Di tengah dingin dan putihnya Salju, Dini gadis cantik asal Indonesia yang tinggal di Negeri Ginseng kehilangan keluarganya, tapi Dinginnya salju pula yang telah mempertemukan dia dengan Cinta Pertamanya. Pernikahan dalam waktu yang singkat dengan Cinta pertamanya yang akhirnya dipertemukan kembali. Dini kira akan membawa kebahagiaan dan Kehangatan setelah ditinggal keluarganya. Pernikahan yang awal mulanya hangat berubah jadi dingin sedingin salju yang turun ditengahi bulan Desember. Kesakitan, kesengsaraan, dan kebohongan atas pernikahan yang suci itu menghancurkan segalanya, Dini tetap bertahan karena ia sudah terlalu cinta dengan sosok dingin yang menjadi suaminya tapi, karena satu hal akhirnya Dini pergi meninggalkan suaminya dan pergi melupakan kenangan pahit itu. Tahukah Dini setelah musim dingin lewat akan ada musim semi yang akan membawa kehangatan dan kebahagiaan yang baru untuknya? Atau kembali ke kebahagiaan dingin yang menghangat untuknya.
Desember 2010, Seoul South Korea
Salju....
Benda putih yang beterbangan mengenai rambut panjang seorang gadis yang berjalan seorang diri di jalan setapak menuju mini market dekat apartemennya. Kota yang kini bersalju itu berbeda dengan kampung halamannya.
Kampung halamannya adalah sebuah negara tropis yang memancarkan sinar matahari sepanjang tahun. Andini Neva Prameswari. seorang gadis Indonesia dengan mata bulat yang bersinar dengan cantik, rambut panjang bergelombang, hidung mancung serta tulang pipi yang tinggi, serta wajah dengan kulit kuning langsat yang membuatnya sedikit berbeda dengan para perempuan dari negara tempatnya tinggal sekarang.
Tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran gadis Indonesia dengan kaki yang jenjang, wajahnya sedikit blasteran sehingga mengingatkan pada gadis-gadis keturunan bule yang dulu menghiasi televisi di Indonesia.
Senyum yang memancar membuat wajahnya terlihat begitu manis, kepalanya mendongak melihat salju pertama yang berguguran. Di depan minimarket yang dia tuju, dia terkekeh Mengingat mitos di negara ini yang mengatakan bahwa cinta mereka akan awet jika melihat salju pertama dengan orang yang mereka cintai.
Sebuah mitos yang dia percayai mungkin akan terjadi kepadanya nanti.
"Eoseo Osseo..." sapaan dari penjaga minimarket yang baru saja dia masuki membuat gadis itu mengangguk. Dini berjalan dengan mengusap sisa salju yang menempel di baju, rambut serta syal yang mengelilingi lehernya.
Ya... kecintaannya dengan Korea dan salju membuatnya memutuskan untuk kuliah di negeri ginseng ini. Sesuatu yang awalnya tidak pernah disetujui oleh orang tuanya, hingga akhirnya mereka luluh dengan segala rengekan yang dia berikan.
Dia tahu, kedua orang tuanya sangat menyayanginya dan Nindi, adiknya yang kini masuk kelas satu SMA. Kedua orang tuanya adalah tipikal orang tua yang akan mengalah demi kebahagiaan putri-putrinya.
Dering ponsel yang sudah dia atur untuk panggilan tertentu membuatnya tersenyum. Dia yang sedang menyusuri lorong minimarket itu terhenti dan mengambil ponsel di saku mantel panjangnya.
"Hallo..." sapa Dini dengan sumringah.
"Hallo, Kak..."
Dini hampir menangis mendengar suara orang-orang yang paling dia rindukan. suara Mama yang lembut menyapa dirinya memberikan getaran kesedihan. Dia menarik napas mencoba menghilangkan kegetiran dari nada suaranya.
"Apa Ma?"
"...."
"Mau datang ke Seoul?!" pekik Dini tanpa sadar begitu mamanya mengatakan bahwa mereka sekeluarga akan datang ke Korea di musim dingin seperti ini.
"Kan Dini sudah bilang, nggak sudah datang ke Seoul kalau musim salju gini. Nggak ada yang bagusnya. becek, licin, dingin. Terus, ramalan cuaca juga mengatakan beberapa hari lagi ada badai salju. Kasihan Adek kalau ke sini dingin-dingin begini," jelas DIni panjang lebar menyusuri lorong minuman, mencari minuman hangat yang cocik untuknya di tengah awal musim dingin yang menusuk.
"Beneran mau ke sini?" Dini menekan ponsel itu dengan mengangkat bahu dan mengambil beberapa botol minuman hangat dan beberapa kimbab segitiga untuk mengisi perutnya yang lapar.
"..."
"Libur? Ade mau ngeliat salju waktu natal."
DIni mendesah saat panggilan telepon itu beralih ke adiknya yang kini merengek. "Tapi kan di Korea natalnya lebih indah, di Indonesia ga ada bedanya."
"Iya sih, natalan di sini lebih asyik daripada di Indonesia, Tapi toh kita nggak ngerayain juga," desahnya mendengar rengekan adiknya itu. Sama seperti kedua orang tuanya yang tak tega mendengar rengekannya itu, Dini pun merasakan hal yang sama. Dia tak bisa berkutik jika mendengar suara rengekan adik satu-satunya itu.
"Can you speak English? i don't understand what are you talking about?"
Terdengar suara pria berbahasa asing minta penjelasan kepada kasir mini market ini. Si kasir yang tidak mengerti bahasa inggris terus menggunakan bahasa Korea yang tidak dimengerti pria itu.
"Nanti kakak telepon lagi ya, kalau mau kesini hati-hati. Assalamualaikum." Dini mematikan panggilannya lalu berjalan mendekati kasir. keningnya berkerut saat melihat seorang pria terlihat bersitegang dengan kasir minimarket.
"What can i do for you sir?" ucap Dini sambil tersenyum ramah kepada Pria yang berdiri di hadapannya, berharap bisa sedikit membantu pria yang sedang kesulitan ini.
"I just need that to keep me warm, but that man doesn't understand what am i talking about?" ucap Pria itu menunjuk deretan rokok yang tersusun rapi di belakang si kasir.
Dini terdiam, sejenak dia terpesona menatap pria asing yang ada di depannya dan terlihat pank sekarang. Wajah khas pria barat yang sangat tampan dengan garis rahang yang tegas, hidung mancung dan alis yang terukir indah. Topi rajut yang digunakannya tampak masih memperlihatkan ujung - ujung ikal rambut coklat tuanya. Belum lagi mata coklat topaz pria ini yang membuat Dini semakin terhanyut.
Dini memperkirakan pria ini seumur dengannya di awal 20an, terlihat dari pakaian yang digunakannya kaos yang dilapisi jaket parasut tebal untuk menghalau dinginnya Korea di bulan Desember ini.
"Miss, can you help me?" ucap Pria itu membuat Dini menghilangkan khayalannya.
"Do you have any ID card? You need show your Id card to buy that one." Dini membentuk jemarinya menggambarkan kartu kepada pria itu yang sontak mengambil sesuatu dari dompetnya dan memberikan kepadanya.
Dia tersenyum, berjalan menuju meja kasir dan meletakkan Id card pria itu di sana. "Kwang sik ssi, dia meminta rokok itu." Tunjuk Dini dalam bahasa Korea kepada Kwang sik, penjaga mini market ini yang memang sudah kenal dengan dirinya. Pria tinggi jangkung yang awalnya bersitegang dengan pria bule itu akhirnya mengangguk dan memberikan kepadanya
"Igo eolmayeyo?" tanyanya menanyakan harga kepada Kwang sik
"5000 won, sir."
"Thank you."
Pria itu tersenyum saat rokok yang sedari tadi dia inginkan kini berada di tanganya. Sedangkan Dini sendiri kembali terpaku. Benar-benar terpesona dengan senyuman pria itu yang bagaikan Oase di gurun pasir yang tandus atau setidaknya tatapan lembut itu bagaikan minuman hangat di tengah badai salju yang lebat ini.
***
Dini berjalan menuju pintu keluar mini market ini saat melihat pria tampan berparas bule tadi sedang bersandar seperti menunggu seseorang sambil mencoba menghidupkan rokok yang tadi ia beli. Punggung pria itu sangat seksi, sedikit tegap terlihat kalau ia masih berusaha untuk membentuk kotak-kotak itu ditubuhnya.
"Can i help you?" ucap Dini mendekati pria itu lalu mengeluarkan pemantik api unik yang diberikan oleh salah seorang teman orang tuanya yang sangat ia sayangi dan membantu pria itu menyalakan rokoknya.
"Thank you again," kata Pria itu menatap takjub dengan pemantik api unik milik Dini
"That's Your?" Pria itu menunjuk pemantik api yang Dini gunakan tadi.
"Yes, it's a gift," ucap Dini sambil menutupi rasa terpesonanya kepada pria itu.
"So, where do you come from? You didn' t see like Korean? Indonesia, Malaysia or Brunei? Your face more like Southeast Asian than Korean."
"I'm from Indonesia," jawab Dini menggesekkan kedua telapak tangan dan meniupnya berharap napasnya cukup hangat untuk sedikit memberi rasa nyaman pada tangannya.
"D. Come on Let's Go!" teriak gerombolan pria yang berada di dalam mobil yang berhenti di depan minimarket tempat mereka berada. Kening Dini berkerut saat melihat pria -pria tak dikenal melambaikan tangan kepadanya.
"I gotta go, thank you for your help," ucap pria itu terburu-buru mendatangi temannya. Dini mengangguk seraya mempersilahkan pria itu pergi.
Dini hendak berjalan menuju seorang nenek - nenek tua yang duduk diselasar mini market saat pria tadi berjalan ke arahnya dan mengambil sesuatu dari kantong jaketnya lalu menyerahkan ke Dini.
"Hot pack, to keep you warm," ujarnya sambil tersenyum lalu pergi kelarah teman - temannya tadi. Dini tertegun melihat senyum itu, rasa hangat dari Hot pack ditangannya menjalar ke hatinya. Dini memejamkan mata, tersenyum membayangkan betapa tampannya pria itu.
Dini tersadar dari pesonanya saat melihat pria itu berjalan masuk ke dalam mobil teman - temannya. Dini terus tersenyum sambil sedikit meremas hot pack itu lalu berjalan ke arah seorang nenek tua tadi untuk memberi kimbab dan minuman hangat yang dibelinya tadi sambil terus mengingat diotaknya wajah pria tampan itu.
Dini berharap ia akan bertemu dengan pria itu tadi, pria tampan yang tanpa sadar telah membawa pergi sebagian dari hatinya.....
Bab 1 Prolog
08/09/2022