Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Surgaku yang Tertatih

Surgaku yang Tertatih

Tanka Shu

5.0
Komentar
9
Penayangan
1
Bab

Haris, lelaki tampan yang menikahi Sofi, seorang janda beranak satu. Awalnya kehidupan mereka baik-baik saja, hingga hadir bayang-bayang masa lalu Sofi yang kelam. Membuat Haris murka dan menyimpan rasa kecewanya yang mendalam. Yang berimbas pada anak Sofi juga kelangsungan rumah tangga mereka. Mampukah mereka melalui pahitnya kehidupan rumah tangga yang mulai rapuh? Dan, memilih untuk bertahan. Atau mereka malah akan memilih jalan masing-masing.

Bab 1 Kemarahan Hebat

Crak ... crak ... Pyaar!

Terdengar suara gaduh yang diikuti dengan suara barang pecah belah yang dibanting asal secara bergantian.

Sesekali terdengar juga suara tangis yang tertahan dari rumah dua lantai yang berada di ujung jalan. Tepatnya di perumahan elite kota Semarang.

"Hik ... Hik ..., Sudah hentikan, Mas! Malu didengar oleh tetangga." Sofi mencoba memegang lengan suaminya yang tengah naik pitam.

Namun, dengan cepat tangan kurus itu diempaskannya begitu saja. Membuat Sofi terhuyung dan terempas ke lantai.

Tangan kekar itu kembali meraih gelas yang berjajar rapi di atas lemari perabot dan melemparnya ke arah dinding dapur satu persatu.

Pyaar!

Pyaar!

Tidak peduli seberapa besar Sofi memohon ampun kepadanya. Haris tetap kukuh pada pendirian yang dia yakini adalah sebuah kebenaran.

"Sudah, Mas! Sudah ... Aku mohon hentikan." Sofi kembali membujuk suaminya untuk menghentikan aksinya.

Namun, bukannya berhenti, lelaki yang terkenal sangat santun dan penyayang itu semakin menjadi.

"Aku sungguh kecewa padamu, Sofi. Aku tidak menyangka kamu bisa melakukan hal murahan seperti itu," ucap Haris kalap. Sebagai seorang lelaki, ia merasa terhina dengan apa yang Sofi lakukan.

Haris merasa harga dirinya diinjak-injak oleh Sofi, istrinya.

Sofi, dia tidak berani menatap wajah suaminya, wanita itu hanya menunduk sambil memegangi kaki kiri Haris yang terus bergetar.

"Menyingkir dariku! Aku tidak Sudi dijamah oleh wanita kotor sepertimu ...!" teriak Haris sambil mencoba melepaskan kakinya dari genggaman tangan sang istri.

Sofi kembali tersungkur akibat hentakan kaki Haris yang kuat.

Dia tidak menyangka Haris akan melakukan hal itu padanya. Lelaki yang sudah menghalalkannya tiga bulan yang lalu.

"Maafkan aku, Mas!" lirih wanita itu terus mengiba. Tubuhnya bergetar hebat karena tangis yang sudah hampir satu jam tiada henti.

Di dalam hatinya terus menerus mengutuki diri sendiri, dia menyesal karena sudah memilih jalan yang salah. Jalan yang seharusnya tidak dia pilih untuk solusi masalah hidupnya.

Haris menatap jijik ke arah istrinya, dia memiringkan bibirnya, mencibir penuh kebencian.

"Kamu ... Tidak ada bedanya dengan seorang pela**r ...! Bahkan kamu lebih hina dari pada mereka."

Lelaki itu mengeratkan giginya hingga terdengar bunyi gemerutuk dari dalam sana.

"Sungguh ... Aku menyesal karena telah membiarkan kamu mengisi hati ini, menikahimu dan membawamu ke rumah ini adalah kesalahan terbesar untukku." Haris menggeram, dia terus meluapkan semua kekesalannya pada Sofi.

Sofi tiada hentinya menggeleng, wanita itu terus saja meremas dadanya yang terasa sakit, sementara air matanya mengalir tiada henti.

Haris perlahan duduk berjongkok di depan istrinya, dia menjulurkan kepalanya, mendekat pada wajah Sofi yang masih saja menunduk.

"Lihat aku!" seru Haris kemudian.

Membuat Sofi menghentikan tangisnya, wanita itu beberapa kali membersihkan ingus yang terus saja mengalir lewat lubang hidungnya.

"Sofi ... Lihatlah aku!" titah Haris pada istrinya, lagi.

Sofi menggeleng, wanita itu tidak mau menuruti perintah suaminya, dia takut melihat mata Haris yang menatapnya penuh amarah.

"Kenapa? Kamu takut?" Nada suara Haris mulai pelan, lembut dan manis. Suara itu, suara yang selalu membuat Sofi merasa damai.

Sofi perlahan mengangkat wajahnya, dia berharap bisa menemukan sosok suaminya kembali, Haris yang lembut dan penyayang.

"Apa tujuanmu mendekatiku? Apa? Apa ini yang kamu harapkan? menghancurkan hidupku ... Menghancurkan masa depanku." Haris menatap wajah Sofi nanar, dia mencibir dirinya sendiri karena merasa telah diperdaya oleh seorang wanita yang selama ini dia cintai.

"Katakan berapa kali kamu melakukan itu dengannya?"

Sofi menggeleng, dia tahu bahwa ini akan semakin buruk jika sampai dirinya membuka mulut.

Haris mengangkat tangannya, membelai rambut istrinya lembut.

"Katakan!" ucapnya pelan.

"T-tapi, kamu janji tidak akan marah p-padaku."

Haris hanya diam, menatap wajah Sofi sendu penuh harap.

Membuat wanita itu tertunduk, yakin jika Haris tidak akan marah lagi padanya.

Perlahan, Sofi membuka mulutnya dengan ragu.

"A-aku hanya sekali melakukannya," jawab Sofi dengan bibir bergetar.

Mendengar pengakuan dari sofi barusan, membuat lelaki itu bangkit perlahan. Dia menatap tajam ke depan, rahangnya mengeras dengan tangan mengepal kuat-kuat.

"Aaa ...!" Haris berteriak sekuat mungkin. Dia menatap ke atas.

Sesaat kemudian, kepalan tangan itu meluncur cepat pada sebuah lemari kayu di hadapannya.

Bug!

Bug!

Berulang kali tangan kekar itu melayangkan tinjunya hingga lemari kayu di hadapannya patah dan condong ke sebelah kiri.

"Hik ... Hik ...!" Sofi hanya bisa menangis tergugu di pojok ruangan. Wanita itu tampak ketakutan dengan amarah Haris yang memuncak.

"Kamu? Jangan pernah kamu menyentuhku. Jijik aku melihatmu!" seru Haris dengan suara bergetar.

Lelaki itu memperlihatkan amarah yang memuncak, yang belum pernah Sofi lihat sebelumnya. Nafasnya naik turun tidak terkendali.

Mereka pikir, pacaran selama satu tahun itu sudah cukup membuat mereka mengenal satu sama lain.

Bisa menerima kekurangan dan kelebihan pasangan. Bisa menerima masa lalu masing-masing.

Tapi, tidak.

Semua itu tidak cukup untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah.

Masih banyak yang belum mereka tahu.

Dari kepribadian pasangan, sisi baik dan buruk yang selama ini mereka tutup-tutupi, hanya agar apa?

Agar mereka terlihat sempurna.

Oh ... Padahal semua itu hanyalah semu, menutupi sesuatu yang suatu saat pasti akan terbongkar juga.

Seperti yang Haris dan Sofi alami saat ini.

Semua yang membuat mereka bertengkar, sebenarnya adalah masa lalu yang tidak seharusnya dibahas di saat pernikahan mereka baru seumur jagung.

Yang membuat mereka bertengkar karena sesuatu yang tidak lagi penting.

Haris melangkah gontai menuju kamar tamu, tanpa menoleh lagi ke arah Sofi.

"Mas ... Maafkan aku, itu hanya masa lalu." Sofi memeluk erat kaki suaminya, dia berharap Haris bisa berubah pikiran.

"Mungkin bagimu itu hanya sekedar masa lalu, tapi bagiku itu adalah aib yang tidak akan bisa hilang untuk selamanya." Haris menarik kakinya kuat, hingga membuat tubuh kurus Sofi terjerembap di lantai.

Lelaki tampan berbadan kekar itu terus melangkah meninggalkan Sofi dengan segenap rasa sesalnya. Dia menuju kamar tamu dan menutup kamar itu rapat.

Sofi hanya bisa menatap kepergian suaminya dengan tubuh yang bergetar, hingga tubuh lelaki itu hilang di balik pintu kamar bercat putih di ujung . Bukan masuk ke dalam kamar pribadi mereka.

Di mana keduanya selalu bercanda, menghabiskan waktu bersama setelah seharian bekerja.

Di kamar lain, tampak Damar menatap dengan raut wajah takutnya. Anak kecil berusia tujuh tahun itu hanya bisa mengintip pertengkaran ibunya dengan seorang lelaki yang baru dikenalnya beberapa bulan terakhir ini dari balik pintu kamarnya.

Yah, Haris dan Sofi melupakan satu hal. Bahwa ada seorang anak lelaki yang juga tinggal seatap dengan mereka.

Yang tidak seharusnya melihat pertengkaran keduanya.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku