Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
TRIANGLE LOVE: Duda VS Siswa SMA

TRIANGLE LOVE: Duda VS Siswa SMA

phantompuella

5.0
Komentar
121
Penayangan
3
Bab

"Ka ana, aku tidak ingin mengalami kegagalan yang sama," ucap Eriko setengah mabuk. Ia datang entah dari mana, membuka jersey yang setengah basah dan menampakan tubuh atletisnya di depan Joana yang baru bangun dari tidur. Eriko memeluk erat Joana tanpa aba-aba. * "Joana, sudah lama sekali aku tidak melakukan ini. Rasanya seperti yang redup mulai hidup," bisik Jonathan di telinga Joana yang membelakanginya. Jonathan terus mendorong tubuh mungil Joana dan menghimpitnya ke arah jendela kaca, tiap bisikan demi bisikan membuat ekspresi Joana begitu bergairah dari pantulan kaca. *** Joana memilih hidup sendiri bertahun-tahun dengan cara nomaden di mobil van-nya, ia memilih menjadi orang yang sangat terbuka terhadap sebuah hubungan. Namun semua berubah setelah ia kembali ke tanah di mana cinta lamanya tumbuh dan menerima projek penting. Joana tidak tahu berawal dari menerima projek di sekolah swata yang elit akan mempertemukannya dengan lelaki muda yang sedang menggebu-gebu untuk merasakan cinta pertama. Tidak sampai di sana, ia juga bertemu kembali duda muda yang pernah mengisi hatinya. Hubungan rumit yang telah Joana ciptakan berawal dari ketidakpastian dan menjadi bencana. Kini tubuhnya terikat dengan dua orang itu, ia kesulitan memilih salah satu dari mereka. Bagaiman Joana mengatasinya?

Bab 1 DI PERMALUKAN ANAK BASKET

Kriing!

Panggilan dering ponsel saling bersahut mengejutkan pagi yang mengganti kokok ayam jantan. .

Clack!

Joana menghentak keras alarm di samping kasur kecilnya. Ia adalah wanita dewasa yang biasa tinggal di mobil van dan sudah berada di ibu kota selama beberapa bulan, ia kembali ke tanah tempatnya menuntut ilmu karena sebuah projek dari studio tempatnya bekerja.

"Hadeh, kapan aku bisa bangun tidur dengan kepala yang segar," gerutunya sembari keluar dari van car yang ia parkirkan di lapangan parkiran studio. Ia merenggangkan badannya di pagi hari yang langit masih menggelap.

'Masih gelap ternyata, kupikir aku overslept! Alarm ga guna!'

Joana melihat pintu studionya yang masih tertutup. Ia di izinkan untuk datang lebih awal dan menumpang mandi di studio sesekali dengan atasannya yang memang teman sendiri.

Ah apa aku lari pagi saja ya.

Tanpa pikir panjang Joana lari pagi di taman tak jauh dari studio dengan masih menggunakan pakaian tidur dan hanya menggunakan sandal swallow. Ia menyeringai sepanjang langkahnya menyadari semua orang memperhatikan sikapnya yang unik dan aneh.

"Yah persetan kan dengan penampilanku. Olahraga saja sana yang betul!" gerutunya dengan berbisik sepanjang perjalanan.

Hanya sekali putaran, Joana memilih mengistirahatkan kakinya di sebuah ayunan yang menghadap lapangan basket. Ia melihat sekelilingnya, gadis itu menarik dan mengeluarkan nafasnya dengan panjang sampai ia melihat sesosok lelaki dengan postur tubuh menarik yang sedang bermain basket.

'Ada juga yang aktif sepagi ini?'

Joana terus memperhatikan lelaki itu sampai ia tercengang dengan penampilan pemain basket yang tiba-tiba membuka atasan jersseynya di lapangan.

"WTF!"

Joana tak memalingkan pandangannya beberapa saat ke arah perutnya yang membentuk dan bahunya yang sangat lebar. Seketika ia menelan salivanya membayangkan dirinya digendong lelaki yang sedang berkeringat dan otot yang sangat terbentuk.

Seketika gadis itu berkeringat dingin, sampai mata mereka bertemu satu sama lain dan ia spontan membalikan badannya.

"Mesum!" Ucap lelaki itu dengan suara datar yang bisa Joana dengar.

Bagai di sambar petir, suara datar dengan nada yang bahkan tidak memekik itu seperti menyelimuti dan mengelilingi taman tempat mereka bertemu.

'Hah? Apa tadi dia bilang?! Apa aku harus memperjelasnya kalau aku tidak sengaja melihatnya?! Atau tidak perlu ya.'

Joana bingung dan masih membalikan badannya darinya sampai orang yang ia pikirkan itu telah lama pergi dari sana.

'Ah aku bilang saja aku tidak sengaja menatapnya. Toh di sini cuma ada kam-'

Baru saja Joana berniat memperjelas keadaannya, lelaki itu sudah tidak ada di sana.

"Waduh, kemana dia? Apa benaran manusia tadi?" Joana merasa merinding setelah menerka-nerka hal bodoh itu.

"Ah mana mungkin kan, hantu?" tanyanya pada diri sendiri, "T-tapi. Ah tidak mungkin. Tapi bisa jadi mungkin karena dia terlalu sempurna untuk jadi manusia, itu masuk akal aja sih..." sepanjang langkahnya dan kembali ke mobil van, ia terus membayangkan hal itu.

Setelah sampai di mobil van yang sekaligus rumahnya, Joana merasa sangat kelelahan dan memilih berbaring sebentar namun tak di sangka ia terbangun dua jam kemudian setelah atasannya menggedor pintu mobil van miliknya.

***

"Hadeh ..." Joana mendengus kesal sepanjang perjalanannya ke sekolah.

Ia mendapatkan projek dari studio yang sedang bekerja sama dengan sekolah swasta internasional di tengah ibu kota.

'Cuma karena telat sejam doang, dia sampe marah-marah begitu. Cih. Dia aja datang terlambat terus beberapa hari ini!'

"Untung aja ada kenalan di sini," lirihnya, ia merasakan gugup yang semakin menjalar di tubuhnya karena ini hari pertamanya melakukan di sekolah swasta yang sangat megah. Joana sudah kagum sejak ia masuk dari pintu gerbang, ia melihat pemandangan yang tak biasa ia lihat di sekolahnya dahulu.

Sepanjang langkahnya ia berjalan menyusuri lorong yang bersih dan wangi, bahkan tiap kramik terjaga kualitasnya. Tapi satu yang menarik perhatiannya, seorang ibu paruh baya yang sibuk memunguti sampah yang berserakan di lantai depan ruangan yang bertuliskan klub basket.

Melihat ibu itu, hati Joana tergerak untuk membantunya yang kesusahan menuang tong penuh ke dalam kantong sampah. Terlebih lagi ia melihat beberapa kali sampah yang di lempar dari lubang jendela di ruang yang terdengar ramai, hal itu membuat sang ibu bertambah kerepotan karena memunguti satu persatu sampah yang jatuh.

'Apa-apaan dah, muridnya manusia apa primata sih?'

Tanpa banyak bicara, Joana langsung membantu, namun baru saja memegang tong sampah, sebuah bekas kotak susu ukuran satu liter terlempar di kepalanya.

Seketika Joana mengambil sampah kotak susu itu, dan menatap ke arah jendela. Matanya bertemu dengan beberapa wajah tengil murid lelaki. Mereka puas menertawakan ekspresi kesal Joana, wanita itu bertambah kesal lalu meremas kotak susu itu dan secepat kilat melempar balik ke arah mereka.

Namun tampa perhitungan Joana, seseorang menangkap lemparan itu. Salah seorang lelaki muda dengan seragam yang dikeluarkan datang entah dari mana, dengan postur badan yang pas disebut atlet profesional menangkap lemparan Joana dengan sigap.

"Kenapa melempar sampah ke ruangan kami?"

"Huh?" seketika Joana yang tadi kesal bertambah kesal karena dituduh seperti pembuat masalah.

Ia menarik nafas panjang, menahan emosinya.

"Bukankah aneh jika aku melempar tanpa alasan?!" tanya balik Joana dengan nada penekanan.

"Tau ga kalau kami ini anggota klub basket yang sangat disegani di sini. Aku bisa saja langsung membuatmu bermasalah kalau mencari gara-gara dengan kami."

Mendengar perkataan sombong itu, batin Joana bertambah panas di tambah melihat pelaku pembuat onar yang terus cengengesan membuat pipi Joana memerah seolah menahan tangis. Ia berusaha melindungi ibu paruh baya di belakangnya dan terus mendorong ibu itu agar tak maju menghadapi mereka.

Lagi-lagi Joana menghela nafas menahan emosinya, "Hei?" panggil Joana. "Pertama, aku ini bukan pekerja di sini." Joana menatap ke arah lelaki muda tengil yang sedari tadi berlirih mengucapkan akan membuat ia di pecat. "Kedua, aku ini baik loh, mengembalikan itu ke pemiliknya. Dan ketiga," Joana menyentuh telinganya lalu menunjuk ke arah CCTV yang tertempel di ujung lorong. "Kau lihat? Ada bukti di sana ruangan ini di penuhi murid yang tidak memiliki sifat tanggung jawab," ujar Joana dengan panjang lebar yang di dengarkan seksama oleh lelaki muda di depannya.

"Wah, bukankah dia jadi berani banget. Padahal bukan pekerja di sini," sahut salah satu dari mereka yang sejak tadi cengengesan di depan Joana, "Kalau kita tidak bisa memecat dia, pecat aja ibu tukang bersih-bersih bau itu!" balas yang lainnya.

Joana seketika panik mendengar sahutan terakhir akan berimbas pada ibu tua yang sejak tadi membujuk dirinya untuk pergi dan tidak meladeni mereka.

'Ah ya tuhan! Aku mengacaukan hari pertamaku-'

"Tak bisakah kalian diam?" sentak lelaki muda yang memegangi kotak susu itu. "Apa yang di katakana dia benar? Kalau kalian yang membuang sampah dengan cara melempar? Tunjuk tangan siapa. Kuberi waktu 5 detik!"

Seketika seorang murid yang sedari tadi cengengesan mengaku, bahkan sebelum lima detik itu dimulai. Joana di buat merinding dengan orang yang baru saja ia hadapi.

"Kalau begitu segera minta maaf dan pergi kelapangan,"

"Hah?"

"Apa aku harus mengulanginya?" tanya lelaki muda itu dengan tegas.

Ia terus memperhatikan temannya itu sampai ia benar-benar meminta maaf pada Joana dan ibu pembersih. Saat urusan mereka telah selesai, lelaki yang menekan mereka mengizinkan mereka untuk bubar.

"Eh tunggu!" panggil Joana.

Seketika lelaki itu membalikan badan dan menatap tajam Joana, mendesak Joana untuk segera berbicara.

"Terimakasih sudah mendesak temanmu untuk mengakui kesalahannya, tapi apa kau bisa menjamin keselamatan kami? Kau tau maksudku kan?"

'Lihat saja wajah-wajah mereka yang beringas itu, seolah mengatakan "Tunggu saja kalau ketemu lagi."'

"Memang keselamatanmu urusanku?" tanyanya balik. "Kamu sendiri yang bilang kamu bukan pekerja di sini. Kalau yang kamu maksud ibu itu, aku bisa menjaminnya." Lelaki itu kembali melirik ke arah temannya. "Aku kapten di klub ini, menjamin anggotaku tidak akan melakukan hal bodoh yang membuang-buang waktu!" ucapnya lalu berlalu tanpa sepatah katapun.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku