Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Lusted After You

Lusted After You

Anne Joyce

5.0
Komentar
27
Penayangan
1
Bab

"Aku menginkanmu," bisik Marco, napasnya yang memburu menggelitik telingaku. Tangan kanannya merayap ke punggungku. "Aku sangat menginginkan setiap inci tubuhmu, setiap embusan napasmu, dan setiap suaramu yang menyebut namaku." Setiap hal yang dikatakan Marco membuat tubuhku meremang. Elusan tangannya di kulitku terasa begitu panas, seakan ia sedang menyalakan baterai di tubuhku. Bibirnya turun ke pundakku, mengecup dua kali. Tak ada kata-kata yang mampu keluar dari mulutku. Fakta bahwa Marco ternyata juga menginginkanku seakan mimpi di siang bolong. Pria yang beberapa hari lalu menyuruhku untuk menjauhinya, kini sedang merayuku, mencumbuku, dan kuyakin seratus persen ingin "bersenang-senang" denganku. "Jawab aku, apa kau juga menginginkanku?" Tanganku bergerak ke tali gaun di kedua bahuku, melepaskan ikatannya hingga kain itu meluruh ke lantai. "Aku akan menyebut namamu sepanjang malam ini." *** Aku biasanya merasa kesal ketika harus menjadi jasa antar barang untuk sahabatku. Namun, aku tidak pernah tahu bahwa sesuatu akan terjadi ketika aku mengantarkan berkas-berkasnya. Seorang pria tiba-tiba menciumku, orang asing, begitu memikat sehingga membuatku selalu memikirkannya. Aroma tubuhnya, suaranya yang berat ketika mengucapkan terima kasih, segala sesuatu tentangnya membuatku tergila-gila. Sayangnya, dia sepertinya ingin menjauh dariku. Dia menghindariku. Dia mengatakan bahwa aku harus melupakannya, bahwa kami tidak boleh bertemu lagi, bahwa dia adalah pria yang berbahaya. Tapi bisakah aku?

Bab 1 A Stranger

St. Louis, Missouri

Aku sekarang berada di sini, di kota yang terhitung sebagai kota paling berbahaya di United State. Jika bukan karena Kim, aku tak akan mau repot-repot melakukan perjalanan jauh hanya untuk mengambilkan berkas sialan miliknya ini. Terkutuklah otaknya yang selalu melupakan hal-hal yang penting baginya dan harus melibatkanku sebagai jasa-antar-barang.

Mengambil ponsel dari tas, aku menghubungi Kim. Kuharap dia akan segera menjawabnya agar kejadian-yang-tak-ingin-aku-ceritakan tidak terulang lagi seperti terakhir kalinya.

"Halo, Leanne, kau sudah datang?" ujarnya di dering kedua.

"Sekarang cepat katakan ke mana aku harus pergi?"

"Kau carilah taksi, aku akan mengirimkan alamatnya padamu." Dari nadanya berbicara, aku paham betul bahwa dia tengah terburu-buru entah dalam hal apa.

"Berdoalah agar aku selalu ingat bahwa kau adalah sahabatku," ucapku sekenanya.

"Aku akan mengirim pesan padamu, Leanne." Itu ucapan terakhir sebelum dia menutup panggilannya secara sepihak. Benar-benar orang yang sangat mengerti terimakasih.

Tapi terlepas itu, aku tahu bahwa apa pun yang dikerjakan Kim adalah sesuatu yang sangat penting. Bahkan dampak keuntungan dari keberhasilannya mengalir juga padaku. Kim adalah seorang reporter yang selalu menjadi berlian di tempatnya bekerja. Dan saat ini gadis itu tengah meliput berita yang menurutnya akan membuat namanya semakin hebat (dalam lingkup reporter tentu saja).

From: Kim

Hyatt Regency St. Louis at The Arch. 315 Chestnut St, St. Louis.

Aku memperlihatkan alamat itu kepada sopir taksi. Ia mengangguk sekilas lalu mulai menjalankan kendaraannya. Dalam hati aku bertanya-tanya berita apakah yang sampai-sampai membuat Kim mau dikirim jauh-jauh ke kota ini.

Dari belakang, aku mendengar suara sirine polisi yang membuat telingaku sedikit terganggu. Aku sontak mencari sumber suara dan menemukan dua mobil polisi yang tengah mengejar satu mobil hitam yang tidak kutahu merknya.

"Wow," gumamku pelan. "Apa yang terjadi?"

"Itu sudah biasa di kota ini," sahut si sopir yng sepertinya mendengar gumamanku.

Aku melihat ke spion yang berada di atas dashboard, menampakkan wajah si sopir yang sepertinya berpikiran bahwa aku adalah orang yang tidak mengetahui kebiasaan-kebiasaan di tempat ini. Walaupun kenyatannya memang begitu.

Aku sampai di hotel yang dimaksud oleh Kim. Pilihan yang lumayan, gumamku dalam hati. Sungguh, ini adalah salah satu hotel termewah yang pernah kudatangi. Pemandangan yang indah ditambah dengan Getaway Arch yang berada sangat dekat dengan gedung hotel.

Kim kini mengirimiku nomor kamarnya. Aku melangkahkan kaki dengan tenang, sambil sesekali melihat objek-objek yang menarik. Seakan tidak ada yang tengah menunggu kedatanganku.

Menekan lift, pintu terbuka dan aku disuguhkan pemandangan pasangan yang sedang berciuman. Mereka begitu asyik sehingga tak memedulikan kehadiranku. Entah hanya perasaanku atau memang lift yang kunaiki terasa lama bergeraknya. Mereka masih saja melakukan kegiatannya, membuatku sengaja berdehem agak keras. Aku sebenarnya heran atas kehadiran mereka mengingat ini adalah lantai pertama. Mungkin saja ada lantai lain di bawah tanah. Entahlah, aku tak begitu peduli.

Akhirnya kedua remaja itu berhenti juga. Entah karena terganggu dengan kehadiranku atau karena kehabisan napas aku tidak tahu pasti. Tepat setelah itu juga, lift berhenti di lantai tujuanku.

"Lovesick," ucapku dengan nada mengejek saat melewati mereka.

Aku baru saja keluar dari lift saat seseorang tiba-tiba mendorongku ke dinding dan menciumku dengan seenaknya. Dengan gerakan cepat, pria itu juga melepas mantel hitamnya, menyisakan kaos putih polos yang melekat pas di badan. Aku berusaha mendorongnya tapi ia malah mengikat kedua tanganku ke belakang badan menggunakan genggamannya.

Aku benar-benar tak bisa melawan kekuatannya. Pria itu menciumku dengan terburu-buru. Hell, siapa dia dan apa maunya? Ia mengangkat tangan kirinya, seakan menutupi wajah kami. Aku benar-benar berusaha mati-matian agar tidak membuka mulutku dan mempersilakan dia masuk.

Terdengar langkah kaki yang sedang berlari melewati kami. Tangan kirinya kini mengikat pergelanganku dan gantian tangan kanannya yang terangkat. Beberapa saat kemudian, ia berhenti memagut bibirku, tapi masih terdiam di tempatnya. Matanya terbuka dan seketika dua warna jelaga menatapku. Dan semua terjadi dengan cepat lagi saat pria itu mengambilkan berkasku yang terjatuh.

"Thank you."

Itu ucapan pertama dan terakhir sebelum menyambar kembali mantel hitamnya dan berlari ke arah yang sama dengan arah datangnya tadi. Meninggalkanku yang berdiri mematung seperti orang idiot.

Aku mencoba menyerna apa yang terjadi sebelum akhirnya menyadari bahwa dua remaja yang tadi di lift menatap ke arahku. Jangan bilang bahwa mereka melihatnya.

"Lovesick," ejek mereka lalu melenggang pergi. Sialan, tidak ada yang lebih menyebalkn kecuali dilempari dengan kata-katamu sendiri.

Aku mencari kamar Kim sambil masih memikirkan apa yang terjadi. Siapa dia? Apa yang dia inginkan? Mengapa menciumku? Dan... mengapa ciumannya begitu hebat? Damn, he's a good-kisser! Sial, apa yang kupikirkan?

Kim membuka pintu dengan cepat. Ia bahkan tak mengatakan apa pun padaku dan langsung menyambar berkas miliknya.

"Oho.. Aku tak mendengar ucapan terimakasih," sindirku lalu duduk di sofa dengan seenaknya.

"Terimakasih, Leanne. Sungguh. Tapi aku tak banyak waktu saat ini. Kumohon..." ujarnya sambil mengecek berkas yang tadi kubawakan.

"Baiklah, baiklah. Ada yang terlewat?"

"Tidak ada. Sempurna. Terimakasih, Leanne. Aku harus segera pergi. Kau bisa beristirahat di sini atau berjalan-jalan di luar. Password-nya seperti biasa." Leanne menyambar tasnya lalu memelukku.

"Tunggu, ada sesuatu yang aneh."

"Apa?" tanyaku heran. Ia menyipitkan mata, menatapku dalam.

"Kau memakai parfum pria?"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku