Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Cinta dari Pria yang Tak Terduga

Cinta dari Pria yang Tak Terduga

Martine Powell

5.0
Komentar
426.6K
Penayangan
528
Bab

Emily hanyalah seorang gadis sederhana yang menjalani hidup sederhana ketika suatu hari dia menerima sebuah panggilan telepon dari polisi yang mengubah seluruh hidupnya. Segala sesuatu yang terjadi sejak saat itu tidak lain adalah perubahan drastis yang terjadi tanpa peringatan. Dia segera mengetahui bahwa Jaka Guntur, pacar lamanya, berselingkuh dengan sahabatnya. Seakan-akan semuanya tidak cukup buruk, dia secara tidak sengaja berakhir di mobil paman Jaka, di mana mereka akhirnya - melakukannya. Segera, Emily menemukan dirinya dalam tarik ulur antara Jaka dan paman mantannya, Jacob.

Bab 1 Jangan Membesar-besarkan Masalah

Kota Jimbara, pukul 8 malam.

Emily Badia sedang dalam perjalanan pulang dari kerja lembur yang panjang dan melelahkan ketika sebuah panggilan tiba-tiba masuk ke ponselnya — panggilan dari kantor polisi.

"Halo, selamat malam. Apa ini Nona Badia?" Sang polisi yang menghubunginya bertanya.

"Iya, benar," jawab Emily.

Setelah mendengar jawaban konfirmasi, sang polisi melanjutkan, "Teman-teman Anda, Jaka Guntur dan Rosa Sinde telah kami tahan dengan tuduhan prostitusi. Keduanya bersikeras bahwa mereka berdua adalah pasangan kekasih dan bertemu di hotel untuk berkencan. Apakah Anda bisa datang ke kantor polisi dan memberikan kesaksian bahwa keduanya memang adalah pasangan, sehingga kami bisa melepaskan mereka berdua ...."

Berita dari polisi itu sangat mengejutkan Emily sehingga seluruh tubuhnya membeku di tempat, tak bisa bergerak. Benaknya berusaha menyusun kata-kata untuk menjawab permintaan petugas polisi yang menghubunginya, namun dia tak dapat berpikir tentang apa pun saat ini. Dengan pikiran kosong, dia menutup panggilan dari polisi itu dan kemudian naik taksi ke kantor polisi sebagaimana diminta.

Ketika dia sampai di kantor polisi, hanya dengan melihat sekilas saja, dia pun mengenali pria dan wanita yang saat ini duduk bersebelahan di ruang tunggu.

Si pria adalah pacar Emily, Jaka, sedangkan wanita yang duduk di sebelahnya adalah Rosa, teman Emily. Tak menyadari kehadiran Emily, mereka duduk bersandar satu sama lain seakan pasangan yang tengah dimabuk cinta.

Dengan tangan terkepal dan mata yang dipenuhi api kemarahan, Emily berjalan menghampiri keduanya. Setiap langkah yang diambilnya memang sulit, namun dia memilih untuk menghadapi kenyataan pahit itu dengan penuh keberanian.

Rosa adalah orang pertama yang melihat dan menyadari kehadiran Emily di kantor polisi itu. "Emi, maafkan aku ...." kata Rosa, dengan sorot mata memohon, menampilkan sebuah ekspresi palsu demi mendapatkan permintaan maaf dari Emily.

Mendengar perkataan Rosa, Jaka menoleh dan melihat pacarnya yang sedang berjalan menghampirinya. Terkejut dengan kehadiran Emily, Jaka dengan spontan mendorong Rosa menjauh dan berdiri dengan terburu-buru. 'Sebaiknya aku mengatakan sesuatu sebelum dia mengungkapkan kemarahannya,' pikirnya. "Hai, Emi," sapa Jaka dengan senyum yang canggung.

Dia merasa panik dan gugup, hingga kehilangan keberanian untuk menatap Emily secara langsung. Rasa malu membuatnya mati rasa, dan seketika kehilangan kata-kata untuk dia ucapkan kepada Emily.

"Lebih baik ceritakan semuanya kepada Emi, Jaka." Rosa memberi saran.

"Apa kamu gila? Berhentilah bicara! Jangan bercanda tentang hal semacam itu," ucap Jaka sambil memelototi Rosa, memperingatkannya agar tidak membicarakan lebih jauh tentang rahasia yang ada di antara mereka.

Dia kemudian kembali menatap Emily. "Emi, aku berjanji untuk menjelaskan semuanya kepadamu nanti, tapi untuk saat ini aku minta kamu dapat memberikan pernyataanmu kepada polisi bahwa kami tidak bersalah," pintanya kepada Emily, seakan yang dipintanya adalah hal biasa.

Jaka mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Emily, namun Emily menepisnya. Emily menatap Jaka dengan tatapan jijik dan berkata dengan dingin, "Kamu sebaiknya memiliki sebuah alasan yang bagus untuk ini semua."

Setelah melalui berbagai prosedur dan formalitas yang diperlukan, Jaka dan Rosa akhirnya dibebaskan, lalu mereka bertiga pergi meninggalkan kantor polisi.

Begitu mereka keluar dari kantor polisi, Emily tak bisa menahan emosinya lagi, dia berteriak penuh kemarahan, "Kamu benar-benar pria brengsek! Jaka, bagaimana kamu bisa begitu kejam padaku?"

"Tolong dengarkan aku dulu, Emi!" Jaka dengan ekspresi memohon mencoba untuk menggenggam tangan Emily, yang memberontak dan menarik tangannya seakan jijik dengannya.

"Aku tak ingin mendengar penjelasan apa pun darimu! Kepercayaanku padamu sudah habis setelah mengetahui bahwa kamu berselingkuh dengan temanku. "Aku penasaran, bagaimana perasaanmu ketika polisi menuduhmu tengah berkencan dengan pelacur? Andai saja aku mengetahui apa yang sebenarnya tengah terjadi, aku tidak akan datang ke kantor polisi untuk mengeluarkan kalian." Emily berusaha menyeka air mata yang mengalir di pipinya, matanya merah dipenuhi dengan amarah dan rasa kecewa.

Membayangkan bagaimana mereka berdua meminta polisi menghubunginya dan memintanya membebaskan mereka, membuat Emily merasa mual. Jika tujuan mereka adalah untuk membuatnya merasa jijik, mereka jelas berhasil!

Merasa dipermalukan oleh kata-kata Emily, Jaka membentak dengan keras, "Ya, aku memang sudah tidur dengan Rosa. Terus kenapa?"

Mendengar pengakuannya, hati Emily hancur berkeping-keping, dan kepalanya terasa sangat pusing. Dia berusaha keras menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh.

Jaka mencoba untuk mendekatinya dan membantunya, tetapi Emily malah mendorongnya menjauh, merasa jijik jika Jaka sampai menyentuh tubuhnya.

"Kalian pergilah! Menjauh dariku!"

Melihat reaksi dan perkataan Emily, Jaka merasa sakit hati. "Emi, aku akan melupakan wanita-wanita lain. Kamu satu-satunya wanita yang aku cintai, hanya satu, dan itu kamu."

Kata-kata yang diucapkan Jaka memicu rasa cemburu di hati Rosa, namun dia berpura-pura tenang dan kemudian ikut mencoba membujuk Emily dengan suaranya yang lembut. "Apa yang Jaka katakan benar adanya, Emi. Kalian ditakdirkan untuk bersama, dan merupakan pasangan sempurna untuk satu sama lain. Aku tak akan pernah bisa merebut Jaka darimu .…"

"Diam kamu!" Emily dengan suara keras dan tegas menyela kalimat Rosa, dia menggertakkan giginya dengan marah dan berkata, "Kamu tidak memiliki hak untuk mengatakan apa pun, dasar pelacur tak tahu malu! Persahabatan di antara kita sudah selesai! Mulai sekarang kamu bukan lagi temanku."

"Tolong jangan lakukan itu padaku, Emi ...." Rosa berusaha memohon dengan nada sedih yang dibuat-buat. Hanya saja, matanya mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya

'Huh, jika bukan karena Jaka, aku tak akan mau berteman dengan wanita seperti Emily!' pikirnya. Kini dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, tak ada gunanya lagi baginya untuk terus berpura-pura.

"Emi, jangan membesar-besarkan masalah," kata Jaka dengan tak sabar. "Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan selalu mencintaimu dan akan menikahimu. Apa lagi yang kamu inginkan?"

"Membesar-besarkan masalah? Selalu mencintaiku? Apakah yang kamu maksud adalah bebas tidur dengan wanita mana pun yang kamu mau, dan berbohong padaku setiap waktu? Maaf, tapi aku tidak menginginkan cinta semacam itu!"

"Kamu adalah satu-satunya wanita yang aku cintai, masih belum cukup?"

"Itu sama sekali bukan cinta. Cinta membutuhkan kesetiaan. Dan kamu jelas-jelas tidak setia kepadaku!"

Mendengar perkataan Emily, Jaka tertawa terbahak-bahak. Baginya, perkataan Emily merupakan hal lucu dan naif. "Emi, aku adalah putra satu-satunya ayahku, yang merupakan pemimpin dari Keluarga Guntur. Tidak mungkin hanya ada satu wanita di sisiku, tak peduli apakah aku masih lajang atau pun sudah menikah. Apa kamu dapat memahami hal itu? Kamu sebaiknya menerima itu sebelum kita menikah. Lebih cepat kamu dapat menerima hal itu, lebih baik bagi hubungan kita."

"Tentu saja, posisi sebagai istriku hanya untuk dirimu. Wanita lain boleh datang dan pergi, namun posisimu sebagai istriku tak akan pernah berubah."

Jaka memikir bahwa semua kalimat yang baru saja diucapkannya akan terdengar romantis dan menawan, hingga membuat Emily terkesan dan berlari kembali ke pelukannya.

"Plak!" Emily memberi Jaka sebuah tamparan keras di wajahnya.

Wajah Jaka hingga tertoleh ke samping saking kerasnya tamparan Emily. Terlihat jelas di bawah sinar lampu penerangan jalan, tamparan itu meninggalkan sebuah bekas merah di wajahnya.

Terkejut dengan tamparan yang baru diperoleh tepat di wajahnya, dia terhuyung mundur. 'Berani sekali wanita ini menamparku?' pikirnya.

Rosa yang melihat kejadian itu, tercengang, dan tubuhnya kaku tak bergerak. Saat dia berhasil mengatasi keterkejutannya, dia berpura-pura khawatir dan menghampiri Jaka untuk memeriksa wajahnya, namun ditolak olehnya.

"Emily, ada apa denganmu?" Jaka berteriak marah, dan menatap Emily dengan rasa tidak percaya.

Terlahir di keluarga kaya raya dan berkuasa, Jaka belum pernah menerima sebuah pukulan pun dalam hidupnya.

Mengingat kembali setiap perkataan Jaka yang kejam dan tanpa penyesalan, emosi Emily juga terbakar, tubuhnya dipenuhi kemarahan. "Hingga saat ini, aku baru menyadari betapa sombong dan menyedihkan dirimu sebenarnya."

Berbagi suami dengan wanita-wanita lain? Bagaimana dia bahkan bisa membayangkan hal semacam itu?

Emily menatap Jaka dengan sedih, merasa seolah-olah dia tidak mengenal pria di depannya ini sama sekali.

"Jaka, kita putus. Hubungan di antara kita sudah selesai."

Emily hendak pergi, dia sudah lelah dan kehabisan tenaga, dan tak ingin terlibat dalam drama ini lebih lama lagi. Emily hendak pergi, dia sudah lelah dan kehabisan tenaga, dan tak ingin terlibat dalam drama ini lebih lama lagi. Sekarang hatinya dipenuhi dengan kebencian yang sangat mendalam dan dia sama sekali tak berniat mempertahankan hubungannya dengan Jaka, karena hal itu hanya akan mengacaukan kehidupannya.

"Aku tidak mau!" Jaka berteriak keras. Entah mengapa, rasa takut menghantamnya dan dia memiliki firasat bahwa dia akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dan tak tergantikan dalam hidupnya.

Tepat ketika dia hendak mengejar Emily, Rosa menghampirinya dari belakang dan memeluknya dengan erat.

"Jaka, jangan tinggalkan aku sendirian di sini." Rosa melingkarkan tangannya di pinggang Jaka dengan terampil, mengelusnya dengan lembut dan berusaha membujuknya, "Emi terlalu marah untuk bisa diajak berbicara saat ini. Aku yakin dia tidak bermaksud seperti itu. Kamu harus memberinya waktu untuk menenangkan diri. Kamu adalah seorang pria yang hebat. Bagaimana mungkin dia akan meninggalkanmu?"

Akhirnya Jaka tenang karena bujukan Rosa.

Keluarga Guntur adalah sebuah keluarga bergengsi dengan sejarah sebagai sebuah keluarga kaya raya dan berkuasa selama berabad-abad dan merupakan sumber utama kekuatan politik di kota. Mereka dapat melakukan hampir segala yang mereka inginkan di kota ini. Jaka adalah putra satu-satunya dan merupakan pewaris ayahnya, hal itu menjadikan statusnya tak tertandingi di tengah masyarakat. Selain itu, dia juga dikaruniai dengan wajah yang tampan.

Bagaimana mungkin Emily bisa menemukan pria lain seperti dirinya? Akan lebih baik baginya untuk beristirahat beberapa hari, menenangkan diri dan mempertimbangkan kembali hubungan di antara mereka.

Sementara itu, Jaka berpikir Emily harus menyadari sebuah fakta bahwa meskipun dirinya sangat mencintai Emily, namun kesabaran yang dia miliki ada batasnya. Jika saja yang menamparnya tadi bukan Emily, dia pasti akan mematahkan tangan orang itu!

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku