Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Ratapan Kekasih: Kembalilah padaku
Wanita itu terduduk lesu di lantai rumah sakit yang dingin. Pandanganya nanar menatap sang buah hati yang terbaring di ranjang usai dokter mengatakan tak bisa menyelamatkan anaknya. Keluarga serta kerabat yang ada di sana tak kuasa menahan tangis, begitu pun dengan sang ayah yang memilih duduk di pojokan sembari berusaha menyembunyikan kesedihannya.
Lita, ibu dari bayi yang masih berusia enam bulan itu tak mampu berkata-kata lagi. Penantiannya dengan sang suami selama sepuluh tahun pernikahan harus ikhlas melepaskan kepergian buah hati. Bukan karena sakit atau yang lainnya, bayi malang yang sempat diberi nama Muhammad Rais Khalid itu harus meregang nyawa di tangan pengasuhnya sendiri.
Lita tak sanggup menghadapi kenyataan, bagaimana bisa gadis remaja yang sempat ditolongnya beberapa bulan yang lalu, memberinya tempat tinggal serta membiarkan gadis itu hidup bersamanya, dengan tega merenggut nyawa putra semata wayangnya.
Serasa dunianya runtuh saat menemukan Rais terbujur kaku di dalam lemari pendingin. Awal mulanya, Lita hendak menghadiri pesta di salah satu rumah kerabatnya yang tak jauh dari sana. Lita sengaja meninggalkan Rais dengan Wulan, sang pengasuh. Saat hendak masuk ke dalam mobil, hati Lita serasa berat untuk meninggalkan anaknya.
“Ada apa, Sayang?” tanya suaminya yang seperti mengerti dengan kegelisahan Lita.
Wanita tiga puluh empat tahun itu menatap suaminya sebentar, seperti ada yang ingin disampaikan.
“Nggak ada apa-apa, kok, Mas,” jawabnya, namun mata Lita masih memandang Rais yang berada dalam gendongan Wulan. Sang suami pun mengikuti arah pandangan Lita.
“Kalau berat meninggalkan Rais, kita bawa saja hari ini, ajak Wulan sekalian,” tawar Khalid.
“Tidak, Mas. Rais masih terlalu kecil, nggak baik untuk kesehatannya nanti. Di sana banyak orang, aku nggak mau Rais kenapa-napa.” Dengan sedikit ragu, Lita memutuskan untuk tidak membawa putranya meski hatinya menginginkan hal itu.
Khalid mengangguk. Pria berdarah campuran itu pun melajukan mobilnya, meninggalkan Wulan bersama sang buah hati.
Selepas kepergian orang tua Rais, Wulan yang hendak masuk ke rumah pun mendadak menghentikan langkahnya saat Udin, sopir tetangga sebelah menghampirinya.
“Kita jalan, yuk. Hari ini aku libur, lagian kita jarang punya waktu berdua,” ajak Udin yang tak lain adalah kekasih Wulan.
Wulan tampak berpikir, antara menerima atau menolak ajakan Udin. Satu sisi Wulan tak tega meninggalkan Rais sendiri, sisi lain Wulan sangat merindukan jalan berdua dengan Udin.
“Baiklah, tapi tunggu sebentar, ya Sayang. Aku bobo kan Rais dulu.” Wulan melangkah pergi sebelum Udin menjawabnya. Pria hitam dengan bibir tebal serta gigi tonggos itu setia menunggu kekasihnya keluar. Meski sudah lebih dari setengah jam.
Tak lama, Wulan pun keluar dengan pakaian yang lumayan bagus. Tak lupa wajahnya dipolesi dengan bedak tipis dan sedikit blus on untuk membuat pipinya seperti kena tamparan.
Udin terperangah, baru kali ini melihat Wulan dandan. “Waw, kamu cantik sekali,” ujarnya takjub.
Wulan tersipu malu, ternyata kosmetik milik majikannya ini sangat bagus dan bisa membuatnya tampil sedikit cantik. “Ayo pergi, sebelum majikanku pulang.”
Mereka pun pergi entah kemana tujuannya, hanya mutar-mutar keliling kompleks perumahan elit itu dengan sepeda ontel milik Udin.
“Sayang, itu Rais nanti kalau bangun gimana?” tanya Udin sembari fokus mengayuh sepedanya.
Wulan diam, bingung juga mau menjelaskan apa pada kekasihnya ini. Sebenarnya bukan bingung, melainkan ada rasa takut yang mulai menjalar dalam dirinya. Gadis itu merasa bersalah pada bayi mungil tak berdosa itu serta kepada majikannya yang telah baik kepadanya selama ini.
“Yang, ihh kok diem, sih? Mas Udin nanya dijawab, dong,” ujar Udin yang mulai kesal sendiri.
Wulan masih terdiam. Pikirannya mulai menerawang jauh dan tak terarah. Gadis cantik yang tak seberapa itu berencana untuk meninggalkan rumah majikannya secepat mungkin. Entah apa kesalahan yang dia lakukan sehingga ingin pergi dari sana tanpa memberitahukan terlebih dahulu.
“Mas Udin mau ngabulin permintaan Wulan, nggak?” tanyanya pelan.
Udin menghentikan sepeda tepat di taman dekat kompleks. Dia kemudian menatap kekasihnya yang masih menunduk seperti sedih. Udin menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal saat melihat sang kekasih menitikkan air mata.