Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Antara Cinta dan Derita

Antara Cinta dan Derita

Ria Rahma

5.0
Komentar
181
Penayangan
10
Bab

Apakah cinta memang serumit ini? Rasa berdebar di dalam hati Rara semakin tak terkendali, walaupun egonya sangat tinggi dan sering kali bersikap sok jual mahal di hadapan Raza, laki-laki yang entah sejak kapan telah mencuri hatinya sekaligus laki-laki yang pernah ia buat kecewa. Akan tetapi ada saatnya Rara tak lagi bisa menahan gejolak di hatinya. Sekian lama dirinya hanya memendam rasa yang baginya sangat membahagiakan sekaligus menyiksa, Apakah ia hanya bisa menunggu, ataukah ia harus mengungkapkan rasa yang ada di hatinya kepada laki-laki itu? Namun masa lalu kelam yang pernah mereka alami seolah menjadi dinding batu yang menjadi penghalang cinta mereka.

Bab 1 Tidak Ingin Bertemu

"Apakah ada yang kurang jelas? " tanya Ustad Fahri setelah selesai menjelaskan tentang gerakan sholat yang benar.

"Bagian tubuh apa saja yang menempel pada tempat sujud saat kita bersujud, Ust?" tanya Lia.

"Apa ada yang bisa menjawab pertanyaan dari Lia?" tanya balik Ustad Fahri, sharing ilmu dalam anggota Rohis ini telah dimulai. Kesempatan bagi para anggota untuk saling bertanya dan berbagi ilmu bersama pembimbing organisasi.

Sekarang Raza yang mengacungkan telunjuknya ke atas.

"Ada 8 bagian, Ust. kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kaki kanan dan kiri," jawab Raza.

"Ada yang berpendapat lain?" Ustad Fahri melirik para anggota Rohis satu persatu.

Lengang sejenak, tanda bahwa tidak ada yang berpendapat lain, atau karena tidak ada yang berani mengutarakan pendapat sama seperti Rara, seorang gadis yang duduk di deretan bangku paling belakang bersama teman sekelasnya Lia- yang tadi bertanya. Ustad Fahri akhirnya menjelaskan, "Jawaban Raza tidak salah, hanya kurang tepat." Suaranya memecahkan keheningan.

"Hanya ada tujuh bagian tubuh yang wajib melekat pada lantai saat bersujud yaitu kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan jari-jari kaki kanan dan kiri. Selain itu hukumnya sunnah. Sedangkan hidung dihitung satu bagian dengan kening," terangnya.

Rara hanya sekilas mendengarnya, karena gadis itu belum sepenuhnya menyukai organisasi ini. Tidak seperti Lia dan Sofi-teman sekelasnya, yang terlihat sangat antusias, bahkan Rara sering melihat ke jam dinding yang tergantung di depan ruang pertemuan, berharap pertemuan ini segera berakhir.

"Baiklah kalau begitu kita lanjutkan minggu depan di pertemuan selanjutnya. Karena sudah ada diantara kalian yang mungkin mulai mengantuk dan bosan dengan pembahasan ini," kata Ustad Fahri tegas sambil melirik gadis yang duduk di bangku pojokkan membuat Rara terperanjat kaget tak sengaja tatapan mereka bertemu.

Gadis bermanik coklat itu benar-benar malu sekali dan tidak menyangka bahwa Ustad Fahri sendari tadi memperhatikannya. Untung saja teman-teman lain tidak begitu memperhatikan lirikan itu karena semua sedang berkemas untuk pulang, tapi tetap ada perasaan tidak enak dengan Ustad Fahri.

"Oh ya, satu lagi sebelum kalian pulang. Sebentar lagi akan ada event sekolah yang akan diselenggarakan Rohis yaitu Maulid Nabi, minggu depan kita bentuk kepanitian," tambah Ustad Fahri yang diangguki oleh para anggota Rohis yang telah menggendong tas di punggungnya.

"Marilah kita tutup pertemuan kita hari ini dengan membaca hamdalah dan do'a kafaratul majlis."

"Alhamdulillah," ucap para anggota bersamaan, pertemuan hari ini akhirnya selesai.

**

Keesokan harinya Rara disibukkan dengan ulangan dadakan mata pelajaran matematika. Untung saja mata pelajaran itu adalah mata pelajaran favoritnya, jadi Rara tidak kesulitan dalam mengerjakan soal-soal rumit itu.

Waktu berjalan dengan cepat dan sudah memasuki waktu shalat dzuhur, gadis itu bergegas menuju masjid dan pastinya bersama kedua sahabatnya yaitu Lia dan Sofi.

Para siswa melaksanakan sholat berjama'ah bersama-sama dengan salah seorang guru yang menjadi imamnya. Shaf berbaris rapi, dengan khusyuk mereka melaksanakan sholat.

"Rara," tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Rara setelah ia keluar dari masjid. Gadis menoleh mencari seseorang yang tadi memanggil namanya, namun ia tidak tahu siapa yang memanggilnya karena terlalu banyak kerumunan siswa yang keluar dari masjid.

"Kenapa, Ra?" tanya Lia saat melihat Rara menghentikan langkah.

"Ah, tidak apa-apa," jawab gadis itu. Akhirnya mereka melanjutkan langkah menuju kelas.

"Rara Az-Zahra." Langkah kaki gadis itu kembali berhenti saat mendengar suara seornag laki-laki yang memanggilnya. Gadis itu reflek menoleh dan mendapati Raza berlari ke arahnya.

"Assalamu'alaikum, Ra." Gadis itu terpaku memandang laki-laki yang telah berdiri di hadapannya, dia Muhammad Raza Ar-Rokhim.

Rara diam mematung, bahkan gadis itu lupa tidak menjawab salam. Laki-laki yang berada di hadapannya ini adalah seseorang yang sedang ingin ia jauhi, akan tetapi laki-laki itu justru datang padanya.

"Waalaikumsalam." Lia dan Sofi yang menjawabnya.

"Kamu Raza kelas sebelah, 'kan?" tanya Sofi.

"Kamu juga ikut organisasi Rohis kan?" Lia menambahkan.

Raza hanya memberi seulas senyum untuk menjawab pertanyaan dari Lia dan Sofi.

Teetttt.... Teeetttt.... Tettt...

Bunyi bel masuk menggema di seluruh sudut sekolah.

"Ayo kita ke kelas, sudah bel tuh!" Gadis itu segera menarik lengan Lia dan Sofi agar segera mengikutinya ke kelas, meninggalkan Raza yang masih berdiri mematung menatap punggung ketiga gadis itu yang semakin menjauh darinya.

"Kenapa sih Ra? Kita lagi ngomong sama Raza," protes Lia. Rara hanya diam dan melanjutkan langkahnya menuju kelas secepat mungkin, ia tidak ingin membahas tentang laki-laki itu.

"Kenapa dia?" Tanya Sofi pada Lia yang telah tertinggal jauh di belakang Rara.

Gadis itu semakin mempercepat langkah agar segera sampai di kelas dan melupakan semua yang telah terjadi beberapa menit lalu. Perasaan canggung itu tiba-tiba muncul saat ia menatap manik elang milik laki-laki itu, perasaan lama yang terpendam seolah ingin muncul kembali.

Lia dan Sofi ikut berlari mengejar Rara saat melihat wali kelasnya telah berjalan mendekati pintu kelas mereka.

Terlihat seorang wanita paruh baya yang berjalan menuju kelas dengan kemeja biru langit yang terlihat longgar di badan dan rok hitam menjuntai menutup hingga mata kakinya yang dibalut kaos kaki berwarna gelap. Wanita paruh baya itu membawa setumpuk kertas dan map berwarna merah di tangan kirinya.

Ia guru bahasa indonesia yang baik dan ramah. Namun tetap saja para murid selalu mengantuk karena guru bahasa indonesia itu lebih sering menjelaskan dari pada memberi tugas mandiri, membuat para murid serasa didongengkan.

"Assalamualaikum," sapa guru bahasa indonesia setelah memasuki ruang kelas.

"Waalaikumsalam, Bu!" jawab para siswa serempak.

"Sebelum memulai pelajaran, saya ingin memberi tahu bahwa kelas ini akan mendapat giliran untuk melaksanakan piket di perpustakaan," jelas guru bahasa indonesia yang menduplikat sebagai pengurus perpustakaan.

"Siapa yang ingin mewakili kelas ini untuk melaksanakan piket perpus?" tanya guru bahasa indonesia itu.

Namun siswa satu kelas hanya diam tidak ada yang menanggapi pertanyaan guru mereka, Rara menoleh ke arah teman-temannya yang hanya diam, akhirnya ia mengambil inisiatif untuk mengangkat tangan.

"Saya, Bu!"

Gadis itu selalu senang jika harus bersama buku-buku di perpus. Bahkan teman-temannya sering menjuluki Rara kutu buku.

"Baiklah Rara, besok kamu izin gak ikut pelajaran sehari dan berangkat sekolah langsung ke perpus ya! Karena guru yang bertugas menjaga perpus sedang cuti melahirkan," terangnya.

"Baik, Bu," jawabnya sangat antusias.

Gadis itu sendiri bahkan tidak sabar menunggu hari esok, meninggalkan semua pelajaran di kelas dan bersama dengan puluhan novel-novel di perpus, pasti sangat menyenangkan saat membaca novel kesukaan dalam hening dan tidak ada pengganggu sama sekali.

Keesokan harinya Rara berangkat ke sekolah hanya membawa sebuah buku tulis yang berisi tugas yang harus dikumpulkan hari ini, gadis itu akan menitipkan buku ini kepada Sofi.

Bel sudah berbunyi ketika gadis itu memasuki gerbang depan sekolah. Untung saja ia tidak terlambat, jika terlambat dijamin, ia akan menunggu di depan gerbang setengah jam kedepan menunggu gerbang dibuka oleh satpam.

Rara berlari menuju kelas, gadis itu hanya sekedar menyerahkan buku tugasnya sebelum pergi ke perpustakaan. Namun langkah gadis itu terhenti karena lagu Indonesia raya telah berbunyi lewat pengeras suara di sudut sekolah. Tradisi yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir yaitu menyanyikan lagu Indonesia Raya setelah bel masuk berbunyi maka seluruh aktivitas dihentikan, dan berdiri tegak menyanyikan lagu Indonesia Raya atau mendapat sanksi dari kepala sekolah jika tidak mematuhi peraturan tersebut.

Tradisi kedua yaitu literasi dua puluh menit sebelum pembelajaran di mulai. Aku kembali berjalan dengan cepat menuju perpus setelah lagu Indonesia Raya selesai dilantunkan.

Sampai di depan pintu perpustakaan gadis itu melepas sepatu dan teringat kata guru bahasa indonesia bahwa dirinya tidak sendirian piket perpus ada teman dari kelas lain yang menemani, sejenak Rara berpikir siapa yang akan menemaninya di dalam perp Pakakaan.

"Aku lihat saja ke dalam, mungkin dia sudah datang," gumam Rara seorang diri karena tidak bisa menebak siapa yang akan menjadi temannya.

Gadis itu melirik rak sepatu yang telah berisi sepasang sepatu, Rara segera meletakkan sepatunya di sebelah sepatu itu sebelum ia menarik gagang pintu dan berlari masuk, tiba-tiba−

BRUKKK

Gadis itu menabrak seseorang hingga membuat dirinya sendiri jatuh terduduk, gadis itu terdiam sejank merasakan kepalaya yang berkunang-kunang karena berbenturan dengan orang itu. Perlahan-lahan Rara mendongakkan kepala untuk mengetahui siapa orang yang ia tabrak. Dia pasti siswa dari kelas lain yang disuruh guru bahasa indonesia umtuk menemani dirinya.

Rara terperanjat kaget saat melihat laki-laki itu mengulurkan tangannya menawarkan bantuan.

Ia Muhammad Raza Ar-Rokhim.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Ria Rahma

Selebihnya

Buku serupa

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder

Romantis

5.0

Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Romantis

4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku