Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Pernikahan Bawah Tangan

Pernikahan Bawah Tangan

Napena

5.0
Komentar
17
Penayangan
8
Bab

Arkan, pemilik perusahaan yang bergerak di bidang perabotan adalah laki-laki yang sudah menikah secara sah dengan anak dari salah satu koleganya yang bernama Zoya. Namun, setelah dua tahun menikah, dia tak juga punyai keturunan dari istrinya itu. Oleh karenanya, Arkan memutuskan untuk menikah di bawah tangan (nikah kontrak) dengan anak dari pemilik perusahaan ekspor-impor yang hampir bangkrut, Sava. "Mas ... tega kamu?! Aku udah relain karir aku sebagai model dan kamu malah main belakang kayak gini?!" "Laki-laki sialan! Jadi selama ini yang jadi selingkuhan itu aku?!" Arkan lah sumber dari segala sumber masalah itu. Akankah ia yang kalah atau justru memenangkan hati kedua wanitanya?

Bab 1 Lamaran

Brakk!

Suara kertas yang dibanting begitu keras oleh Sava mampu membuat lima orang dalam ruang tamu itu menatap terkejut ke-arahnya. Mereka semua menatap bingung pada Sava yang tiba-tiba berdiri dengan raut wajah marah yang begitu ketara.

Jari-jemarinya bahkan mengepal kuat hingga membuat buku-buku jarinya memutih seketika.

"Ayah apa-apaan sih! Sava bahkan belum lulus, Ayah! Sava masih semester enam! Sava masih mau main sama temen-temen! Dan Ayah minta Sava buat nikah?! Ayah gila?!" teriaknya nyaring.

Abraham, yang notabenenya adalah ayah Sava itu pun langsung bangun dari duduknya setelah mendengar teriakan sang anak. Rahangnya mengeras, menatap tajam ke arah Sava lalu melempar beberapa lembar foto ke wajah anak gadisnya itu.

"Lalu kamu minta Ayah buat apa?! Buat biarin anak ayah ini jadi jalang di klub malam?! Iya, Sava?!"

Mata Sava memburam, menatap beberapa lembar foto yang sudah jatuh ke lantai. Semua foto itu menampilkan dirinya yang berpakaian minim, sedang duduk di meja bartender dengan beberapa pria; diambil dengan berbagai sudut yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Jangan lupakan beberapa gelas minuman beralkohol yang ada di sana.

"Salah apa Ayah sama kamu, Sava?! Ayah nggak pernah didik kamu buat jadi liar kayak gitu! Ayah nggak mau tau. Minggu depan kamu nikah sama Arkan! Biar berguna hidup kamu buat ayah!" final Abraham.

Setelah mengatakannya, laki-laki setengah baya itu pergi, meninggalkan Sava yang sedang menelan mentah-mentah emosinya.

"Aku juga nggak pernah minta buat hidup, Ayah! Sava nggak pernah minta buat dilahirin di keluarga sialan ini!" teriak gadis itu nyaring.

Namun, mana mungkin Abraham peduli. Laki-laki itu bahkan tak mempedulikan tamu yang masih ada di rumahnya. Abraham tetap menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Tak menatap kembali pada Sava yang sedang menatap nyalang ke arahnya.

Lalu beberapa saat kemudian, Ami, Ibu Sava, menyusul Abraham dan meninggalkan Sava dengan tiga orang asing di ruang tamu itu.

Sava hanya bisa membeku di tempatnya. Buliran bening pun luruh dari mata cantiknya. Bahkan kedua orang tuanya juga tak peduli dengan pendapatnya. Mereka akan selalu mengambil keputusan sepihak.

Belum saja Sava selesai mencerna semua kejadian itu, suara laki-laki yang paling muda di sana justru terdengar di telinga.

"Mau fitting baju kapan, Sava? Oh iya, perkenalkan saya Arkan."

Sava menatapnya picing, menyisir penampilan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Dia berperawakan tinggi, berkulit putih dan memiliki mata tajam yang kini sedang menatapnya dengan tatapan datar.

Lalu dengan gerak cepat, Sava berjalan menghampiri, mengangkat tangan, siap untuk menciptakan lebam biru pada pipi laki-laki itu.

Tapi, tangannya lebih dulu dicekal sebelum sampai menyentuh pipi si lelaki.

"Saya tidak suka wanita kasar." Suaranya dalam, penuh ancaman. Buat Sava yang selami mata hitam kelamnya jadi merinding dengan sendirinya.

"Lepas tangan saya, Tuan!" Sava naikkan intonasi nada suaranya. Menatap jengan pada si lawan bicara yang tak bergeming di tempat. Tak pedulikan keberadaan dua orang tua yang menatapnya dengan tatapan jengkel yang begitu ketara.

Dia berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan cekalan itu meski hasilnya sia-sia saja.

"Apa begini cara orang tuamu mendidikmu?" Arkan bertanya. Dia tersenyum miring, masih dengan tangan yang mencekal kuat pergelangan tangan Sava. Tak pedulikan jika pergelangan tangan kecil itu akan memerah nantinya.

"Oh- atau memang tak pernah di didik?" lanjut Arkan sembari memiringkan kepala.

"Lepas SIALAN!" Sava berteriak nyaring.

Namun Arkan tak peduli. Laki-laki itu justru makin mengeratkan cekalan tangannya pada Sava. Biarkan gadis itu meringis karena rasa sakit dari tangannya yang dicekal kuat-kuat.

"Saya akan lepasin ini, setelah kamu tentukan kapan kita akan fitting baju." Nada suara Arkan datar. Seolah tak tunjukkan emosi sama sekali dalam nada suaranya.

Dan Sava yang mendengar itu tak miliki niatan sama sekali untuk menjawab. Lalu tiba-tiba Arkan bawa kepalanya untuk mendekat ke telinga gadis itu. Buat Sava sampai menahan napas dan membeku di tempatnya.

"Oh- lupakan saja. Saya akan datang ke sini besok. Dan kita akan fitting baju di butik keluarga saya," bisiknya tepat di telinga Sava.

Setelahnya, Arkan menjauhkan kepalanya dari telinga Sava. Laki-laki itu menyisir penampilan Sava dari atas sampai bawah. Lalu mengernyit setelah menyadari sesuatu.

"Besok jangan pakai pakaian seperti ini. Saya tidak mau melihat bagian tubuhmu terekspos sebanyak ini. Dan ya, jangan membantah. Saya tidak suka dibantah."

Sava mengernyit, melihat pada tampilannya sendiri. Gaun hitam dengan panjang sepaha yang melekat pas di tubuhnya. Gadis itu makin tak mengerti dengan kalimat Arkan, karena ia sama sekali tak sedang mengekspos tubuhnya. Itu hanya pakaian biasa yang ia kenakan sehari-hari?

Lalu dia meludah tepat ke depan sepatu Arkan. Buat Arkan mengambil langkah mundur satu kali.

"Shit!" umpat laki-laki itu pelan.

"Itu cara saya mengenalkan diri, Tuan. Bukankah Tuan adalah orang yang pantas diludahi?" sarkas gadis itu.

"Anda yang tiba-tiba datang dan mengacaukan jalan hidup saya, lalu Tuan juga yang tak mau dibantah?" lanjutnya.

"Tuan membicarakan soal cara orang tua saya mendidik saya, namun Tuan justru berperilaku seperti orang yang tak pernah di didik? Tidakkah Tuan sedang bercanda?"

"Oh- dan ya, sepertinya Tuan sudah sering diludahi sampai handal sekali cara menghindarnya? Sudah diludahi berapa kali?"

"Sebenarnya, Tuan ini beri ancaman apa pada Ayah saya sampai dia menyetujui lamaran ini? Lagipula bukankah mudah untuk Tuan mendapatkan gadis manapun? Oh- atau mungkin karena memang saya yang Tuan mau?"

Sava makin menjadi-jadi. Gadis itu tak memfilter ucapannya sama sekali. Dia mengambil satu langkah maju, hingga yang membatasinya dengan Arkan hanyalah jarak dari sepatunya dan Arkan yang saling bertabrakan.

Mereka saling bertukar tatap dengan tatapan tajam yang masing-masing tunjukkan.

"Tidakkah Tuan harusnya malu karena melamar seorang jalang seperti saya?" tanyanya sembari tersenyum miring.

Arkan hampir saja menampar pipi gadis itu, jika tangannya tak dicekal oleh Papanya. "Harusnya kamu bertanya pada Ayahmu itu sebelum ucapkan semua kalimat tidak jelasmu. Saya yakin kamu akan merasa malu sendiri setelah mendengar penjelasan dari ayahmu."

"Urusan saya sudah selesai. Saya pergi dulu."

Lalu setelahnya, Arkan berbalik tanpa menoleh kembali pada Sava yang sedang menatap nyalang ke arah laki-laki itu. Tatapannya masih terus mengikuti gerak Arkan sampai laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya.

Dan ketika matanya tak lagi tangkap keberadaan Arkan, badannya langsung luruh. Menyentuh lantai dingin tanpa alas apapun. Kepalanya berdenyut sakit, seluruh informasi tiba-tiba itu datang tanpa henti buat Sava hampir kehilangan akalnya sendiri.

"Kenapa harus aku, Tuhan?"

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Napena

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku