Dedaunan basah berjatuhan dari ranting-ranting pohon tinggi, menciptakan suara gemerisik halus di tengah keheningan malam. Cahaya bulan yang menembus celah dedaunan memberi sedikit penerangan pada sosok pria yang berjalan tegap di antara pepohonan, seragam militernya sedikit berantakan karena perjalanan panjang. Kapten Leon Hartmann menghela napas, tangannya terangkat untuk menyeka keringat di pelipisnya.
Dia tidak pernah menyangka bahwa perjalanannya ke desa terpencil ini akan membawa masalah. Awalnya, ia hanya ingin membantu seorang pria tua yang meminta bantuan medis untuk penduduk desa yang sakit. Tapi saat perjalanan kembali, suara tangisan lirih menarik perhatiannya.
Leon berhenti, matanya menyipit saat mencari sumber suara. Di balik semak-semak, seorang wanita terduduk dengan wajah pucat, tubuhnya gemetar dalam balutan gaun lusuh berwarna krem.
"Kau baik-baik saja?" Leon bertanya, suaranya tegas tapi tidak mengintimidasi.
Wanita itu menoleh dengan mata terbelalak, jelas ketakutan. "Siapa kau?" suaranya serak, tangannya meremas ujung gaunnya dengan gelisah.
"Aku Kapten Leon Hartmann. Aku sedang dalam perjalanan kembali ke desa. Kenapa kau ada di sini sendirian?"
Wanita itu tampak ragu, lalu menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku... aku tersesat. Aku berpisah dari rombonganku saat mencari jalan pintas kembali ke kota."
Leon mengangguk, menatapnya dengan saksama. "Apa kau bisa berjalan?"
Wanita itu mencoba berdiri, tapi begitu ia menumpukan berat pada kakinya, tubuhnya langsung limbung. Leon dengan sigap menangkapnya sebelum ia jatuh kembali ke tanah.
"Tenang. Aku akan membawamu ke desa," kata Leon dengan nada meyakinkan.
Wanita itu tampak ingin menolak, tapi tubuhnya yang lemah membuatnya tidak punya pilihan. Dengan enggan, ia mengangguk. "Namaku Aveline Laurent," katanya lirih.
Leon tidak banyak bicara setelah itu. Ia hanya membiarkan Aveline bersandar pada dirinya saat mereka berjalan kembali ke desa. Namun, begitu mereka tiba di perbatasan desa, keadaan langsung berubah.
-*
Kerumunan orang telah berkumpul di gerbang desa, obor-obor dinyalakan, wajah-wajah mereka penuh curiga dan kemarahan.
/0/23400/coverorgin.jpg?v=8cb5f09485615f6caa2b6e0e9f1405aa&imageMogr2/format/webp)
/0/15682/coverorgin.jpg?v=309d2c68cdf00ae1a052e743831ec10a&imageMogr2/format/webp)
/0/18360/coverorgin.jpg?v=0b2e1603fbce88128ccb2ce7e9ed3e5d&imageMogr2/format/webp)
/0/6261/coverorgin.jpg?v=89aecf99963c4dc0679f05c775639dce&imageMogr2/format/webp)
/0/6715/coverorgin.jpg?v=17cb27d8f6b2bed7165645b85523623f&imageMogr2/format/webp)
/0/9030/coverorgin.jpg?v=883fe3c7ef3c952d8025ab444c7ba36a&imageMogr2/format/webp)
/0/7183/coverorgin.jpg?v=2c7413fa5623c226eb15c56a42383ec6&imageMogr2/format/webp)
/0/8464/coverorgin.jpg?v=bb2fa6976040b74967606847f472435d&imageMogr2/format/webp)
/0/10988/coverorgin.jpg?v=0faf1f56ce1b16ce51c1b7c328343121&imageMogr2/format/webp)
/0/2353/coverorgin.jpg?v=ca42abac3b8baf56298ef01259a92c41&imageMogr2/format/webp)
/0/19217/coverorgin.jpg?v=9bc5732d7d827855db7ee5fcf0b96fa5&imageMogr2/format/webp)
/0/8667/coverorgin.jpg?v=20250122135729&imageMogr2/format/webp)
/0/15160/coverorgin.jpg?v=67322a6b9774f084cd89dd3bd3030239&imageMogr2/format/webp)
/0/15407/coverorgin.jpg?v=eb52c08fedf92d47e98ef432bf8299d3&imageMogr2/format/webp)
/0/13056/coverorgin.jpg?v=4c5c425d88c3802dc6d1aad5d5a417f1&imageMogr2/format/webp)
/0/20438/coverorgin.jpg?v=f4ce88162c20b83c898310594ebee030&imageMogr2/format/webp)
/0/21376/coverorgin.jpg?v=d949948fe5197ff19b88206efd1aef1c&imageMogr2/format/webp)
/0/2577/coverorgin.jpg?v=6aec95d891445bca0fac94148f036350&imageMogr2/format/webp)