Kesalahan Rayhan dalam mengenali seseorang karena pengaruh alkohol di malam itu, nyatanya membawa masalah beruntun dalam hidupnya. Kejadian malam itu menjadi petaka untuk hidup Rayhan dan juga Reina– si gadis malang yang menjadi korban dari ulah Rayhan. Hidup damai yang sebelumnya mereka rasakan bersama kekasihnya masing-masing, setelah kejadian malam kelam itu menuntun mereka pada permasalahan yang pelik. Rayhan dan Reina menikah atas dasar paksaan, belum ada cinta di antara keduanya. Berbagai permasalahan muncul di rumah tangga mereka. Rayhan juga menikahi Enzy kekasihnya, dan menempatkan mereka di satu atap yang sama. Bagaimana mungkin Reina bisa bertahan sementara keberadaannya tidak pernah dianggap. Dia pun memutuskan untuk pergi sampai akhirnya Reina bertemu dengan Bian, teman sekolah yang sedari dulu mencintai Reina. Akankah Reina meninggalkan Rayhan dan menjalin hubungan dengan Bian, ataukah bertahan dengan sakit hati yang tidak pernah ada habisnya karena menjadi istri pertama tapi tidak pernah dianggap? Ikuti kisahnya, yaa~
Reina Amanda, seorang guru matematika yang mengalami nasib nahas di tengah kerasnya ibukota.
Kehidupan Reina sebelumnya berjalan baik-baik saja sebelum kejadian buruk menimpa dirinya. Suatu kejadian yang membuat hidupnya berubah 180 derajat.
Kejadian itu bermula saat Reina mengajar les private di rumah salah satu muridnya. Malam itu hujan turun sangat deras dan petir saling bersahutan sehingga menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Reina dipaksa menginap oleh sang pemilik rumah. Dan di rumah itulah semua penderitaan Reina dimulai.
***
Tengah malam aku terbangun dari tidurku. Aku merasa tenggorokanku sangat kering. Aku haus dan aku memutuskan ke lantai bawah untuk mengambil air minum.
Setiap sudut ruangan terlihat sangat gelap, hanya beberapa lampu saja yang menyala. Aku turun pelahan-lahan menuju dapur untuk mengambil minum.
Setelah minum aku kembali ke kamar. Namun sebelum aku sampai, aku mendengar ada seseorang yang memanggilku.
"Hei! Apa yang kamu lakukan di sini? Belum puas kamu membuatku terluka karena kepergian mu? Sekarang kamu harus menebusnya!" ucap pria tak ku kenal sambil mendekat ke arahku.
Aku sangat takut. Aku berusaha membuka pintu kamar dengan susah payah. Entah mengapa di saat genting seperti ini, pintu itu tak mau berkerja sama dengan baik.
Dia semakin dekat. Tubuhku kian bergetar. Rasanya aku ingin kabur namun kakiku terasa kelu, sangat sulit untuk ku langkahkan. Aku mencoba berteriak minta tolong namun percuma. Hujan masih deras, tidak mungkin orang lain mendengar teriakkan ku.
Aku mencium bau alkohol yang sangat menyengat. Matanya merah terlihat wajah orang yang sedang frustrasi. Dia berjalan sempoyongan mendekatiku.
"Ikut aku!" teriaknya sambil menarik tanganku dengan kencang.
"Tidak! Aku tidak mau!" tolak ku, aku berusaha menolak dan melepaskan genggaman tangannya.
Dia masih terus menggeretku lalu mengajakku masuk ke sebuah kamar yang berada di samping kamarku. Dia melemparku ke ranjangnya dengan kasar. Entah apa yang akan dia lakukan terhadapku, kini dia mulai membuka bajunya.
"Apa yang akan kamu lakukan?" tanyaku penuh ketakutan. Aku terus meringsut mundur hingga tubuhkumembentur penyangga ranjang.
"Kamu harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah kamu perbuat," ucapnya penuh amarah sambil melempar bajunya ke sembarang arah.
"Kamu salah orang! Bahkan saya tidak mengenal kamu sama sekali!" teriakku mencoba mengingatkan.
"DIAM! Kamu sudah membuatku hampir gila karena kepergian mu. Setiap malam aku menghabiskan malam dengan meminum minuman yang tidak pernah aku sentuh sebelumnya. Sekarang aku menjadi orang yang tidak terkendali itu semua karena KAMU!" balas pria itu belum juga tersadar.
"Tapi saya bukan orang yang kamu maksud, sungguh!" ucapku sejujur-jujurnya.
Aku melipat kedua kakiku untuk menutupi bagian tengah badanku, kemudian aku menarik selimut dan menutupnya rapat-rapat. Aku berharap dia tidak melakukan hal-hal yang akan membuatku hancur.
Tiba-tiba saja dia menyergapku tanpa ku duga. Dia membuang selimut lalu menarik kakiku. Tubuhnya kini menindih tubuhku. Sekarang kami hanya berjarak beberapa jengkal.
"Apa yang akan kamu lakukan? Aku mohon, jangan lakukan tindakan yang dapat menyulitkan kita berdua. Aku bukan orang yang kamu maksud, aku sama sekali tidak mengenal kamu," ungkapku. Aku mencoba menjelaskannya.
"DIAM!! Aku bilang kamu diam! Kita akan melakukan hal itu lalu kita akan menikah. Dan ... tidak akan ada lagi yang menghalangi kita, Sayang," ucapnya sambil membelai pipiku. Membuat ku risih dan jijik lalu spontan mendorongnya.
"Apa yang kamu lakukan? Kamu berani, huh?"
Kini tatapan matanya berkali-kali lipat terlihat marah, lebih dari sebelumnya. Dia bangkit dan menyergap ku kembali. Ia menindih tubuhku tanpa membiarkan ada jarak sedikit pun. Tubuh kami saling menempel. Rasanya aku sangat jijik, dia menyentuh tubuhnya semaunya.
Dia mulai mencium bibirku dan melumatnya dengan kasar. Aku merasa jijik diperlakukan seperti itu, bahkan bukan orang yang aku cintai. Dia merenggutnya begitu saja.
Aku masih terus mencoba untuk mendorong dan melepaskan diri, namun hasilnya sia-sia, karena tubuhnya jauh lebih besar dari pada tubuhku.
Dia masih terus menjamahi tubuhku dengan seenaknya. Rasanya aku sudah tidak tahan lagi dan ingin membunuhnya saat ini juga.
Ke bawah dan semakin ke bawah, dia terus mempermainkan tubuhku dengan penuh nafsu yang semakin menggelora. Merasa tubuh ini adalah miliknya.
Dia telah melepas dan membuang semua pakaian ku, hingga membuat tubuhku polos tanpa ada benang yang tersisa. Aku merasa hina. Hal yang selama ini aku jaga, hilang begitu saja dengan tidak terhormat.
Pada akhirnya, dia melakukan ritual yang seharusnya menjadi momen sakral untuk setiap pasangan setelah menikah. Tapi kini, tanpa ada ikatan apapun, bahkan aku tidak mengenalnya, dia merenggutnya begitu saja.
Terdengar suara pelepasan yang sangat menjijikkan. Dia telah mengambil hartaku yang sangat berharga dari tubuhku.
Aku menatapnya dengan murka. Ingin rasanya aku menenggelamkannya di dasar laut yang paling dalam.
Dengan tidak bersalahnya dia tidur dengan pulas, setelah apa yang dia lakukan terhadapku. Aku masih tidur di sampingnya, lalu aku merosot ke tepi ranjang dan menutupi tubuhku dengan selimut. Aku menangis sejadi-jadinya.
Tubuhku tidak ada lagi yang berharga. Tidak ada lagi yang bisa ku banggakan. Apa yang aku jaga dan aku lindungi selama ini sudah tidak ada artinya lagi. Tubuhku kini menjadi hina. Bahkan impian untuk menikah dengan Niko seakan-akan telah sirna. Aku tidak pantas bersanding dengannya. Aku sudah sangat kotor, aku menjijikkan dan aku sudah tidak suci lagi.
Aku mulai menjumputi bajuku yang berserakan di mana-mana. Lalu aku memakainya dan pergi meninggalkan laki-laki bejat itu di kamarnya.
Aku berjalan menuju kamarku dengan susah payah, karena rasa perih yang ada di bagian sensitifku. Aku melangkah menuju kamar mandi. Ku nyalakan shower, mengguyur dan meringkuk di bawah sana.
"Ibu, maafkan aku. Maafkan aku ibu!"
Aku memukuli kepala dan juga seluruh tubuhku. Aku merasa sangat kotor. Aku ingin menghilangkan bekas sentuhan dari laki-laki jahanam itu. Lagi dan lagi aku menangisi hidupku yang sudah tak berharga.
"Kak Niko, maafkan aku yang tidak bisa menjaga yang seharusnya menjadi milik kamu. Bahkan sekarang, untuk menatapmu saja sudah membuatku sangat malu," kataku. Masih dengan iringan tangisan yang meraung.
Setelah membersihkan diri, aku memakai baju bekas pakai kemarin. Aku melihat layar ponsel ku menunjukkan pukul setengah empat dini hari.
Aku bergegas untuk pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Berada di rumah ini membuatku semakin ingin menangis.
Keadaan masih sangat gelap dan sepi. Perlahan aku menuruni tangga dan membuka pintu dengan sangat pelan agar tidak membangunkan orang yang berada di rumah ini.
Saat aku ingin membuka gerbang seorang satpam menghampiriku.
"Anda mau ke mana, Nona. Ini masih sangat gelap. Biar diantar sama supir di rumah ini, ya," tawar satpam itu.
"Tidak perlu, Pak. Saya bisa pulang sendiri," jawabku sambil mengusap air mataku dengan kasar. Aku tidak ingin ada yang curiga.
"Tapi Nyonya besar nanti bisa marah, Nona," ucapnya lagi.
"Tidak, Pak. Semalam saya sudah izin dan beliau mengizinkannya," ucapku berbohong.
"Baiklah kalau begitu, saya antar Nona ke depan gerbang," tuturnya. Kemudian satpam itu mengantarku sampai di depan gerbang, sesuai dengan apa yang ia katakan.
"Terimakasih, Pak," ucapku kemudian.
"Sama - sama, Nona," jawabnya sopan.
Bab 1 Awal Mula
12/07/2022
Bab 2 Bertemu Niko
12/07/2022
Bab 3 Pengakuan
13/07/2022
Bab 4 Pernikahan
13/07/2022
Bab 5 Kepergian Niko
13/07/2022
Bab 6 Kembali Menata Hidup
25/11/2022
Bab 7 Bertemu Pria Menyebalkan
25/11/2022
Bab 8 Terus Menghindar
26/11/2022
Bab 9 Bernegosiasi
27/11/2022