiring nasi di depannya.

"Nasi sama paha ayam?" tanya Lyra, lalu dia beralih memandangi lelaki di depannya.

"Ya. Dia lapar kan?" tanya Samuel.

Wanita itu justru memberikannya satu kali jitakan tepat di bagian kepalanya. "Bego! Masa iya bayi makan nasi?"

"Lha emang kenapa? Katanya dia lapar? Kalau lapar ya makan nasi, masa iya makan batu bata?"

"Bayi tuh enggak bisa mencerna makanan sebiji nasi. Lo gila kali ya? Enggak akan pernah ada bayi baru lahir langsung makan nasi sama paha ayam. Lo aja dulu makan tai gergaji ya kan?" Ucapan Lyra membuat Samuel mengacak-acak puncak kepalanya saking gemas.

"Enak aja! Emang gue titisan rayap makan tai gergaji?" timpalnya, hal itu membuat Lyra tergelak.

Jerit tangis bayi mungil dalam gendongan Lyra semakin terdengar melengking. Wanita itu bahkan tidak mampu menghentikannya.

"Gimana dong nih anak enggak berhenti nangisnya." Lyra mengalihkan pembicaraan sebelumnya. Dia tampak cemas dengan tangisan bayi itu yang tiada berhenti.

"Kayaknya gue harus cari seorang Ibu buat dia."

"Maksud lo?" tanya Lyra, kedua matanya membulat.

"Sayembara pemilihan Ibu teruntuk bayi Welcome." Jawaban dari Samuel semakin membuat Lyra tidak mengerti dengan arah pembicaraannya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku