Rena Schaaci adalah seorang rogue yang tersesat di The Lightcrown Claws Pack. Ia mencari saudara laki-laki yang telah meninggalkannya di hutan lebat dan tak kunjung dijemput. Insiden yang menimpa dirinya membuat ia harus kehilangan seluruh anggota keluarga. Romeo Riley adalah seorang beta yang selalu membunuh para rogue, terutama yang menjadi incarannya selama ini adalah Rena Schaaci, seorang pelayan yang akhirnya bertugas di dapur istana. Bertahun-tahun keinginan dirinya adalah memusnahkan seluruh rogue di atas muka bumi, dan itu adalah Rena, matenya sendiri. Romeo tahu, jika ia menyakiti Rena, itu sama saja menyakiti dirinya sendiri terlebih saat Rena akhirnya pasrah dengan keadaan. Wanita itu lebih memilih menghilangkan semua ingatan yang kelam dan beralih menjadi pribadi yang baru. Cinta di antara mereka adalah cinta yang menyakitkan. Cinta yang bisa membuat siapa saja sedih saat membaca.
Hampir satu dekade Rena tinggal di istana ini. Menikmati hari demi hari menjadi seorang pengabdi untuk Alpha Jonathan dan juga Luna Irene. Mereka berdua adalah pasangan yang disayangi oleh rakyat pack, karena memiliki integritas dan jiwa kepemimpinan yang tinggi.
Tapi, di tengah kebahagiaan yang melanda, ada saja orang yang merasakan iri pada kesempurnaan keluarga istana. Rena pernah mendengar dari obrolan salah satu teman pelayan, bahwa Alpha Nickholas-anak dari Alpha Jonathan-sebenarnya mempunyai seorang kembaran, yaitu Nickley. Nickley tewas dibunuh oleh kekasih saudaranya sendiri, Cecilia Zera. Hati mana yang tak remuk saat saudara kandung dibunuh tragis oleh seseorang yang sangat dicintai.
Ya, itu adalah sepenggal kisah tragis yang ditutup rapat oleh para penghuni pack ini.
Sambil melamun, Rena menyeka piring yang sudah dicuci. Namun, karena tangannya licin, dia tidak menyadari bahwa dia telah menjatuhkannya dan membuat keributan di dapur istana.
"Sudah kukatakan, Rena, bekerjalah dengan hati-hati!" Seorang wanita gempal dengan pakaian yang sama seperti dirinya berteriak dengan kasar.
"Maafkan aku, Bibi. Aku akan membereskan kekacauan ini," jawab Rena dan langsung memunguti pecahan kaca.
Namun, jawaban Rena tidak membuat amukan Bibi Morin mereda. Wanita tua itu bahkan menginjak tangan Rena dan pergi begitu saja. Bahkan para omega yang lain pun tak mau turut membantu.
Sedikit meringis, ia mencabut pecahan kaca yang tersangkut di tangannya dan membawanya ke wastafel guna membersihkan luka. Ia mencoba untuk menahan, tapi ternyata air mata yang tak diinginkan itu jatuh juga. Ia tak ingin dianggap lemah, apalagi di hadapan teman-teman yang selalu menggunjingnya. Dengan segera ia menghapus cairan bening sialan itu.
Meskipun ia seorang omega tetapi tak ada salahnya melindungi diri sendiri apalagi hatinya. Ia sudah cukup puas dengan perbuatan sang kepala dapur beserta penghuni lainnya, lebih dari sembilan tahun lamanya ia menikmati itu semua.
***
"Kau memang tak becus dalam bekerja, ya!" Tubuhnya didorong kuat menyebabkan keningnya terantuk pinggiran meja, kepalanya pusing seketika. Dengan cepat dirinya dipaksa bangun dan berhamburanlah rambut hitam yang tadi di gulung dengan rapi. Kepalanya sakit saat rambutnya ditarik kuat oleh Wendy, yang lain hanya bisa menonton tanpa niat memisahkan.
"Apa yang sudah terjadi?!" Bibi Morin yang tiba-tiba muncul menarik paksa tubuh Wendy agar menghentikan perseteruannya.
"Dia membersihkan lantai pun tak bisa, Bibi. Aku terpeleset karena lantainya terlalu basah." Dengan nada berapi-api Wendy menjelaskan kronologi kejadian.
Perkataan itu membuat mata sipit Rena terbelalak, ia yakin sudah mengeringkannya tadi, tapi mengapa Wendy bisa terjatuh.
"Cukup! Kembali bekerja semuanya. Dan kau Rena tak ada lagi jatah untuk makan malam!" Hukuman telak, siapa yang mampu menolak? Lagi. Hukuman yang menurutnya sudah melekat.
Kemudian, Rena menatap langit hitam yang disinari rembulan. Belum sepenuhnya purnama memang, tapi cahayanya mampu untuk menggantikan matahari. Perlahan, ia memejamkan mata guna menikmati sengatan lemah. Kaum werewolf seperti mereka selalu merasakan sengatan listrik yang mengalir di tubuhnya saat terkena sinar itu.
"Apa kau tak punya pekerjaan, selain tidur di bangku taman ini, hm!" Cibiran itu memasuki gendang telinga Rena. Dengan cepat ia membuka mata dan tergugup saat mengetahui siapa yang sudah berdiri di depan matanya.
Bukan ia tak mempunyai pekerjaan, hanya saja sekarang waktunya bagi pelayan untuk makan malam dan ia sedang dalam menjalani hukuman, kan?
"Be-Beta Romeo." Dia menundukkan kepalanya dan bergegas berdiri untuk masuk ke dalam mansion.
"Maafkan aku ... aku akan masuk ke dalam." Dengan langkah terburu Rena meninggalkan Romeo.
"Bagaimana jika aku benar-benar menolakmu, Rena?"
Langkah itu terhenti dan bahunya sedikit bergetar. Rena memegang dadanya nyeri. Romeo sudah sering mengatakannya tapi kenapa efeknya selalu sama.
Dengan agak tertatih ia memberikan kekuatan pada diri sendiri, Rena benar-benar meninggalkan Romeo sendirian dengan tangan yang terkepal.
Rena memasuki kamar lusuhnya, kamar yang hanya berukuran dua kali tiga meter dengan kasur yang sudah sangat tipis. Bangunan untuk para pelayan terpisah dari istana. Rumah yang ia tempati sebenarnya mewah tapi bibi Morin memberikan kamar bekas gudang yang sangat pengap untuknya.
Ditatapnya langit-langit plafon berwarna putih. Beta Romeo selalu berkata seperti itu bahkan ia sudah terlalu merasakan nyeri yang melanda akibat perkataan pria itu. Ia tahu alasan mengapa pria itu benci terhadapnya, karena dulunya ia seorang rogue. Beta Romeo adalah pria yang paling membenci kasta rogue. Bagaimana tidak, mereka hanya bisa merusak pack yang damai dan tenteram menjadi porak-poranda jika sedang berulah.
Pria itu, salah satu kepercayaan Alpha untuk mengurusi kedamaian pack, sekaligus merangkap menjadi Beta dengan segala urusannya. Tidak main-main menyangkut tugas dan kepercayaan, Beta Romeo benar-benar melakukan semua tugas itu dengan sangat apik tanpa kesalahan sedikit pun. Hanya tinggal satu tugas yang selama ini tidak bisa ia kerjakan dengan baik, mensterilkan istana dengan rogue yang sudah bertahun-tahun tinggal di sini, Rena.
Matanya menutup menghilangkan semua bayangan serta perih yang semakin melanda perutnya.
***
"Rena Sayang, bisakah kau membuatkanku omelette setengah matang? Ah ... ya, maksudku adalah lembut di bagian dalamnya."
Rena yang merasakan rambutnya dielus hanya bisa menunduk. Ia rindu elusan ini. Bagaikan belaian kasih sayang ibu pada anaknya.
"Baik, Luna." Rena dengan cepat memberikan apa yang Luna Irene inginkan, ia tak mau melakukan kesalahan lagi mengingat ia adalah biang kerok dalam dapur. Meskipun Luna Irene tak akan pernah memberikan cercaan sadis yang keluar dari mulutnya, tetap saja Rena tak ingin mengecewakan.
"Apa yang telah terjadi dan ada apa dengan keningmu?" Luna Irene menyingkap rambut yang menyembunyikan luka lebam itu. Rena sontak mundur menjauhi meja makan dan merapikan kembali rambutnya.
"Tidak apa-apa, Luna. Aku hanya kurang berhati-hati saat bekerja. Apakah ada yang ingin Anda inginkan lagi?" tanya Rena mengalihkan topik pembicaraan.
"Tidak, kau bisa pergi dan melanjutkan pekerjaanmu," ucap Luna Irene sambil menggeleng, ia akan memberikan waktu lagi bagi Rena karena masih tak mau bersikap terbuka terhadap dirinya.
***
"Brengsek!" Romeo tak habis pikir kenapa banyak sekali rogue yang berkeliaran di wilayahnya. Entah bagaimana mereka bisa lolos sedangkan penjagaan sudah sangat diketatkan.
"Danny, kerahkan pasukan dari wilayah utara dan giring mereka menjadi satu. Aku akan ke wilayah barat bersama dengan Jack dan Albert!"
"Baik, Beta." Sambil bersiap-siap. "Apa tidak sebaiknya kita beritahukan Alpha terlebih dahulu, Beta?" tanya Danny.
"Jangan! Biarkan kita urus sendiri. Jika ada hal yang mendesak dan tak dapat kita tangani kita langsung mindlink Alpha."
Albert menghela napas gusar, sebenarnya masalah ini sudah masuk ke ranah menyulitkan. Tapi Beta tak mau mengadu pada Alpha. Tipikal Romeo.
"Jack, kau berpencarlah ke Barat bersama Albert dan teman yang lain. Aku akan menggiring mereka ke sana, aku yakin mereka tak akan pernah lolos." Sedangkan yang lainnya mengikuti instruksi Romeo, karena warior lainnya yakin akan kemampuan Beta-nya.
"Jadikan mereka mainan terlebih dulu sebelum membunuhnya," tambah Romeo diiringi seringai tajam. Dibalik sikap ramah dan bersahabatnya, ia tak pernah main-main jika ada yang mengganggu tugasnya.
Jade sudah mengambil alih tubuh kekar Romeo, serigala cokelat itu membelah hutan. Wajahnya sudah benar-benar tak tahan ingin bermain dengan mangsanya. Tubuh besar itu semakin lama semakin cepat, meninggalkan daun kering yang beterbangan seusai diinjak.
Hidungnya terlalu sensitif untuk mencium aroma yang memuakkan. "Aku berada di tiga kilometer arah kalian," ucap Jade pada teman se-timnya.
Jade semakin jelas melihat tiga ekor Rogue yang saat ini ia yakini sedang dalam kondisi waswas, karena menunggu kehadirannya. Kakinya berjalan perlahan dan mengintai mereka yang saat ini belum mengetahui dirinya telah bersembunyi di balik pohon.
Kalian salah jika berhadapan denganku. Dengan sekali gerakan, Romeo mencakar dua sekaligus mata musuhnya dan dalam sekejap mengalirkan darah segar. Jade menyeringai ngeri melihat koyakkan itu. Terlalu ringan untuk sang penyusup di dalam pack.
Serigala merah itu tak terima saat temannya menjadi bulan-bulanan sang Beta. Dengan cepat ia memberikan cakaran pada wajah Jade dan berakhir kosong. Jade menghindar lebih dulu tanpa ada perlawanan berarti.
Geraman ketiga serigala itu dibalas dengan tenang oleh Jade dan Romeo. Mereka terlalu percaya bisa melawannya yang seorang diri. Dengan sekali sentakan, goresan tangan Jade sudah berada di punggung serigala merah. Raungan khas kesakitan tak pelik membuatnya kasihan dan malah memacu adrenalin yang berada dalam dirinya.
Dengan santai Jade meninggalkan mereka dengan berlari pelan. Wajahnya menyeringai karena ini adalah saatnya.
Merasakan hawa panas yang berada di belakangnya, Jade berlari kencang membiarkan mereka mengejarnya. "Kalian bersiaplah."
"Kami juga sudah menunggu, Beta."
Jade menghindar saat ketiga serigala itu mencoba untuk menerjang punggungnya. "Konyol."
Mendengar perkataan Sang Beta, serigala merah itu semakin brutal mencoba untuk mencari celah melukai Jade. Goresan cakar serigala merah itu mengenai sedikit pergelangan kaki Jade tapi itu tak membuat gerakannya melambat.
Sebentar lagi.
Jade akhirnya menemukan rogue yang lain, entah berapa jumlahnya, ia tak sempat menghitung. Dirinya hanya terfokus pada ketiga serigala yang sekarang sudah masuk perangkapnya.
Setelah sampai, Jade berlari memutar mengambil posisi yang sudah ditentukan. Para rogue pun mengumpat tak percaya bahwa mereka sudah dipermainkan seperti ini. Mereka sebentar lagi menjadi santapan para prajurit yang sudah mengelilinginya, mencoba mencari cara bagaimana keluar dari jebakan.
Jade berjalan mendekati serigala merah yang diketahui sebagai pimpinan kelompok mereka. Jade mengaum di depan wajahnya guna menunjukkan eksistensi siapa yang berkuasa sekarang. Dengan keadaan tak siap Jade menggoreskan seluruh cakarnya di tubuh serigala merah, begitu juga prajurit yang lain. Pertarungan tak bisa dielakkan, meskipun Jade, dan lainnya tahu bahwa mereka akan menang. Tapi tetap saja rogue tetaplah rogue, mereka adalah perusak.
Detik terakhir itu juga Jade mengambil paksa jantung serigala merah dan membuangnya sembarang arah. Pekikan dan rintihan kesakitan tak dipedulikan mereka. Hanya satu yang Jade inginkan memangkas habis rogue yang berada di wilayahnya.
***
"Apa kau baik-baik saja, Rome?" Albert sedikit meringis saat melihat Romeo berjalan pincang.
"Naiklah ke punggungku," tawar Albert saat ingin berubah diri. Romeo hanya tersenyum mendengar temannya sangat khawatir.
"Tenang saja, aku tak apa. Hanya goresan kecil." Albert dan Jack pamit pergi saat Alpha Jonathan menghampirinya.
"Ada apa dengan kakimu, Rome?"
Romeo menundukkan kepala sambil memberikan hormat pada Alpha-nya. Ia sedikit meringis merasakan kakinya yang sedikit kram. "Tadi sempat ada gerombolan rogue yang mampir di wilayah kita, Alpha. Tapi mereka sudah kami bereskan." Senyum semangat dan puas masih tergambar di wajah Romeo. Ya, ia sangat puas hari ini.
Alpha Jonathan menepuk hangat kepala Beta kecilnya yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Ia sangat bangga terhadap Romeo. Pria itu memang pantas bersanding dengan Nickholas. Perpaduan yang pas.
"Rena, kemari, Nak." Jonathan yang melihat Rena tak jauh dari dirinya-sedang menyiram bunga-memanggil untuk mendekat. Tanpa berpikir dua kali Rena memutar kran dan menaruh selang air untuk menghampiri kedua pria beda generasi itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Alpha?" ucap Rena tanpa melihat Romeo yang sudah memalingkan wajahnya.
"Aku minta tolong padamu, obati Romeo dia baru saja bertarung dengan rogue."
Rena yang baru saja mendengar penjelasan Jonathan hatinya langsung berdenyut nyeri, pria itu selalu bertarung dan akan tetap selalu menang. Rena melihat kaki kanan Romeo yang terluka, memang tidak besar tapi cukup dalam bahkan darahnya pun sudah hampir mengering.
"Baik Alpha, saya akan membuat obatnya terlebih dulu." Rena berkata.
Romeo mendesah lega saat Jonathan sudah meninggalkannya di bangku taman. Ia menutup matanya sebentar menikmati angin sore yang berembus.
Sudah dua hari Alpha Nickholas meninggalkan pack untuk urusan mendesak, mau tidak mau pack menjadi tanggung jawabnya meskipun Alpha Jonathan turut membantu. Tapi tetap saja, dia tidak bisa terpaku oleh Alpha Jonathan terlalu sering.
Matanya terbuka saat gadis itu menghampiri dengan membawa baskom dan kotak yang ada di tangan.
"Maaf."
Romeo merasakan kakinya ditaruh ke bangku panjang dan Rena bersimpuh menyejajarkan tubuhnya agar bisa menggapai kaki Romeo. Romeo yang melihat itu hanya bisa terdiam terpaku. Kakinya sedang dibersihkan oleh seorang pelayan yang tanpa mau menatap matanya.
"Rena Schaaci."
Rena yang mendengar namanya disebut lengkap menghentikan usapan pada kaki Romeo dan meremas kuat kain putih yang sudah berganti warna menjadi merah.
"Kau tahu, Rena? Kau di mataku bagaikan apa, hm?"
Rena yang mendengarkan itu mencoba mengabaikan ucapan Romeo dan lebih memilih untuk menaburkan bubuk hijau di atas luka Sang Beta. Dengan hati-hati Rena menaruh kapas agar bubuk itu tertutup dengan sempurna.
Tangannya dengan luwes menutup luka di kaki berotot Romeo dengan kasa putih.
"Sampah. Kau di mataku bagaikan sampah, Rena."
Sudah cukup Rena menahan butiran air matanya, dadanya terlalu sakit saat mendengar ejekan bahkan hinaan yang Beta Romeo lontarkan untuknya. Dengan menghapus bulir air mata yang masih mengalir, ia tetap melanjutkan membalut luka itu dengan hati-hati tak ingin Romeo merasakan sakit. Jemarinya semakin bergetar saat memilin kasa yang hampir habis itu sebagai tindakan akhir.
Perlakuan Rena tak lepas dari mata tajam milik Romeo. Wajah itu semakin berkerut hingga alis tebalnya bersatu. Rena menangis dalam diam tanpa suara, hanya butiran air mata yang masih setia menunjukkan padanya yang sesekali dihapus oleh tangan kurus itu.
"Apa kau masih terlalu percaya diri untuk tinggal di sini, ha?!" Rena berdiri membawa peralatan tadi tanpa menatap Romeo.
"Aku pamit undur diri, Beta."
Sekali lagi, Romeo ditinggalkan sendiri oleh punggung ringkih itu dengan wajah dan mata yang sembab.
***
Sudah tak tahu seperti apa yang Romeo lakukan, ia selalu melihat cercaan dan hinaan yang pelayan lain lontarkan pada Rena. Ia pun sama saja, mereka tak ada bedanya. Ia menghela napas gusar, memikirkan ini sudah bertahun-tahun tapi tak kunjung selesai juga. Rena selalu tak membalas perkataan apa yang sudah di dengarnya. Perempuan itu selalu diam tanpa respons. Seakan ia memang ditakdirkan untuk tuli.
Telapak tangannya terbuka dan menutup dengan durasi lambat. Merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Tangan yang sudah membunuh entah berapa ratus rogue dalam sepuluh tahun terakhir. Apakah ia mampu juga membunuh Rena menggunakan tangannya, mengingat gadis itu dulunya seorang rogue?
Ia bisa melihat gadis tertutup itu yang selalu menyendiri tanpa adanya teman. Tidak akan bersuara jika tidak ditanya. Romeo juga sebenarnya tak akan menyangkal dengan pesona Rena yang cantik. Mata yang lain daripada yang lain, kulitnya putih, dan wajah yang selalu menunduk. Jangan lupakan tubuh yang kurus itu.
"Bagaimana cara melenyapkannya, Jade?"
Serigala yang ditanya pun hanya mendesah pasrah. Ya watak mereka sama. Ingin melenyapkan Rena sedari dulu. "Aku tak tahu, Rome." Hanya itu yang Jade katakan jika Romeo sudah lelah mencari cara bahkan tak berhasil. Karena memang tak pernah ia mulai.
Apakah Rena tak pernah menyerah dan pernah memikirkan hatinya yang selalu sakit setiap hari, karena orang-orang di istana ini. Seharusnya perempuan itu menyerah saja dan keluar dari pack ini dengan cara berbaur dengan manusia di luar sana. Itu akan membuat tugasnya selesai dan tidak ada ganjalan yang masih menyangkut di pikirannya.
Ia masih ingat sembilan tahun lalu tepatnya di sisi Barat wilayah penjagaan di mana gadis kecil ditemukan oleh warior-nya.
"Beta ada seorang gadis kecil di Barat. Bisakah kau kemari." Romeo yang saat itu sedang berlatih dengan warior yang lain segera bergegas menghampiri Jack.
"Tahan dia untuk tetap di sana, Jack."
Gadis kecil siapa yang berani masuk ke wilayahnya seorang diri tanpa penjagaan dari orang tua. Jikalau memang ia rogue, dirinya tak segan-segan untuk menghabisi saat itu juga.
