Cita-cita Amara hanya satu, ingin membahagiakan keluarganya. Sangat klasik memang, tapi seperti itulah inginnya. Di saat Amara sedang menata kehidupannya yang tak lengkap, di saat itu pula banyak kejadian yang tak bisa ia hindarkan. Bertemu dengan ayah kandung yang sudah 'membuangnya' membuat luka Amara semakin menganga. Terlebih ia bertemu dengan Angkasa, pria dengan penuh sejuta pesona. Angkasa yang terus saja mendekatinya hingga benar-benar membuat ia jatuh hati. Tapi pria itu memberikan kekecewaan lain pada Amara, memberikan posisi yang seharusnya tak ia duduki. Orang ketiga atau biasa disebut perusak hubungan orang. Bisakah Amara mengharapkan cahaya dalam hidupnya walau redup?
"Pak, apakah perlu saya bawakan kopernya?" tawar pria yang berumur sekitar 45 tahunan. Dengan tergesa ia mengambil tas besar yang masih ditarik Angkasa saat melewati ramainya pengunjung bandara.
Berhari-hari menghadiri rapat bisnis di kota Malang membuat Angkasa ingin segera merebahkan badan di kasur kesayangannya. Apalagi pesawat yang tertunda hampir tiga jam karena hujan yang mengguyur membuat ia benar-benar lelah.
"Terima kasih, Pak Iwan." Ia menyodorkan koper hitamnya pada sopir perusahaan yang ditugaskan menjemputnya di Bandara.
"Pak Angkasa ingin makan atau singgah dulu?" tanya Pak Iwan saat sudah berada di belakang kemudi. Sedangkan Angkasa yang sibuk memasang sabuk pengamannya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi menggelengkan kepala.
"Langsung pulang saja, Pak." Tangannya merogoh kantong celana dan memeriksa ponsel yang sedari tadi dimatikan.
Pak Iwan yang mendengar jawaban atasannya hanya bisa mengangguk patuh dan segera menghidupkan mobilnya. "Bapak bisa tidur nanti kalau sudah sampai saya bangunkan," tawar Pak Iwan lagi saat melihat wajah lelah Angkasa.
Pak Iwan begitu menghargai Angkasa sebagai atasan karena pria itu salah satu orang yang selalu peduli dengan orang lain. Tidak memandang jika dia seorang sopir atau apa pun itu terbukti jika sedang bersama dirinya, Angkasa sendiri tak mau duduk di bangku belakang dan selalu duduk di depan.
"Bangunkan saya, ya, Pak."
"Baik."
Empat hari menginjakkan kaki di kota yang mempunyai julukan Paris of East Java membuat Angkasa yang mempunyai tugas dalam pengelolaan perusahaan benar-benar lelah. Atasannya memberikan dirinya mandat untuk memulai semuanya tanpa terkecuali.
Venus Foods, perusahaan yang berjalan di bidang makanan dan minuman ingin bekerja sama dengan petani lokal Malang untuk memproduksi sari apel dalam jumlah besar. Tak hanya perusahaan yang diuntungkan karena mempunyai ide yang baru, petani lokal pun bisa disejahterakan.
Ponselnya bergetar membuat Angkasa yang bangun dari tidur ayam-ayamnya. Matanya menyipit saat melihat siapa yang berani menelepon.
'Della Calling'
Hanya gumaman yang Angkasa berikan sebagai kata pembuka jujur ia sangat terganggu, ia hanya ingin tertidur sebentar saja.
"Mas? Kamu sudah landing, kok tidak langsung hubungi aku?" cecar perempuan di seberang sana membuat Angkasa sedikit jengah.
"Aku ada rencana hubungi kamu kalau sudah sampai rumah."
"Kamu sekarang sudah sampai mana?"
"Masih di jalan. Nanti aku hubungi kamu lagi ya." Pemutusan sepihak oleh Angkasa membuatnya menghela napas kasar.
Pak Iwan yang mendengarkan atasannya sedikit mengumpat tak berani bersuara, kalau berhubungan dengan wanita memang susah. Apalagi kekasih Angkasa, ia tahu wanita itu. Wanita yang pernah datang ke kantor membawakan makan siang untuk atasannya. Tak sering memang, namun bisa membuat gosip bagi banyak karyawan.
"Pak Iwan, kita lebih baik singgah dulu saja, ya." Sambil menaruh kasar ponsel di pahanya.
"Siap laksanakan, Pak." Mobilnya yang sudah keluar dari jalan tol mencari kafe atau restoran terdekat untuk mendinginkan kepala sang atasan.
**
"Pak, bagaimana keadaan istri dan anak-anak?" Sambil menghisap rokoknya, Angkasa menatap pria yang duduk di hadapannya sedang menyeruput kopi.
"Mereka alhamdulillah baik, yang kecil tahun ini sudah kelas lima sekolah dasar," jawab Pak Iwan.
Angkasa hanya mengangguk-angguk.
Banyak sedikit Pak Iwan bercerita tentang kehidupan keluarganya, yang dulunya ia sopir salah satu perusahaan terbesar di Jakarta tapi tidak mendapat hak yang memuaskan dan akhirnya pemutusan sepihak. Menjalani hidup menjadi sopir ojek online dengan bermodal motor yang mendapatkan penghasilan tak menentu membuat Pak Iwan mencoba melamar pada perusahaan Venus Foods dan alhasil kesabaran Pak Iwan membuahkan hasil.
"Bapak sudah tahu belum kalau perusahaan ada beasiswa untuk anak pegawai yang mendapat peringkat satu sampai tiga?" tanya Angkasa.
"Saya belum tahu, Pak."
"Coba ajukan saja Pak, nanti saya bantu untuk teruskan ke bagian kepegawaian. Sayang kalau anak Pak Iwan dapat peringkat tapi dibiarkan begitu saja." Pengajuan yang Angkasa berikan membuat Pak Iwan bersyukur, selama satu tahun ia bekerja ia baru tahu jika ada sistem itu di perusahaan.
Ponselnya kembali bergetar, tanpa berlama-lama ia segera mengangkatnya. "Assalamualaikum. Iya, Ma?"
"Kasa bentar lagi sampai rumah kok." Isapan terakhir pada rokoknya dan mematikannya di asbak yang tersedia.
"Katakan sama Dellandra besok saja kalau ingin bertemu, Kasa lelah."
"Waalaikumsalam." Tangannya mengusap kasar wajahnya.
"Mau jalan sekarang, Pak?" ajak Pak Iwan setelah mendengar percakapan Angkasa.
**
"Oh iya Pak Iwan ini ada oleh-oleh untuk anak Bapak." Angkasa memberikan paper bag berwarna kuning.
"Apakah tidak merepotkan, Pak?" Pak Iwan menunduk hormat. Tpi atasannya hanya menggeleng dan kembali menyodorkan bungkusan itu. Akhirnya ia mengambil dan pamit pulang.
"Kak Kasa!" teriak perempuan yang sudah melihat Angkasa masuk sambil membawa barang bawaan. Angkasa yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas.
"Mana oleh-olehnya?" tanya Antariksa, Riksa adalah adik perempuan Angkasa.
Angkasa yang mendengar tuntutan Riksa hanya mendorong dahi perempuan itu. "Kamu menghampiri Kakak hanya ingin ini?"
"Kak, ini keju yang lagi viral itu 'kan?" Tangan Riksa membuka paper bag berwarna kuning dan membuka isinya.
"Iya, kakak memang sengaja beli untuk bahan rapat kantor. kalau kamu mau, ambil saja tapi jangan semua." Angkasa mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu membiarkan Riksa membuka semua barang bawaan dirinya.
"Mama mana?" tanya Angkasa saat melihat situasi rumah yang sepi.
"Di belakang sama Mbak Della."
Kening Angkasa berkerut, ternyata perempuan itu tak pernah main-main dengan perkataannya. Della tadi memberitahunya akan datang ke rumah saat dirinya sudah pulang dari tugas.
"Della sudah dari tadi di sini?" tanya Angkasa mencoba menginterogasi adiknya.
"Kira-kira dua jam yang lalu," jawab Riksa sambil memakan keripik buah.
Dua jam yang lalu? Berarti saat wanita itu meneleponnya dan langsung ke rumah. Luar biasa.
Angkasa menarik kopernya dan menuju kamarnya di lantai dua, ia akan membersihkan diri karena yang ia tahu dirinya untuk saat ini tidak akan pernah bisa beristirahat.
Menyegarkan tubuhnya di pancuran air dingin membuat otot-otot Angkasa yang tadinya kaku menjadi lemas. Sebenarnya tuntutan pekerjaan membuat dirinya tak bisa tidur dengan nyaman beberapa minggu dan puncaknya adalah hari ini. Tapi mengingat Dellandra yang sudah berada di rumahnya membuat ia harus melupakan lelahnya.
Pacar sekaligus tunangan karena perjodohan orang tua dari kedua belah pihak membuat Angkasa tidak bisa berkutik. Meski umurnya yang bisa dibilang muda untuk menjadi seorang manajer, tapi umur tiga puluh tahun sudah cukup matang untuk menjadi imam keluarga.
Ayah dan Ibunya sudah mewanti-wanti untuk Angkasa segera melamar, tapi berbagai alasan yang Angkasa berikan membuat kedua belah pihak tak bisa berbuat apa-apa. Angkasa belum siap, belum siap jika Dellandra yang menjadi istrinya.
"Mas Kasa, mama dan papa selalu mencari kamu loh. Katanya kamu jarang main ke rumah," ujar Della menatap pacarnya di balik kemudi. "Mereka juga mengajak kamu makan malam."
Angkasa mendengarkan saja tanpa merespons, jalanan yang lumayan padat mengingat ini adalah malam minggu membuat ia jengkel. Ia memang ingin cepat-cepat mengantar kekasihnya pulang, dengan begitu ia bisa dengan bebas mengurung diri di kamar tercinta.
Matanya menatap langit, beberapa jam yang lalu terjadi hujan tapi sekarang langit sudah terlihat cerah bahkan sorot jingga sudah makin terlihat.
"Mas ...," tepuk Della pada lengan Angkasa karena tak diberikan jawaban.
"Aku 'kan tadi sudah katakan, kalau Mas lelah lebih baik tidak usah antar aku. Aku bisa pulang sendiri." Della merasa tak enak hati. Tapi seketika pipinya merona saat Angkasa membalasnya dengan senyum yang terlampau manis.
"Aku takut terjadi sesuatu sama kamu di jalan."
Mobilnya sudah sampai tepat di depan rumah Della, tapi ia tak berniat untuk singgah. "Aku langsung, ya, Dell. Salam untuk tante dan om. Maaf tidak bisa singgah." Meskipun begitu, ia tetap membukakan pintu serta sabuk pengaman untuk Della.
"Tidak apa, Mas. Nanti aku sampaikan ke mama. Kamu istirahat ya." Della mencium bibir Angkasa membuat pria itu tersenyum dan balas menciumnya singkat.
Dengan cepat ia pun melajukan kemudinya, akhirnya sudah selesai satu urusan.
Bab 1 BAB 01
20/12/2021
Bab 2 BAB 02
20/12/2021
Bab 3 BAB 03
20/12/2021
Bab 4 BAB 04
20/12/2021
Bab 5 BAB 05
20/12/2021
Bab 6 BAB 06
20/12/2021
Bab 7 BAB 07
20/12/2021
Bab 8 BAB 08
20/12/2021
Bab 9 BAB 09
20/12/2021
Bab 10 BAB 10
20/12/2021
Bab 11 BAB 11
21/12/2021
Bab 12 BAB 12
21/12/2021
Bab 13 BAB 13
21/12/2021
Bab 14 BAB 14
21/12/2021
Bab 15 BAB 15
21/12/2021
Bab 16 BAB 16
21/12/2021
Bab 17 BAB 17
21/12/2021
Bab 18 BAB 18
21/12/2021
Bab 19 BAB 19
21/12/2021
Bab 20 BAB 20
21/12/2021
Bab 21 BAB 21
21/12/2021
Bab 22 BAB 22
21/12/2021
Bab 23 BAB 23
21/12/2021
Bab 24 BAB 24
21/12/2021
Bab 25 BAB 25
21/12/2021
Bab 26 BAB 26
21/12/2021
Bab 27 BAB 27
21/12/2021
Bab 28 BAB 28
21/12/2021
Bab 29 BAB 29
21/12/2021
Bab 30 BAB 30
21/12/2021
Bab 31 BAB 31
21/12/2021
Bab 32 BAB 32
21/12/2021
Bab 33 BAB 33
21/12/2021
Bab 34 BAB 34
21/12/2021
Bab 35 BAB 35
21/12/2021
Bab 36 BAB 36
21/12/2021
Bab 37 BAB 37
21/12/2021
Bab 38 BAB 38
21/12/2021
Bab 39 BAB 39
21/12/2021
Bab 40 BAB 40
21/12/2021
Buku lain oleh kaagaluh
Selebihnya