
/0/19269/coverorgin.jpg?v=f324e0a554ff64f17e8a3749d4a97c1e&imageMogr2/format/webp)
Dalam keadaan di mana malam tidak bisa membuatnya berpikir tentang arah tujuan. Seorang gadis berlari secepat yang dia bisa seolah dikejar kematian. Dia hanya terus maju tanpa arah menembus semak belukar dan ranting pepohonan. Sebagai seorang putri yang tidak pernah mengenal luasnya bumi serta tingginya langit. Dia tidak sadar langkahnya telah membawanya jauh masuk ke dalam hutan.
"Argghhh!"
Dia terpental ke tanah setelah menabrak dahan pohon yang cukup kokoh. Pandangannya menangkap langit malam yang tidak bisa menampakkan apa-apa selain kegelapan.
"A-Ayah ... "
Sambil memegangi dadanya yang berdarah, gadis itu mencoba menstabilkan napas yang naik turun. Rasa perih terasa amat menyakitkan di tubuhnya yang lelah dan luka-luka.
Aku tidak boleh mati di sini. Orang-orang biadab itu harus membayarnya!
Membayangkan kembali apa yang terjadi pada keluarganya. Kebencian yang murni menjalar ke seluruh tubuh gadis tersebut. Dia berusaha mendapatkan pijakannya kembali. Dengan langkah yang putus-putus ia berharap dapat mencapai tempat yang lebih aman.
Cukup lama kesusahan menjejakkan kaki, sampailah gadis itu di depan sebuah gua yang memancarkan cahaya. Awalnya ia cukup takut untuk mendekat, tapi penasaran yang kuat menelan ketakutannya.
Semakin mendekat ke sana dingin semakin menusuk tulang. Arah cahaya yang menyilaukan membuatnya menyipitkan mata. Mencari sesuatu yang meredup serta kemudian dikepung gelap.
"A ... aku tidak ingin mati," gumamnya lemah sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
***
Suara air yang menetes terdengar menenangkan. Kelopak mata gadis itu akhirnya mau memperkenalkannya pada dunia. Entah benar seperti yang dia lihat, atau hanya sebatas halusinasi saja, seorang lelaki tampan tanpa mengenakan pakaian mengisi penuh pandangannya.
"Kau siapa?"
Untuk sesaat gadis itu berpikir yang dia lihat hanyalah mimpi karena tidak ada jawaban. Sampai lelaki itu mengerutkan dahi dan menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Aku seorang dewa," ungkapnya.
Gadis itu memandangi orang yang mengaku dewa tersebut lebih intens. Rambutnya yang panjang dan tubuhnya yang atletis sungguh memanjakan mata. Penampilannya memang menggambarkan sebuah kesempurnaan.
"Apa dewa memang tidak mempunyai uang untuk membeli pakaian? Dan yang lebih penting di mana ayah serta keluargaku yang lain?"
Lelaki tersebut mengedarkan pandang ke sekitar. Dia memeriksa apakah ada seseorang selain gadis di depannya. Setelah dirasa tidak ada, dia kembali memandangi gadis itu.
"Ayahmu? Apa dia di sini juga? Aku tidak melihatnya dari tadi," jelasnya lagi.
"Apa kamu seorang dewa yang suka bercanda? Aku sudah mati, kan? jadi harusnya kamu mempertemukan aku dengan keluargaku."
Gadis tersebut tidak habis pikir apakah petugas di akhirat benar-benar diperbolehkan memiliki sisi humor.
"Aku sangat yakin bahwa kamu belum mati. Apa kamu mayat hidup yang bisa berbicara?"
Gadis itu mengangkat tangannya. Walaupun ada noda darah di pakaian yang ia kenakan. Tapi luka yang sebelumnya terasa sangat perih sembuh tanpa bekas.
"Lihatlah! Semua lukaku sembuh. Aku pernah mendengar bahwa di akhirat orang-orang tidak memiliki luka. Mereka juga tidak mengenakan pakaian, dan sekarang kau tidak mengenakannya," ujar gadis itu memberikan pengetahuan tentang akhirat.
"Begitu, ya? Aku belum pernah ke akhirat. Jadi aku tidak yakin apakah itu benar."
"Kau ini dewa apa? Bagaimana bisa dewa tidak pernah ke sana? Berhentilah membuat humor dan cepat bawa aku ke keluargaku!"
Gadis itu menjadi jengkel, dia masih terbaring di tempat yang sangat dingin. Tubuhnya memang sepenuhnya sembuh tapi dia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk bergerak.
"Aku benar-benar belum pernah ke sana. Aku bahkan tidak tahu siapa kamu. Bagaimana bisa aku tahu ayahmu dan mengantarkan kamu ke tempatnya. Jadi, aku bingung harus bagaimana," kata lelaki itu berusaha meyakinkan.
Gadis di depannya masih tidak terlihat percaya. Dia perlu metode lain untuk meyakinkan ia masih berada di bumi. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah berpikir sejenak lelaki tersebut memiliki ide.
TUK!
"Aawhhh!"
Gadis itu memegangi dahinya sambil meringis. Warna merah terlihat jelas di kulit putihnya. Dia hampir saja menangis.
"Kenapa kau menyentilku? Ini sangat sakit."
/0/13540/coverorgin.jpg?v=8a671955cf81ecf17e46f5bde4520d01&imageMogr2/format/webp)
/0/29594/coverorgin.jpg?v=831cd583a00a56ec49d0b231c22f0ff1&imageMogr2/format/webp)
/0/2923/coverorgin.jpg?v=68d2838c3ce6df5b17da8ebe41d681e7&imageMogr2/format/webp)
/0/30900/coverorgin.jpg?v=df507f5edfae4e79bdf0b5fcc1221faf&imageMogr2/format/webp)
/0/17095/coverorgin.jpg?v=715776ef2540a158c0179afa5f34f3a7&imageMogr2/format/webp)
/0/12500/coverorgin.jpg?v=befb16d69d2aa39dd63d3fea97482a83&imageMogr2/format/webp)
/0/17057/coverorgin.jpg?v=f8be0e5802a8d8a901d5526dbcae0687&imageMogr2/format/webp)
/0/16907/coverorgin.jpg?v=da3dacb93d79bd4c09ffff2980e158aa&imageMogr2/format/webp)
/0/15108/coverorgin.jpg?v=fa08f31ad4cfd5743a6f2b10fcef2b17&imageMogr2/format/webp)
/0/17473/coverorgin.jpg?v=6a3e3132eadbb7176df4033e0fcb38d3&imageMogr2/format/webp)
/0/19668/coverorgin.jpg?v=e4dcc933f40c1f27246e380669b41f05&imageMogr2/format/webp)
/0/16548/coverorgin.jpg?v=bd0b5dc03a919af13be6269ac9c7390a&imageMogr2/format/webp)
/0/16214/coverorgin.jpg?v=bd3cc26a627eb974d7232f0cb9cd42dc&imageMogr2/format/webp)
/0/18334/coverorgin.jpg?v=db945eade520b56baff33476734b7333&imageMogr2/format/webp)
/0/17236/coverorgin.jpg?v=bb04a1dcea1ed196effd3f0d60d64499&imageMogr2/format/webp)
/0/18180/coverorgin.jpg?v=50bde00ea8f9f6849091efb21ba5ce23&imageMogr2/format/webp)
/0/19092/coverorgin.jpg?v=e5dfe54b49e546757ebf94e0e0fde06e&imageMogr2/format/webp)