Romeo melihat gadis kecil sedang duduk di tanah bersama Jack dan Theo. Ia melihat Jack dan Theo memberikan makanan pada gadis itu sambil mengobrol. Ia semakin mengerutkan keningnya saat dadanya berdebar-debar dan keringat dingin membasahi keningnya.
Romeo berjalan menghampiri mereka dengan perlahan, matanya masih terfokus pada mata sipit aneh gadis itu. "Di mana kalian menemukan anak kecil ini?" Suara bariton nan dalam itu mengagetkan Rena. Tanpa menduga juga kalau makanan di tangannya terjatuh. Ia beringsut mundur mendekati sisi pohon meminta perlindungan. Raut muka yang ketakutan dan memerah membuat Romeo semakin jengkel pada gadis itu.
"Beta, kami menemukannya di sini." Jack segera berdiri diikuti oleh Theo.
Romeo menatap tajam dan jeli pada gadis itu. Gaun kuning itu sobek dimana-mana dan banyak sekali kotoran di sana. Apakah benar gadis ini serigala liar, tapi jika bukan kenapa tidak ada ciri khas aroma pack yang menguar di tubuh gadis ini.
Romeo segera mengeluarkan belati di kantong celananya, membuat anak kecil itu semakin takut dan terisak lirih.
"Tidak-tidak ... kumohon jangan bunuh aku ...."
Jika saja ia membunuh Rena sedari awal tanpa diketahui Beta Christopher, sudah dipastikan ia tak akan pernah melihat wajah putih pucat itu lagi.
Hatinya berdenyut nyeri mengingat itu semua.
Matanya melalang liar memperhatikan kamarnya. Ia bukan pria munafik dan juga pria yang baik-baik Di umurnya yang sudah kepala tiga, pasti mendambakan pasangan sempurna yang selalu siap memberikannya kepuasan. Apalagi dia belum pernah merasakan apa itu kenikmatan duniawi, berbeda dengan Alpha Nick yang sudah biasa merasakan itu semua dengan perempuan berbeda.
Bab 1 Asa Yang Terenggut
03/09/2022
Bab 2 Perempuan Bermata Aneh
03/09/2022
Bab 3 Pesta
03/09/2022
Bab 4 Ingin Bebas
03/09/2022
Bab 5 Penghinaan
03/09/2022
Bab 6 Peri(o)ld
03/09/2022
Bab 7 Beta Romeo Yang Cemburu
03/09/2022
Bab 8 Lebih Dari Itu
03/09/2022
Bab 9 Kesedihanku
03/09/2022
Bab 10 Daun Musim Gugur
03/09/2022
Bab 11 Bersikap Biasa Saja
07/09/2022
Bab 12 Kelakar Raven
07/09/2022
Bab 13 Pelampiasan
07/09/2022
Bab 14 Menjauh
07/09/2022
Bab 15 Jarak
07/09/2022
Bab 16 Yang Semakin Meresahkan
07/09/2022
Bab 17 Antara Kita
07/09/2022
Bab 18 Candala
07/09/2022
Bab 19 Terlepas
07/09/2022
Bab 20 Evora Lorelie
07/09/2022
Bab 21 Pengganggu
07/09/2022
Bab 22 Riesling
07/09/2022
Bab 23 Makin Pelik
07/09/2022
Bab 24 Belitan Di Hati
07/09/2022
Bab 25 Pengakuan
07/09/2022
Bab 26 Detik
07/09/2022
Bab 27 Biarkan Dia Jatuh
07/09/2022
Bab 28 Harapan
07/09/2022
Bab 29 Paman Lashawn
07/09/2022
Bab 30 Salah
07/09/2022
Bab 31 I Will Try To Fix You
07/09/2022
Bab 32 Kabut
07/09/2022
Bab 33 Kejadian Yang Diinginkan
07/09/2022
Bab 34 Kejadian Yang Diinginkan 2
07/09/2022
Bab 35 Tawanan Hati
07/09/2022
Bab 36 Kau Masih Adikku
07/09/2022
Bab 37 Hate Potions
07/09/2022
Bab 38 Ada yang Mencoba Berkhianat
07/09/2022
Bab 39 Tidak Pernah Membayangkan
07/09/2022
Bab 40 Bayangan
07/09/2022
Buku lain oleh kaagaluh
Selebihnya