Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
"Banyak orang ingin menjadi cantik tapi aku sangat membenci wajahku yang terlahir cantik."
Itu adalah kata-kata yang selalu tertanam di kepalaku semenjak aku memasuki SMA.
Masa-masa SMA yang kupikir akan menjadi masa-masa terindah, nyatanya hanya memberiku kenangan yang mengerikan.
Namaku Arin, lebih lengkapnya Dewi karin cantika, nama yang dahulu mencerminkan sosokku, berakhir dengan aku membencinya, terutama nama terakhirku. Bukan tanpa alasan, tapi banyak orang mengolokku terlalu hina hingga menamai diri cantik.
Sebulan yang lalu aku merayakan ulang tahunku yang ke 17 tahun, sayangnya sweet seventeen yang kutunggu-tunggu dan kupikir akan sangat manis ternyata berubah menjadi peristiwa yang sangat mengerikan yang selalu membuatku ketakutan setiap kali aku mengingatnya.
***
"Cih! Dia mulai lagi!"
"Emang dasar tukang caper!"
"Cewek murahan!"
"Sok paling cantik!"
"Jangan dekat-dekat dia!"
"Dasar cewek gatal!"
Kata-kata hinaan yang selalu aku dengar setiap kali memasuki kelas.
Sekelompok anak-anak perempuan yang selalu membenci setiap gerakku tidak peduli apa yang aku lakukan, semua tampak salah di mata mereka.
Aku tahu dari sejak awal, sejak pertama kali bertemu. Raut wajah yang mereka tampakkan padaku tergambar jelas bahwa mereka membenciku, saat itu dengan bodohnya aku berpikir bahwa seiring berjalannya waktu mereka akan menyukaiku setelah kami saling mengenal. Namun, ternyata itu hanya angan-anganku, mereka tetap membenciku, terutama Isyana sang pemimpin dari geng mereka, dia salah satu orang paling berkuasa di sekolah karena orang tua kayanya yang menjadi donatur besar di sekolah, tidak ada yang berani melawannya bahkan guru sekali pun.
Tepat di hari ulang tahunku yang ke 17 mereka melakukan hal yang sangat keji lebih dari hinaan yang mereka lakukan setiap hari padaku, hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk pindah.
***
"Gedebuk!" Isyana, dengan tangan putihnya yang kurus dia mendorongku sangat keras.
Aku yang berdiri membelakangi mereka tanpa tahu apa-apa terjatuh dengan posisi tengkurap, tubuhku membentur lantai sangat keras.
Ada darah di lututku saat aku bangun dan mengangkat rokku, dan mereka tanpa rasa bersalah malah menertawakanku, beberapa dari mereka juga merekamku.
Mereka mengunciku di dalam kelas ketika jam pulang sekolah saat yang lain pulang, dan menahanku setelah membuatku terluka.
"Gue pernah bilang jangan dekati putra!" suara Isyana bergema sangat keras di dalam ruangan kelas yang sepi.
"Gue gak pernah mendekatinya!" Dengan berani aku juga berteriak tak kalah dengan suaranya.
"Diam lo! Gue lihat lo tadi bersamanya," sela Rani yang sedang berdiri di balik pintu seolah menjadi penjaga pintu.
"Tadi cuma —,” kata-kataku terpotong sebelum aku menyelesaikannya.
"Diam lo!" ucap Isyana sambil menarik dasiku dan memojokkanku di sudut kelas dengan susah payah.
Putra, ketua OSIS tampan yang dikagumi satu sekolah, aku tahu jika dia sangat menyukainya tapi sekalipun aku tidak pernah mencoba untuk mendekatinya, dia hanya sesekali bertanya tentang pelajaran yang tidak dia mengerti kepadaku. Dan ternyata hal kecil itu menjadi bumerang untukku.
"Beraninya lo!" Isyana yang sedari tadi tidak melepaskan tangannya dari dasiku kini beralih menarik rambut panjangku dengan mengerahkan banyak kekuatannya hingga tubuhku ikut terbawa, rasa sakit menjalar di kepalaku, bahkan terasa pusing.